Menu
News
EkBis
New Economy
Kabar Finansial
Sport & Lifestyle
Kabar Sawit
Video
    Indeks
      About Us
        Social Media

        Akademisi: Kenaikan Elektabilitas Airlangga Memungkinkan Jadi Kuda Hitam

        Akademisi: Kenaikan Elektabilitas Airlangga Memungkinkan Jadi Kuda Hitam Kredit Foto: Istimewa
        Warta Ekonomi, Jakarta -

        Menguatnya peran Menko Perekonomian Airlangga Hartarto dalam mengoordinasikan ketahanan ekonomi Indonesia di tengah krisis ketidakpastian global, menurut Robi Nurhadi, Dosen Pascasarjana Ilmu Politik Universitas Nasional, membuat posisi Ketua Umum Partai Golkar tersebut berpotensi sebagai "Kuda Hitam" pada Pilpres 2024 yang akan datang. 

        "Pak Airlangga berpotensi jadi Kuda Hitam. Tidak mudah menafikan eksistensinya dalam keberhasilan perekonomian Indonesia di tengah krisis ketidakpastian global saat ini. Apresiasi masyarakat sudah mulai terlihat dari beberapa hasil survei dalam tiga bulan terakhir ini," kata Robi Nurhadi, dalam keterangan tertulis yang diterima, Sabtu (23/7/2022).

        Baca Juga: Duet Airlangga-Ganjar Cocok Diusung KIB untuk Pilpres 2024

        Kepala Pusat Penelitian Pascasarjana Universitas Nasional tersebut menunjukan hasil pengamatannya terhadap beberapa lembaga survei yang rilis pada Maret hingga Juni 2022. Misalnya survei Warna Research Center (WRC) pada 19 Maret-4 April 2022.

        Lalu ada survei Indonesia Network Election Survey (INES) pada 13-28 April 2022, Survei Lembaga Kajian Pemilu Indonesia (LKPI) pada 17-30 April 2022, dan Survei Indometer pada 20-27 April 2022. Survei selama bulan Maret dan April tersebut menunjukan apresiasi positif atas kinerja dan kepemimpinan Airlangga sebagai Menko Perekonomian.

        Baca Juga: Punya Kekuataan, Ganjar-Airlangga Paling Ideal Diusung di KIB untuk Pilpres 2024

        Lalu pada bulan Mei dan Juni, ada survei dari Panel Surya Indonesia (PSI) yang digelar pada 6-20 Mei 2022. Disusul oleh Citra Network Nasional (CNN) pada 16-30 Mei 2022 yang dilakukan pada 2.200 responden yang tersebar di 34 provinsi dan 478 kabupaten/kota. 

        Lalu diperkuat dengan hasil survei LSI Denny JA pada 24 Mei-7 Juni 2022 yang menempatkan elektabilitas Airlangga Hartarto pada peringkat 6 besar Capres untuk Pilpres 2024.

        Survei Timur Barat Riset Center (TBRC) pada 29 Mei-12 Juni 2022 dan Dinamika Survey Indonesia (DSI) pada 16 sampai 29 Juni 2022 memberi penilaian yang semakin positif terhadap Airlangga Hartarto.

        Survei terbaru pada bulan Juli dilakukan oleh Akar Rumput Strategic Consulting (ARSC) yang digelar pada 21 Juni hingga 5 Juli 2022 menempatkan Airlangga Hartarto pada posisi 5 besar. Survei dengan 1.225 responden tersebut mempertanyakan "Siapakah yang menjadi presiden 2024 nantinya menggantikan Joko Widodo?" hasilnya adalah Ganjar 25,69 persen, Anies Baswedan 19,18 persen, Prabowo Subianto 11,18 persen, Ridwan Kamil 7,18 persen, dan Airlangga Hartarto 3,59 persen.

        Baca Juga: Airlangga Hartarto: Kartu Prakerja Dukung Visi Indonesia Emas 2045

        Melesatnya posisi elektabilitas Airlangga, menurut Robi, bukan tanpa kritik. Indometer misalnya, meski merilis hasil survei yang positif, tapi juga melihat sisi negatif dari potensi merosotnya perolehan Partai Golkar pada Pemilu 2024 ke depan.

        "Saya kira wajar saja adanya anomali politik seperti itu. Melesatnya figur tidak berkorelasi ke partai. Tapi hal itu hanya soal kemampuan menciptakan coattail effect," tambah peneliti senior UNAS tersebut.

        Robi menambahkan bahwa banyak kemungkinan yang bisa terjadi dalam keterpilihan seseorang sebagai presiden.

        Baca Juga: Kata Airlangga Soal Nasib Koalisi Indonesia Bersatu, Kami Terus...

        "Pak Airlangga lebih dekat kemungkinannya punya tiket nyapres melalui Koalisi Indonesia Bersatu. Soal ranking elektabilitas, itu soal cair. Survei LSI Denny JA menempatkan Airlangga Hartarto pada peringkat ke-6 dengan capaian 4,5 persen. Lalu survei ARSC merilis posisi ke-5 tapi capaiannya 3,59 persen. Itu artinya, peralihan suara pemilih bisa terjadi kapan saja," ungkap lulusan Center for History, Politic and Strategy UKM Malaysia tersebut.

        Robi tidak menampik atas adanya kritikan masyarakat terhadap lembaga survei yang partisan. "Ya, semua kemungkinan bisa terjadi. Tapi kita juga harus bijak dalam menilai. Misalnya, lihat indikator terkait penggunaan multistage random sampling, margin of error sebesar yang rata-rata di angka 2 persen, dan tingkat kepercayaan pada angka 95 persen. Kalau itu juga diragukan, masalahnya bisa pada integritas lembaga survey atau muatan kepentingan si pembaca survei?" ujar Robi.

        Mau Berita Terbaru Lainnya dari Warta Ekonomi? Yuk Follow Kami di Google News dengan Klik Simbol Bintang.

        Editor: Ayu Almas

        Bagikan Artikel: