Menu
News
EkBis
New Economy
Kabar Finansial
Sport & Lifestyle
Video
    Indeks
      About Us
        Social Media

        Perkuat Komitmen Implementasi Stranas Penghapusan Kekerasan terhadap Anak, Ini Langkah Kemen-PPPA

        Perkuat Komitmen Implementasi Stranas Penghapusan Kekerasan terhadap Anak, Ini Langkah Kemen-PPPA Kredit Foto: Kemen-PPPA
        Warta Ekonomi, Jakarta -

        Sekretaris Kementerian Pemberdayaan Perempuan dan Perlindungan Anak (Kemen-PPPA), Pribudiarta N Sitepu, mengungkapkan, lahirnya Peraturan Presiden Republik Indonesia Nomor 101 Tahun 2022 tentang Strategi Nasional Penghapusan Kekerasan terhadap Anak seolah menjadi angin segar dalam mengoptimalkan upaya pencegahan dan penanganan kekerasan terhadap anak yang sampai saat ini datanya sudah sangat memprihatinkan.

        Pribudiarta mengatakan, Kemen-PPPA telah diberikan amanat untuk menjalankan 5 (lima) arahan prioritas oleh Presiden Jokowi, salah satunya mencegah perkawinan anak. Kemen-PPPA juga telah menjalankan program-program prioritas yang sejalan dengan arahan Presiden yang tercantum dalam Pembangunan Jangka Menengah Nasional (RPJMN) 2020-2024 dengan tujuan meningkatkan sumber daya manusia berkualitas dan berdaya saing.

        Baca Juga: Dorong Percepatan Pengesahan Peraturan Pelaksana UU TPKS, Kemen-PPPA Lakukan FGD

        "Di antaranya memiliki target mengurangi perkawinan anak dari 10,44 % di tahun 2021 menjadi 8,74% di tahun 2024. Komitmen ini diikuti dengan diterbitkannya Strategi Nasional Pencegahan Perkawinan Anak (Stranas PPA) 2020 yang dicanangkan Bappenas bersama Kemen PPPA pada Februari 2020 yang bertujuan untuk mengurangi perkawinan anak dari 10,44 % Tahun 2021 menjadi 6,9% pada tahun 2030 untuk perempuan usia 20-24 yang menikah sebelum usia 18 tahun," ungkap Pribudiarta.

        Hal itu disampaikannya dalam webinar bertema "Advokasi Strategi Nasional Penghapusan Kekerasan Terhadap Anak" yang diselenggarkaan oleh Yayasan Kesejahteraan Anak Indonesia dikutip dalam keterangan pers, Kamis (11/8/2022). Pribudiarta mengatakan, tujuan penurunan kekerasan tersebut tidak akan berjalan tanpa adanya sinergi semua pihak.

        "Semua orang bisa berperan sesuai dengan tugas, kewenangan dan kemampuannya. Pemerintah dapat berperan dalam merumuskan dan mengimplementasikan kebijakan perlindungan anak baik dalam sisi pencegahan maupun penyediaan layanan; masyarakat dalam hal ini tokoh agama, tokoh masyarakat dapat berperan dalam mewujudkan lingkungan yang ramah anak dan mengantisipasi penyalahgunaan budaya sebagai kedok melanggengkan kekerasan terhadap anak," tegasnya.

        Selain itu, dia menekankan, orang tua juga dapat berperan dalam optimalisasi peran pengasuhan; anak-anak dapat berperan dengan meningkatkan kemampuan melindungi diri dan menjadi 2P (Pelopor dan Pelapor).

        Sementara itu, Deputi Bidang Perlindungan Khusus Anak Kemen-PPPA, Nahar, mengungkapkan fakta bahwa angka kekerasan masih tetap tinggi. Latar belakang Stranas telah dimulai pada periode 2016-2019 kemudian dilanjutkan melalui Peraturan Presiden No 101 Tahun 2022 tentang Strategi Nasional Penghapusan Kekerasan Terhadap Anak (Stranas PKTA) untuk kurun waktu hingga 2024. Pengesahan Perpres ini menjadi isntrumen kebijakan yang dapat memandu Indonesia untuk melakukan upaya-upaya penghapusan kekerasan terhadap anak di Indonesia.

        "Terkait dengan data kekersasan anak, Survei Nasional Pengalaman Hidup Anak dan Remaja (SNHPAR) 2021 menunjukkan bahwa kondisi kekerasan terhadap anak ini mengalami penurunan. Namun demikian, dari sisi pelaporan angkanya terus naik. Sampai bulan ini angka kekerasan terhadap anak jumlah kasus dan korbanya meningkat meski jumlah korban lebih banyak dari kasusnya, atau satu kasus korbannya bisa lebih dari satu," ujar Nahar.

        Nahar mengatakan, Strategi Nasional Penghapusan Kekerasan terhadap anak ini juga mempertimbangan tantangan-tantangan yang dihadapi di masyarakat, ada praktik-praktik yang terjadi jika didalami sesungguhnya memenuhi unsur pidana kekerasan terhadap anak. Untuk itu, Stranas ini juga dapat menjadi sarana perubahan pada masyarakat untuk lebih memberikan perlindungan kepada anak.

        Baca Juga: Terjadi Kekerasan Seksual Anak di Bogor, Kemen-PPPA Dorong Polisi Tangkap 8 Pelaku

        Di sisi lain, Direktur Keluarga, Perempuan, Anak, Pemuda, dan Olahraga Bappenas Woro Srihastuti Sulistyaningrum mengatakan, kehadiran pandemi Covid-19 juga menjadi permasalahan bukan hanya di sektor perekonomian, melainkan juga terjadi kehilangan pekerjaan dari orang tua dan berdampak terhadap rentannya kekerasan di dalam rumah tangga dan juga di dalam hal pengasuhan.

        "Kita juga menghadapi mengenai masalah isu teknologi karena ternyata memang sekarang kekerasan ini modusnya itu sangat berkembang jauh salah satunya dengan memanfaatkan teknologi untuk melakukan kekerasan di ranah daring. Data menunjukkan, 3 dari 10 anak responden mengalami eksploitasi online, 64 persen anak menggunakan internet tanpa didampingi orang tua," jelasnya.

        "Saat kita ingin membangun SDM yang berkualitas dan berdaya saing harus dimulai dari anak-anak kita, bagaimana terpenuhi hak-hak mereka, bagaimana mereka terlindungi dari kekerasan, hal ini yang diharapkan untuk bisa meningkatkan kualitas anak anak Indonesia," pungkas Woro.

        Mau Berita Terbaru Lainnya dari Warta Ekonomi? Yuk Follow Kami di Google News dengan Klik Simbol Bintang.

        Penulis: Rena Laila Wuri
        Editor: Puri Mei Setyaningrum

        Bagikan Artikel: