Menu
News
EkBis
New Economy
Kabar Finansial
Sport & Lifestyle
Video
    Indeks
      About Us
        Social Media

        Menyoal Wacana Kenaikan Harga Pertalite

        Menyoal Wacana Kenaikan Harga Pertalite Kredit Foto: Antara/Muhammad Iqbal
        Warta Ekonomi, Jakarta -

        Tindakan PT Pertamina (Persero) menyesuaikan harga Bahan Bakar Minyak (BBM) dengan RON 92 atau Pertamax pada 1 April 2022 seolah tertekan akan penyesuaian tersebut lantaran dilakukan di tengah kondisi melonjaknya harga beberapa bahan pokok.

        Kondisi sulit rasanya masih akan dirasakan oleh masyarakat pada tahun 2022. Pasalnya Menteri Koordinator Bidang Kemaritiman dan Investasi Luhut Binsar Pandjaitan memberi sinyal kenaikan harga Pertalite hingga gas LPG 3 kilogram.

        Luhut mengatakan pemerintah akan melakukan perhitungan dengan cermat dan melakukan sosialisasi terkait rencana kenaikan tersebut. Meski demikian, dia tak menjelaskan lebih lanjut soal rencana tersebut.

        Baca Juga: Gas LPG 3 Kg & Pertalite Bakal Naik, Nicho Silalahi: Semoga Rezim Penghamba Oligarki Ditawur Rakyat

        Overall akan terjadi (kenaikan) nanti Pertamax, Pertalite, kalau Premium belum. Juga gas yang 3 kg (akan naik). Jadi bertahap, 1 April, nanti Juli, September, itu nanti bertahap akan dilakukan oleh pemerintah,” kata Luhut ditemui seusai meninjau Depo LRT Jabodebek di Jatimulya, Bekasi Timur, Jawa Barat, Jumat (1/4/2022).

        Menurut dia, kondisi yang ada akan menyebabkan harga BBM harus dinaikkan. Begitu pula dengan harga LPG 3 kg. Namun, penyesuaian harga akan dilakukan bertahap. Jatah subsidi untuk rakyat kecil juga dipastikan tidak akan dihilangkan.

        “Semua akan naik, enggak ada yang enggak akan naik itu. Jadi, hanya bertahap kita lakukan. Ada yang disubsidi, masih tetap yang untuk rakyat kecil, seperti misalnya LPG 3 kg dari 2007 tidak naik harganya, kan, tidak fair,” imbuhnya.

        Sedang Dikaji

        Kepala Staf Presiden (KSP) Moeldoko menegaskan kalau pemerintah masih mengkaji kenaikan harga pertalite. Meskipun nantinya naik, menurutnya pemerintah sudah menyiapkan bantuan untuk masyarakat.

        "Pertalite belum dinaikkan. Sedang dikaji oleh jajaran kementerian ekonomi. Tetapi pemerintah sudah menyiapkan bantalannya," kata Moeldoko di Gedung Bina Graha, Jakarta, Rabu (6/4/2022).

        Selain masih melakukan kajian soal harga pertalite, Moeldoko mengungkapkan kalau pemerintah menyiapkan bantuan yang bakal disalurkan kepada masyarakat. Seperti bantuan subsidi upah (BSU) kepada pekerja yang bergaji kurang dari Rp 3,5 juta.

        Lalu, bantuan langsung tunai (BLT) minyak goreng untuk 20,5 juta keluarga yang termasuk dalam daftar bantuan pangan non-tunai (BPNT), program keluarga harapan (PKH), dan 2,5 juta pedagang kaki lima (PKL) yang berjualan makanan gorengan.

        Moeldoko menyampaikan, bantuan-bantuan tersebut disalurkan supaya masyarakat tidak terbebani akibat adanya kenaikan harga karena gejolak ekonomi global."Itu bantalan-bantalan yang diberikan. Agar apa? Agar perubahan-perubahan situasi ini bisa menjadi meringankan bagi masyarakat Indonesia."

        Sebelumnya, pemerintah memberikan sinyal adanya rencana menaikkan harga bahan bakar minyak (BBM) seperti Pertalite hingga gas LPG 3 kilogram setelah menaikan harga Pertamax seiring dengan naiknya harga minyak dunia.

        Kendati demikian, rencana tersebut masih terus dikaji oleh pemerintah.

        "Saat sekarang masih kita kaji, setelah kita kaji kita umumkan tapi sekarang belum," kata Menteri Koordinator Bidang Perekonomian Airlangga Hartarto usai rapat sidang kabinet di Istana Negara, Jakarta, Selasa (5/4/2022).

        Sikap Pertamina

        Pejabat Sementara (Pjs) Corporate Secretary PT Pertamina Patra Niaga, Irto Ginting mengatakan mengenai harga Pertalite itu merupakan kewenangan pemerintah.

        "Untuk harga BBM Subsidi merupakan kewenangan dari Pemerintah," ujar Irto saat dikonfirmasi Warta Ekonomi, Rabu (6/4/2022).

        Meski begitu, banyaknya informasi yang beredar bahwa terdapat kenaikan harga pada Pertalite dibantah langsung oleh Irto.

        "Masih ada masyarakat yang menyangka Pertalite naik, kami tegaskan harga Pertalite tidak berubah," ujarnya.

        Selain memastikan untuk sementara waktu belum ada kenaikan harga, Irto juga memastikan ketersediaan stok Pertalite hingga saat ini masih dalam kategori sangat aman untuk konsumsi masyarakat.

        "(Stok Pertalite) sangat aman, masyarakat tidak perlu khawatir, kami pastikan stok mencukupi untuk kebutuhan di SPBU," tutupnya.

        Tak Harus Disampaikan

        Rencana pemerintah untuk menaikkan harga BBM bersubsidi jenis Pertalite seharusnya tidak perlu disampaikan ke masyarakat saat ini.

        Pengamat Kebijakan Publik Trubus Rahadiansyah menilai tindakan yang dilakukan pemerintah akan membuat situasi di masyarakat tak terkendali.

        "Wacana itu harusnya tidak perlu disampaikan secara terbuka, karena itu dapat menimbulkan kegaduhan atau keonaran di masyarakat," ujar Trubus saat dikonfirmasi Warta Ekonomi, Jumat (8/4/2022).

        Meski begitu, ia menilai saat ini seharusnya pemerintah tidak perlu menaikkan harga Pertalite dan untuk Pertamax tetap mengikuti harga keekonomian.

        "Jadi tidak perlu dinaikkan juga sesuai dengan ekonomi saja, kan selama ini dengan keekonomian saja Pertamina sudah untung banyak apalagi dengan menaikkan," ujarnya.

        Lanjutnya, jika Pertamina tetap menaikkan harga tersebut, maka kemungkinan besar pengguna BBM Pertamina akan beralih ke kompetitor.

        "Mestinya lebih mahal sana, tapi enggak terlalu jauh disparitasnya orang akan memilih Shell dan Petronas karena kualitas Ron-nya kan beda, itu harus dipertimbangkan artinya jangan sampai konsumennya Pertamina pindah ke kompetitor," ungkapnya.

        Membebankan Masyarakat

        Wacana yang digulirkan oleh pemerintah untuk menaikkan harga BBM bersubsidi Pertalite dirasa akan menambah beban masyarakat.

        Direktur Eksekutif BUMN Institue Achmad Yunus menilai wacana menaikan harga Pertalite dirasa akan menembah beban masyarakat. Menurutnya, sudah seharusnya pemerintah hadir dalam kondisi masyarakat yang belum pulih seutuhnya setelah menghadapi Pandemi Covid-19.

        "Subsidi untuk BBM tidak bisa dikurangi atau dicabut saat ini, karena masyarakat sedang susah dan belum pulih pascapandemi," ujar Yunus saat dikonfirmasi Warta Ekonomi, Jumat (8/4/2022).

        Yunus mengatakan, saat ini rakyat sudah tidak memiliki pilihan dengan kondisi BBM naik, ditambah lagi dengan dampak pandemi yang masih belum hilang dirasakan oleh rakyat Indonesia.

        Pasalnya pandemi yang melanda sejak Maret 2020 tersebut menyebabkan angka pengangguran yang cukup tinggi.

        "Sehingga beban rakyat luar biasa apalagi jika ditambah beban naiknya harga Pertalite," ujarnya.

        Lanjutnya, jika memang pemerintah bersikeras untuk menaikkan harga Pertalite maka akan berpotensi menyebabkan inflasi dan menurunnya daya beli masyarakat.

        "Sekarang semua harga BBM tinggi termasuk angkutan umum gak ada pilihan BBM murah. Sekarang antrean Pertalite dan solar di daerah sudah mengular," tutupnya.

        Semantara itu, pengamat Institute for Development of Economics and Finance (Indef) Nailul Huda mengatakan wacana tersebut merupakan wujud daripada ketidakempatian pemerintah kepada masyarakat kelas bawah.

        "Rencana kenaikan harga Pertalite menunjukkan ketidakempatian pemerintah terhadap masyarakat miskin. Masyarakat miskin sudah tertekan dengan kenaikan berbagai macam barang kebutuhan namun tetap saja diberikan beban oleh pemerintah," ujar Huda saat dikonfirmasi Warta Ekonomi, Jumat (8/4/2022).

        Huda mengatakan, pada saat kenaikan harga Pertamax kala itu ditujukan untuk menyeimbangkan kas PT Pertamina dengan catatan tidak menaikkan Pertalite karena akan disubsidi oleh pemerintah.

        Namun nampaknya pemerintah sudah ingkar janji terhadap masyarakat miskin untuk tetap menyediakan dan tidak menaikkan harga Pertalite.

        "Jadi selain tidak punya empati, pemerintah juga ingkar janji," tegasnya.

        Huda melanjutkan, saat ini nampaknya pemerintah memang tidak sanggup menanggung beban subsidi yang cukup besar. Namun hal itu berbanding terbalik dengan urusan proyek-proyek yang dimilikinya termasuk didalamnya adalah proyek Ibu Kota Negara (IKN) baru.

        "Selain itu, program perpajakan pemerintah juga patut dipertanyakan. Dengan gembar gembor menghasilkan berapa triliun tapi kok untuk masyarakat miskin dikurangin belanja-nya dengan hendak menaikkan harga Pertalite," ungkapnya.

        Lebih lanjut, jika memang wacana tersebut terwujud tentunya akan berdampak kepada inflasi yang akan meningkat dan menurunkan daya beli masyarakat dalam jangka pendek.

        "Dalam jangka panjang, harga akan ternormalisasi di harga baru dan sulit untuk turun sehingga beban masyarakat akan meningkat dengan kenaikan pendapatan yang tidak signifikan," tutupnya.

        Kebijakan yang Ironis

        Direktur Program Institute for Development of Economics and Finance (Indef) Esther Sri Astuti menilai pernyataan dari beberapa pejabat tentang kenaikan harga BBM jenis Pertalite sudah terindikasi.

        "Kalau statement ini (naiknya harga Pertalite) sepertinya sudah diprediksi juga. Indikasinya Pertamax sudah naik," ujar Esther saat dikonfirmasi Warta Ekonomi, Jumat (8/4/2022).

        Esther menyebut, kondisi saat ini bisa dikatakan sangat ironis. Pasalnya pemerintah ingin mengurangi subsidi bahan bakar sementara di sisi lain alokasi anggaran dilakukan dengan tidak bijak.

        "Misalnya DPR menganggarkan untuk ganti gorden Rp90 juta per rumah, total anggarannya Rp50 miliar. Ini tidak bijak, seharusnya pengurangan subsidi, diiringi dengan alokasi anggaran yang efektif dan efisien. Bukannya menghemat di satu sisi, sementara di pos anggaran lain boros," ujarnya.

        Lanjutnya, Esther mengatakan bilamana memang pemerintah menaikkan harga Pertalite, maka sudah dapat dipastikan akan mengerek inflasi di dalam negeri yang saat ini sudah terjadi akibat adanya kenaikan harga minyak goreng, gas, dan Pertamax.

        "Kondisi inflasi ini terjadi karena adanya cost push inflation sebagai akibat kenaikan harga bahan input (bahan bakar minyak) yang mengakibatkan biaya produksi naik. Sehingga memicu kenaikan inflasi," ungkapnya.

        Hal tersebut bisa diperberat apabila jika ditambah permintaan barang dan jasa yang meningkat akibat bulan puasa dan lebaran"Akan menaikkan inflasi dari sisi demand pull inflation. Jadi inflasi sudah pasti terjadi," tutupnya.

        Mau Berita Terbaru Lainnya dari Warta Ekonomi? Yuk Follow Kami di Google News dengan Klik Simbol Bintang.

        Penulis: Djati Waluyo
        Editor: Rosmayanti

        Bagikan Artikel: