Staf Khusus Menteri Keuangan (Menkeu) Bidang Komunikasi Strategis Yustinus Prastowo menyebut total subsidi dan kompensasi energi pada 2022 sebesar Rp502,4 triliun.
Angka tersebut terbentuk yang salah satunya akibat daripada adanya tarif yang ditetapkan pemerintah. Sehingga Pertamina dan PLN sebagai perusahaan yang mengampu energi di dalam negeri tak bisa menjual sesuai harga keekonomian.
Ia merinci, pada 2022 pemerintah dan DPR Ri telah menyepakati adanya tambahan subsidi energi dari alokasi awal sebesar Rp152 triliun. Ada tambahan sekitar Rp74,9 triliun, yang dibagi pada subsidi BBM Rp71,8 triliun dan subsidi listrik Rp3,1 triliun.
Baca Juga: Dongkrak Bauran Energi Bersih, Ini Yang Dilakukan PLN
“Sebagian besar adalah kompensasi karena Pertamina dan PLN tak bisa menjual pada harga pasar, tetapi harus menjual pada harga yang ditentukan, tidak pada harga keekonomian, maka diberikan kompensasi yang cukup besar,” ujar Prastowo dalam diskusi virtual dikutip Kamis (30/6/2022).
Dalam paparannya, Prastowo merinci kompensasi BBM pada 2022. Di antaranya tambahan kompensasi tahun 2022 sebesar Rp216,1 triliun yang terdiri dari BBM sebesar Rp194,7 triliun dan kompenasi listrik Rp21,4 triliun.
Kemudian juga terdapat kurang bayar kompensasi sampai 2021 sebesar Rp108,4 triliun dengan pembagian kepada BBM Rp83,8 triliun dan listrik Rp24,6 triliun.
Sementara itu, pemerintah berencana melakukan pembayaran kompensasi tahun 2022 sebesar Rp275 triliun, dengan pembagian untuk BBM Rp234 triliun dan listrik Rp41 triliun.
Dengan begitu, total kompensasi tahun 2022, menurut data yang ditampilkannya menjadi Rp293,5 triliun dengan rincian BBM Rp252,5 triliun dan listrik Rp41 triliun.
Lanjutnya, Pertalite sebagai BBM penugasan dari pemerintah masih dinikmati oleh kalangan orang kaya. Meski, peralihan dari Premium ke Pertalite sebagai BBM penugasan merupakan bagian dari transformasi ke energi yang ramah lingkungan.
“Transformasi ini juga dilakukan cukup efektif oleh Pertamina dan sekarang sudah ada pada level perilaku yang lebih baik. Meskipun kita tahu yang memanfaatkan Pertalite itu masih didominasi kelompok yang kaya. Tentu ini menjadi ironis karena salah sasaran, sebenarnya pemilik kendaraan mewah tetap mengonsumsi pertalite ini yang coba dikendalikan,” tutupnya.
Mau Berita Terbaru Lainnya dari Warta Ekonomi? Yuk Follow Kami di Google News dengan Klik Simbol Bintang.
Penulis: Djati Waluyo
Editor: Rosmayanti
Tag Terkait: