Menu
News
EkBis
New Economy
Kabar Finansial
Sport & Lifestyle
Video
    Indeks
      About Us
        Social Media

        Pemerintah Ketinggalan Soal ACT, Kasus Dana Umat Efeknya Bahaya, Kemensos Harus Segera Lakukan Ini!

        Pemerintah Ketinggalan Soal ACT, Kasus Dana Umat Efeknya Bahaya, Kemensos Harus Segera Lakukan Ini! Kredit Foto: Instagram/ACT
        Warta Ekonomi, Jakarta -

        Skandal penyelewengan dana umat oleh Aksi Cepat Tanggap (ACT) harus dijadikan pembelajaran sekaligus momentum oleh semua pihak khususnya pemerintah pusat khususnya Kementerian Sosial dan DPR.

        Peneliti Senior Forum Indonesia untuk Transparansi Anggaran (Fitra) Jabar Nandang mengatakan skandal ini adalah waktu yang tepat untuk memperbaiki regulasi filantropi.

        Baca Juga: Jangan Ditutup Gegara Skandal Dana Umat, ACT Dibutuhkan Masyarakat!

        "Saya lebih tertarik kita semua mulai mikir bagaimana regulasi terkait pengumpulan sumbangan. Ini harus dijadikan momentum untuk membereskan semua," kata Nandang saat dihubungi Suara.com pada Minggu (10/7/2022).

        Dikatakan Nandang, pengumpulan dana umat selama ini hanya diatur lewat Undang-undang Nomor 9 Tahun 1961 tentang Pengumpulan Uang atau Barang dan Peraturan Pemerintah Nomor 29 Tahun 1980 tentang Pelaksanan Pengumpulan Dana Sumbangan.

        Dua regulasi lawas tersebut hanya mengatur tentang birokrasi perizinan saja. Sementara akutabilitas dan sanksi jika terjadi kecurangan dalam penggunaan dana sumbangannya belum terperinci.

        Baca Juga: Kasus ACT Gak Boleh Diremehkan, Dampak Skandal Dana Umat Bisa Melebar, Pengamat Ekonomi Blak-blakan!

        Untuk itu, Nandang mendorong pemerintah pusat bersama legislatif untuk melanjutkan pembahasan Rancangan Undang-undang (RUU) tentang Penyelenggaraan Sumbangan yang sepengetahuannya sempat masuk Proglenas tahun 2019.

        "Kan DPR pernah membahas terkait UUD sumbangan. Ini akan diatur termasuk mekanisme pengumpulannya, bagaimana distribusinya, berapa biaya operasionalnya. Terakhir dibahas 2021. Sekarang jaringan civil society sedang mendorong itu agar lebih clear juga," ungkap Nandang.

        Nandang juga khawatir polemik yang mencuat ke publik akan menjadi preseden buruk, dimana masyarakat menjadi seolah kehilangan kepercayaan untuk menitipkan sumbangannya kepada lembaga filantropi.

        Baca Juga: Soal Prestasi, Kader PDIP Ini Emang Gak Usah Ditanya, Masyarakat Sendiri Bersaksi Soal Jasa Ganjar!

        "Pemerintah juga ketinggalan untuk menangani hal gini, kan kewajiban Mensos mengawasi," ucap Nandang.

        Selain itu, dirinya juga menyoroti terkait kabar fantastisnya besaran gaji dan kemewahan fasilitas yang diterima para petinggi ACT.

        Menurut Nandang, besaran gaji para petinggi filantropi yang mencapai puluhan hingga ratusan juta setiap bulannya sangat kontradiktif dengan tujuannya yakni menolong orang yang kesusahan.

        Baca Juga: Eks PM Jepang Meninggal Dunia, Begini Profil Penempak Shinzo Abe, Bukan Kaleng-kaleng!

        "Sangat mengganggu suasana kebatinan kita. Begitu mewah sementara misinya kemanusiaan, untuk menolong yang susah.Tapi sementara pengelolanya kok bermewah-mewahan. Sangat tidak elok, menabrak prinsip moralitas kita," katanya.

        Mau Berita Terbaru Lainnya dari Warta Ekonomi? Yuk Follow Kami di Google News dengan Klik Simbol Bintang.

        Editor: Aldi Ginastiar

        Bagikan Artikel: