Menu
News
EkBis
New Economy
Kabar Finansial
Sport & Lifestyle
Video
    Indeks
      About Us
        Social Media

        Petani dan Pekerja SKT Rawan Terdampak, Pemerintah Diminta Tinjau Rencana Kenaikan Cukai Tembakau 2023

        Petani dan Pekerja SKT Rawan Terdampak, Pemerintah Diminta Tinjau Rencana Kenaikan Cukai Tembakau 2023 Kredit Foto: Antara/Siswowidodo
        Warta Ekonomi, Jakarta -

        Kenaikan tarif cukai hasil tembakau (CHT) pada 2022 yang memberikan dampak negatif bagi pertumbuhan Industri Hasil Tembakau (IHT) di Tanah Air menjadi dasar penolakan rencana kenaikan CHT tahun 2023, khususnya untuk segmen sigaret kretek tangan. Kenaikan pada 2023 akan berdampak terhadap para tenaga kerja yang terlibat langsung seperti petani tembakau dan para pelinting Sigaret Kretek Tangan (SKT).

        Seperti ramai diberitakan, pada 16 Agustus 2022, pemerintah telah menyampaikan rencana kenaikan penerimaan cukai sebesar Rp245,45 triliun pada 2023, atau naik 11,6% dibandingkan yang ditetapkan dalam Perpres 98/2022. Secara historis sekitar 95% target penerimaan cukai dipikul oleh cukai hasil tembakau.

        Baca Juga: Rencana Kenaikan Cukai Rokok Jangan Korbankan Petani Tembakau

        Ketua Asosiasi Petani Tembakau Indonesia (APTI) Pamekasan Samukrah memahami kebijakan Pemerintah yang ingin mendapatkan penerimaan tambahan bagi negara melalui rencana kenaikan CHT. Meski begitu, pihaknya meminta pemerintah untuk mempertimbangkan aspek serta dampak lain yang lebih luas di industri.

        "Sebagai petani tembakau perwakilan dari Pamekasan, sangat keberatan dengan rencana tersebut. Jangan hanya karena ingin mendapatkan tambahan penerimaan negara, petani tembakau yang dikorbankan," ucapnya kepada wartawan, dikutip keterangan tertulis, Rabu (24/8/2022).

        Baca Juga: Kadin Jatim Minta Pemerintah Jangan Terburu-Buru Menaikkan Cukai: Justru Menghambat Ekonomi

        Ketika tarif cukai naik, kata Samukrah, industri akan menekan biaya produksi. Salah satu caranya, industri bisa saja membeli tembakau dengan harga yang lebih rendah. "Akibatnya ya petani juga yang rugi. Lha wong biaya pokok produksi kami cukup tinggi," tegasnya. 

        Dalam waktu dekat, pihaknya akan melakukan pertemuan bersama seluruh petani tembakau untuk membahas rencana kenaikan CHT, termasuk SKT. Termasuk membahas berapa biaya produksinya. "Yang jelas, Pamekasan itu lahan tembakaunya 32 ribu hektare atau 57 persen dari seluruh area tembakau di Jawa. Belum daerah lain di pulau Madura seperti Sumenep dan Sampang," terusnya.

        Pertemuan tersebut dinilai penting karena dengan begitu hasilnya nanti diharapkan akan membuat pemerintah semakin mengerti kenapa penolakan kenaikan CHT pada 2023 ini terjadi. 

        "Saya khawatir pemerintah tidak tahu soal ini, sehingga bisa begitu saja memutuskan sesuatu yang menyangkut nasib orang banyak," ujar Samukrah.

        Baca Juga: Bea Cukai: Penerimaan BK dari Sawit Catat Rekor Tertinggi Sepanjang Tahun Ini!

        Direktur Industri Minuman, Hasil Tembakau, dan Penyegar Kementerian Perindustrian (Kemenperin) Edy Sutopo berharap seluruh pihak sebaiknya memandang persoalan di IHT dengan jernih, dikarenakan di sektor industri juga terdapat industri padat karya yang proses produksinya masih manual dengan tangan.

        "Semuanya perlu duduk bareng agar tercipta keputusan yang benar-benar pro terhadap pemulihan ekonomi, sesuai tagline pulih lebih cepat, bangkit lebih kuat. Kita berharap kenaikan CHT ditunda," ungkapnya, kepada wartawan.

        Baca Juga: Ditjen Bea Cukai dan LPEI Kolaborasi Dorong UMKM Menembus Ekspor

        Terlebih, berdasarkan data yang sama, lanjut Edy, IHT sudah terkontraksi cukup dalam sejak munculnya pandemi COVID-19. Di mana pertumbuhannya minus 5,78 persen pada tahun 2020 dan tahun berikutnya tumbuh tapi masih negatif yakni minus 1,32 persen. 

        "Sedangkan triwulan kedua 2022, tumbuh ke level minus 0,03 persen. Artinya, IHT memang membaik namun masih terkontraksi. Menunjukkan bahwa daya beli masyarakat belum benar-benar pulih," ucapnya.

        Mau Berita Terbaru Lainnya dari Warta Ekonomi? Yuk Follow Kami di Google News dengan Klik Simbol Bintang.

        Editor: Ayu Almas

        Bagikan Artikel: