Menu
News
EkBis
New Economy
Kabar Finansial
Sport & Lifestyle
Kabar Sawit
Video
    Indeks
      About Us
        Social Media

        Jago Kelola Pandemi, Indonesia Siap Hadapi Risiko Geopolitik

        Jago Kelola Pandemi, Indonesia Siap Hadapi Risiko Geopolitik Kredit Foto: Reuters/Dado Ruvic
        Warta Ekonomi, Jakarta -

        Kepala Badan Kebijakan Fiskal (BKF) Kementerian Keuangan Febrio Kacaribu mengatakan, Indonesia saat ini merupakan salah satu negara yang relatif sangat baik dalam mengelola pandemi.

        Dia mengungkapkan, di 2020, kontraksi perekonomian Indonesia hanya 2,1 persen, di tengah-tengah banyak negara mayoritas kontraksi ekonominya minus double digit, bakkan ada yang minus 15 hingga minus 20 persen.

        “Kita belajar banyak dari tahun 2020 dan 2021, dan kalau dibandingkan dengan negara kawasan, kebetulan hari ini saya ada meeting dengan negara-negara ASEAN, Indonesia adalah negara yang paling berhasil mengelola pandemi. Baik dari sisi keuangan negara, perekonomian, hingga dalam melindungi masyarakatnya," ujarnya di Jakarta, Jumat (8/4/2022).

        Memasuki tahun 2021, tantangannya memang lebih berat dari sebelumnya. Perekonomian kita di 2021 memang mengalamai pemulihan dengan kuat. Namun di akhir kuartal I 2021 Indonesia kembali mengalami lonjakan kasus covid-19. Baca Juga: Gejolak Geopolitik Kerek Harga Minyak Mentah Indonesia

        “Perekonomian kita waktu itu minus 0,7. Kemudian kita berhasil rebound yang sangat kuat dan menghasilkan pertumbuhan ekonomi di kuartal kedua 7,1 persen. Jadi ada delta yang sangat kuat dampaknya, kalau oksigen yang sulit dicari saat itu, tetapi kita bisa tahan ekonominya dan bisa tumbuh di 3,5 persen. Lalu di kuartal empat, kita tumbuh 5 persen. Keseluruhan 2021 kita tumbuh 3,7 persen," tuturnya.

        Ketika memasuki tahun 2022, lanjutnya, semua pihak sadari pemulihan terus berjalan dan semakin kuat. Namun tiba-tiba terjadi gejolak geopolitik antara Rusia dan Ukraina. Harga komoditas melonjak tajam. Inilah tantangan berat buat Indonesia saat ini. 

        "Tadinya kita sudah siap, setelah belajar berbagai tantangan di dua tahun lalu, pertumbuhan ekonomi kita diproyeksikan 5,2 persen di akhir tahun ini," papar Febrio.

        Dalam konteks sekarang, jelas Febrio, jika berbicara mengenai exit strategy berdasarkan pengalaman atau tantangan pada 2020 dan 2021 maka boleh dibilang kebijakan Indonesia relatif yang paling kredibel di seluruh dunia. Sebab, lanjutnya, di banyak negara, bahkan sebelum krisis Ukraina, banyak negara belum yakin untuk kembali ke kondisi ekonomi saat pra pandemi. Indonesia termasuk sedikit negara yang sudah kembali ke level ekonomi 2019, sebelum pandemi.

        Berbekal hal itu dengan proyeksi pereknomian tumbuh 5,2 persen di akhir 2022, menurut Febrio, pengangguran juga akan turun. Dia menguraikan angka pengangguran Indonesia berada di angka 5,23 persen sebelum pandemi, lalu naik tajam ke 7,07 persen di 2020. Tetapi Indonesia berhasil dengan kebijakan yang well targeted, yakni PEN sehingga di 2021 berhasil menurunkan tingkat pengangguran ke 6,49 persen, kendati masih di atas 2019.

        "Maka di 2022 dengan perekonomian yang terlihat akan sangat kuat, dan kita harus menurunkan lagi pengangguran ke angka yang lebih rendah lagi yakni 5,23 persen. Jadi bisa kembali ke angka sebelum pandemi," ungkap Febrio.

        Di sisi lain, tingkat kemiskinan juga diharapan bisa diturunkan dari 10,2 persen di 2020 menjadi 9,7 di 2021. "Nah ini sudah hampir mendekati angka pra pandemi, sehingga kita harapkan di 2022 ini kita harusnya sudah bisa kembali level 9,2 sebelum pandemi. Karena apa? karena PEN kita tadi disiapkan untuk UMKM dan rumah tangga," tegas Febrio.

        Saat ini, dengan berbagai tantangan kenaikan harga komoditas, menurut Febrio, strategi pemerintah tetap sama. Yakni melindungi masyarakat miskin dan rentah, memastikan daya beli mereka kendati harga-harga meningkat. 

        Mau Berita Terbaru Lainnya dari Warta Ekonomi? Yuk Follow Kami di Google News dengan Klik Simbol Bintang.

        Penulis: Fajar Sulaiman
        Editor: Fajar Sulaiman

        Bagikan Artikel: