Menu
News
EkBis
New Economy
Kabar Finansial
Sport & Lifestyle
Kabar Sawit
Video
    Indeks
      About Us
        Social Media

        Waduh! Inflasi dan Perang Bisa Berakibat Jatuhnya Ekonomi Indonesia, Kata Pengamat

        Waduh! Inflasi dan Perang Bisa Berakibat Jatuhnya Ekonomi Indonesia, Kata Pengamat Kredit Foto: Antara/Fakhri Hermansyah
        Warta Ekonomi, Jakarta -

        Gejolak ekonomi dunia yang disebabkan oleh Pandemi Covid-19 yang belum berakhir ditambah dengan meningkatnya inflasi di negara-negara besar dunia akibat eskalasi perang antara Rusia dan Ukraina dapat berdampak yang cukup besar bagi perekonomian Indonesia.

        Pakar Kebijakan Publik dan CEO Narasi Institute Achmad Nur Hidayat MPP menyebut jika melihat dari asumsi makro APBN 2022 terdapat ketimpangan yang terjadi di harga minyak. Dimana dalam asumsi tersebut harga minyak di tetapkan berada di level 63 Dollar AS per barel sedangkan saat ini sudah menyentuh di level 100 Dollar per barel.

        Baca Juga: Jokowi Tinjau Langsung Sirkuit Formula E, PDIP: Dipantau Supaya Kualitasnya Lebih dari Mandalika

        "Pertanyaannya adalah asumsi dan target pertumbuhan 2022 ini kredibel? Ternyata tidak tidak kredibel, asumsinya jauh sekali dari realisasi," ujar Hidayat dalam keterangan tertulis yang diterima, Selasa (26/4/2022).

        Hidayat mengatakan, selain melihat daripada asumsi makro APBN 2022 terdapat data menarik lainya yang dipublikasikan oleh Bloomberg tentang dikondisi perang Rusia dan Ukraina yang berdampak terhadap ekonomi dunia. 

        Dimana pada data tersebut, disebutkan bahwa Turki dan Mesir berada pada urutan pertama dan kedua dari daftar negara-negara yang terkena dampak perang Rusia dan Ukraina. Dan Indonesia berada pada urutan ke-18.

        "Sebetulnya yang ditulis Bloomberg ini tidak sepenuhnya mewakili resiko karena yang diukur hanya resiko Capital Flight, ekspor energi dan ekspor gandum serta perdagangan langsung dengan Rusia," ujarnya.

        Baca Juga: Jokowi dan Anies Kompak Tinjau Formula E, Fahri Hamzah: Waktunya Bersatu, Gak Usah Layani Buzzer!

        Hidayat menyebut ada beberapa hal yang luput dari perhitungan Bloomberg. Dimana jika perang akan berlangsung lebih lama atau katakanlah 6 bulan, maka hal ini akan menyasar ke beberapa wilayah lain termasuk didalamnya adalah Uni Eropa.

        Bukan hanya itu, dampak Geopolitik tidak diukur, seperti kemungkinan China berpihak kepada Rusia secara membabi buta sehingga menciptakan ketegangan baru seperti polemik di laut China Selatan, ataupun resiko aneksasi kepada Taiwan. 

        "Dan hal-hal ini tidak dihitung. Jika dihitung terutama dampaknya terhadap China, Indonesia termasuk negara," ungkapnya. 

        Baca Juga: Malu Pernah di Demokrat, Ruhut Sitompul: Partai Itu Gak Akan Menang Lagi, Kadernya Hanya Ngebacot!

        Lanjutnya, Hidayat menyebut bahwa Indonesia adalah negara yang paling rentan karena Indonesia dibangun ekonominya melalui utang, utang negara biasanya menggunakan dolar tapi utang swasta selain USD juga dengan mata uang lain seperti mata uang China. 

        "Neraca perdagangan kita negatif. Impor kita lebih banyak daripada ekspor. Manakala harga-harga impor naik maka inflasi di domestik juga berbanding lurus dengan kenaikan harga impor," ujar Hidayat.

        Kondisi tersebut akan sangat terpengaruh oleh fluktuasi pasar. Ia menyebut manakala harga-harga impor sudah tidak terkendali maka akan mengacaukan situasi ekonomi di Indonesia dimana neraca perdagangan kita akan semakin terpuruk.

        Baca Juga: Jokowi Bareng Anies Kunjungi Sirkuit Formula E, PAN: Sangat Mematikan Gimik Politik Giring dan PSI

        "Jika bahan pangan terutama makanan pokok yang menjadi komoditi yang diimpor maka ancaman terburuk adalah akan terjadinya kekurangan pangan," tutupnya. 

        Mau Berita Terbaru Lainnya dari Warta Ekonomi? Yuk Follow Kami di Google News dengan Klik Simbol Bintang.

        Penulis: Djati Waluyo
        Editor: Aldi Ginastiar

        Bagikan Artikel: