Mendagri Minta Pemda dan Masyarakat Meninggalkan Pola Konvesional dalam Pengelolaan Sampah
Gerakan untuk membangun kesadaran masyarakat dan wisatawan yang berkunjung ke Bali ini diinisiasi oleh Direktorat Jenderal Bina Administrasi Kewilayahan Kementerian Dalam Negeri (Ditjen Bina Adwil Kemendagri). Peluncuran #GilasSampah ini dihadiri oleh Mendagri Tito Karnavian, Gubernur Bali I Wayan Koster, para pejabat daerah se-provinsi Bali, dan komunitas pecinta lingkungan.
Dalam acara peluncuran #GilasSampah, dilakukan juga edukasi pemilahan sampah dan aksi bersih-bersih pantai oleh peserta yang hadir.
Tito Karnavian menyatakan terkesan dengan Tri Hita Karana, sebuah kearifan lokal, yang diangkat sebagai salah satu dasar pelaksanaan kegiatan tersebut.
Baca Juga: Kemendagri Dorong Percepatan Belanja Daerah melalui APBD 2022
Tri Hita Karana merupakan falsafah hidup tangguh yang menekankan pada tiga hubungan harmonis sebagai kunci kebahagian. Ketiganya itu adalah hubungan dengan sesama manusia, hubungan dengan alam sekitar, dan hubungan dengan tuhan.
Bali dikenal dengan keindahan alam, terutama pantai dan budayanya. Namun, keindahan alamnya perlu dipelihara bersama, baik oleh pemerintah maupun masyarakat. Apalagi Bali merupakan tujuan destinasi wisata dunia. Namun, keindahan alam dan citra Bali sempat tercoreng saat menyebarnya video wisatawan asal Inggris Rich Horner yang menyelam di Nusa Penida.
Baca Juga: Kemendagri Gelar Diklat Fungsional Jenjang Muda dan Diklat Fungsional Polisi Pamong PrajaDalam video yang beredar, saat berada di dalam laut Horner dikelilingi sampah plastik. Suara keprihatian dari berbagai pihak pun muncul. Pencemaran dan banyaknya sampah plastik di laut Bali harus menjadi perhatian serius pemerintah dan masyarakat.
Tito menuturkan pertambahan jumlah penduduk dan gaya hidup masyarakat yang terus berkembang menyebabkan meningkatnya jumlah dan jenis sampah. Berdasarkan data Sistem Informasi Pengelolaan Sampah Nasional (SIPSN) Tahun 2021, total sampah dari 235 kabupaten/kota di seluruh Indonesia mencapai 26,5 juta ton per tahun.
“Sampah yang bersumber dari rumah tangga mendominasi, yaitu sebesar 39,41 persen. disusul oleh sektor perniagaan 23,09 persen dan pasar 13,32 persen. Sedangkan, untuk komposisi sampah berdasarkan jenisnya, yang pertama, organic sebesar 54,1 persen dan nonorganisk 38,65 persen, dan lainnya 7,25 persen,” ujarnya, Minggu (17/4/2022).
Baca Juga: Kemendagri Gelar Diklat Fungsional Jenjang Muda dan Diklat Fungsional Polisi Pamong Praja
Dari data itu, menurutnya, semua pihak harus lebih cermat dan detail melihat sampah hingga ke sumbernya. “ Di sini harus kita akui masih rendahnya kedasaran dan kemampuan memilah di sumber sampah, terutaa tingkat rumah tangga. Ini yang menyebabkan timbulan sampah tidak terkelola secara nasionak mencapai 9 juta ton per tahun,” ungkap mantan Kapolri itu.
Itu bukan angka yang kecil karena mencapai 34.5 persen dari total sampah. Khusus Bali, sampah tidak terkelola sebanyak 218 ton pada tahun 2020. Ini tentu masalah serius karena sampah yang menumpuk akan mengganggu kenyaman masyarakat dan wisatawan yang berkunjung.
“Situasi ini mendorong kita semua untuk mencari solusi yang komprehensif dan bersifat segera mengingat Bali dan khususnya kawasan Sarbagita merupakan destinasi wisata dunia. Yang lebih penting lagi, dalam waktu dekat di bulan November akan menjadi lokasi pertemuan puncak Presidensi G20,” tegasnya.
Tito menyebut kesuksesan penyelenggaraan KTT G20 ditentukan banyak faktor, salah satunya, pengelolaan sampah. Pemerintah pusat telah mengeluarkan Peraturan Presiden (Perpres) Nomor 116 Tahun 2021 Tentang Percepatan Pelaksanaan Pembangunan Infrastruktur untuk Mendukung Penyelenggaraan Acara Internasional di Bali, DKI Jakarta, Nusa Tenggara Barat, dan Nusa Tenggara Timur.
Tito menceritakan sebenarnya Indonesia tidak kekurangan sumber inspirasi dalam mencari solusi pengelolaan sampah. Di Kota Balikpapan, pemerintahnya melakukan langkah awal dengan mengidentifikasi sumber sampah terbesarnya dari sektor apa. Setelah ditemukan dari pasar, menurutnya, mereka menggunakan teknologi ramah lingkungan, memanfaatkan rumah kompos, dan bank sampah terpadu, untuk mengelolanya.
“Dari kota Surabaya, kita belajar tentang komitmen pemda yang tinggi dalam pengelolaan sampah. TPA Benowo di Surabaya yang diresmikan Presiden Joko Widodo sebagai infrastruktur pengolah sampah pertama yang menghasilkan energi listrik. Surabaya juga mempelopori konsep merdeka dari sampah dengan cara menciptakan kampung-kampung bersih dan hijau,” ucapnya.
Tito juga mengapresiasi beberapa desa di Bali yang telah mengatasi persoalan sampah (desa zero waste). Masyarakat dan perangkat desa menjalankan pengelolaan sampah berbasis pada sumber yang terintegrasi dari hulu hingga hilir melalui pemanfaatan nilai ekonomi sampah atau ekonomi sirkular.
“Saya minta pemda lainnya untuk mereplikasi dan mengembangkan model pengelolaan sampah tersebut. Kita sudah harus segera berubah dari pendekatan konvensional selama ini, yakni buang-tumpuk-angkut, menjadi reduce-reuse-recycle (3R),” paparnya.
Baca Juga: Berkinerja Sangat Baik, Kemendagri Terima Penghargaan Pengelolaan Anggaran 2021 Pagu Sedang
Kemendagri berkomitmen mendorong terciptanya kerja sama antara pemda, industri, UMKM, dan komunitas pecinta lingkungan guna mewujudkan ekonomi sirkular di daerah masing-masing. Tito mendorong pemda-pemda untuk menyusun perencanaan, penganggaran, kelembagaan, serta regulasi untuk mewujudkan inovasi pengelolaan sampah.
Tito menegaskan #GilasSampah ini merupakan langkah awal untuk menciptakan pendekatan baru dalam pengelolaan sampah ke seluruh Indonesia. “Keberadaan kita di Pantai Jerman, Kuta, pada saat ini, sangat berarti secara simbolis. Akan tetapi, lebih penting lagi, saya harapkan akan berdampak secara praktis. Kita yang hadir di sini dari berbagai latar belakang. Kita bersama-sama untuk melakukan berbagai aksi,” jelasnya.
Mau Berita Terbaru Lainnya dari Warta Ekonomi? Yuk Follow Kami di Google News dengan Klik Simbol Bintang.
Penulis: Annisa Nurfitri
Editor: Annisa Nurfitri
Tag Terkait: