Akses pembiayaan terhadap UMKM masih kerap mengalami kesulitan hingga saat ini. Peneliti Institute for Development of Economics and Finance (INDEF) Fauziah Rizki Yuniarti mengungkapkan alasan utama dari terhambatnya akses pembiayaan UMKM adalah suplai dan permintaan yang tidak memiliki titik temu.
"Lembaga keuangan menghadapi asymmetric information, artinya ada informasi yang tidak clear antara apa yang dimiliki lembaga keuangan dengan apa yang disampaikan UMKM," ujar Fauziah dalam webinar INDEF, Selasa (5/4/2022).
Baca Juga: Menteri Johnny Ajak Bangun Sinergi Kembangkan Digitalisasi UMKM
Tak hanya soal informasi, Fauziah menyatakan risiko dan keuntungan yang dihadapi UMKM juga tidak memiliki titik temu dengan ekspektasi dari lembaga keuangan. Pasalnya, UMKM memiliki bisnis yang berisiko tinggi (high risk) dengan timbal balik yang terbilang rendah (low return). Sementara lembaga keuangan berharap mendapatkan timbal balik yang tinggi (high return) dari risiko yang tinggi (high risk).
"UMKM memiliki jaminan yang kurang serta laporan keuangan yang kurang, jadi high risk. Sedangkan ada biaya yang tinggi untuk memonitor UMKM secara intens, tetapi lembaga keuangan tidak memiliki informasi yang utuh terkait UMKM. Itulah kenapa kurang ketemu," jelas dia.
Baca Juga: Geliat Bali Kembali Terasa, Pelaku UMKM Mulai Kebanjiran Berkat
Di sisi lain, UMKM juga memiliki tingkat permintaan yang rendah. Hal ini membuat UMKM merasa tidak memiliki kapabilitas yang memadai untuk mengajukan kredit, kata Fauziah.
Dia melanjutkan, kekhawatiran atas pikiran tidak memiliki jaminan serta merasa tidak bisa memenuhi syarat-syarat yang diberikan oleh lembaga keuangan juga menjadi faktor yang memicu UMKM enggan mengajukan kredit.
"Sekitar 28% UMKM Indonesia itu enggan mengajukan kredit. Padahal, Indonesia itu 61%-nya UMKM. Jadi, itu masalah UMKM berpuluh-puluh tahun," pungkasnya.
Mau Berita Terbaru Lainnya dari Warta Ekonomi? Yuk Follow Kami di Google News dengan Klik Simbol Bintang.
Penulis: Imamatul Silfia
Editor: Ayu Almas