'Yang Berperang Amerika dan China, yang Berantakan Jelas Indonesia'
Kunjungan Ketua DPR Amerika Serikat Nancy Pelosi ke Taiwan bukan sebuah agenda biasa melainkan ujian diplomasi Washington terhadap China, kata intelektual publik Indonesia Rocky Gerung.
Namun, kata Rocky, jika ujian itu gagal dilewati oleh Beijing, ekskalasi internasional yang kontroversial hingga menuju perang sangat mungkin terjadi. Bahayanya, meski aktor utama itu AS dan China, terdapat sejumlah negara lain yang berperan dan mungkin yang hanya menjadi penonton.
Baca Juga: Nancy Pelosi Tiba di Taipei, Rakyat Taiwan Berkerumun Gembira: China Itu Menggertak
Laut China Selatan (LCS) dan Selat Taiwan adalah wilayah utama terjadinya konflik. Lebih dari itu, negara-negara Indo-Pasifik hingga Asia Tenggara mungkin terdampak dari kacaunya situasi di Taiwan.
Rocky mengungkapkan bahwa ada sejumlah kerugian bagi Indonesia jika ketegangan internasional terjadi. Dari persoalan militer dan pertahanan, ekonomi, hingga politik bisa Indonesia terima sebagai hal negatif.
Di sektor militer dan pertahanan, AS dinilai "menguasai" Asia karena mitranya seperti Jepang, Korea Selatan, dan tetangga Indonesia, Singapura, masuk dalam nama negara sponsor Washington. Hal ini dapat merugikan Jakarta.
"Jika China kewalahan, ekskalasi internasional terjadi, Indonesia mungkin menjadi pangkalan militer Amerika untuk memantau China," kata Rocky, seperti dikutip dari kanal YouTube pribadinya, Kamis (4/8/2022).
Jika dikaitkan dengan agenda besar pemerintahan Presiden Joko Widodo (Jokowi), Rocky menambahkan, pembangunan ibu kota baru di Kalimantan dapat dimanfaatkan AS. Syaratnya mungkin jika Indonesia punya sikap mencla-mencle terhadap kekuatan besar dunia.
"Ada kemungkinan, ibu kota baru (Nusantara) disponsori Amerika menjadi pangkalan militer," imbuhnya.
Dari sektor ekonomi, wilayah Indo-Pasifik, LCS, dan Selat Taiwan adalah kunci utama perdagangan dan pengiriman ekspor dan impor. Jika ketiganya dikunci, Indonesia akan kalah.
Pangan sebagai hal yang vital menurut Rocky cukup rentan jatuh ketika ekskalasi antara AS dan China pecah. Transportasi energi di Indo-Pasifik hingga LCS juga rentan.
"Indonesia tidak punya potensi ekspor dan impor ... Ekonomi Indonesia akan berantakan, imbasnya devisa bisa terkuras habis membeli kebutuhan pokok sehingga menimbulkan kekacauan dalam negeri," tegas Rocky.
Menurut Rocky, Indonesia tidak boleh menganggap enteng situasi ancam-mengancam AS-China karena dampaknya pasti terasa. Matinya jalur ekspor-impor negara, yang menjadi kebutuhan dasar, pasti dengan cepat membuat barang dalam negeri tidak bisa beredar.
Baca Juga: Pakar: Dampak Ekskalasi China-Taiwan pada Rantai Pasokan Mengerikan...
Lebih dari itu, Rocky berpendapat bahwa AS sangat paham dengan situasi politik di Indonesia. Pasalnya dalam sejarah bangsa, intervensi dari AS terhadap perubahan politik dalam negeri tercatat sudah.
"Ada perubahan politik tahun 1965, CIA (Badan Intelijen Pusat AS) punya peran. Jatuhnya (Presiden) Suharto atas dasar tekanan politik global AS, ditambah Jepang diminta setop bantu Indonesia," kata dosen filsafat Universitas Indonesia itu.
Jika Indonesia punya kelemahan, dua kekuatan besar seperti AS dan China dapat dengan mudah mengendalikan Jakarta. Di situasi seperti ini, perlu diperkuat oleh pemerintah terkait pemahaman global politics situation.
Jangan sampai pada akhirnya yang berperang negara besar seperti AS dengan China tetapi yang menerima kerugiannya Indonesia.
"Mari kita belajar global politics, terutama pemerintah, agar bangsa dapat kuat dengan pemahaman dan bisa memilih ikut AS atau China ke depannya," pungkas Rocky.
Mau Berita Terbaru Lainnya dari Warta Ekonomi? Yuk Follow Kami di Google News dengan Klik Simbol Bintang.
Penulis: Muhammad Syahrianto
Editor: Muhammad Syahrianto