Inflasi Terjaga dan Sektor Manufaktur Ekspansif, Kemenkeu: Diupayakan Kuat dan Stabil
Sektor manufaktur Indonesia kembali melanjutkan ekspansi dan terus menguat. Hal ini tercermin dari peningkatan Purchasing Managers‘ Index (PMI) manufaktur Indonesia yang mencapai 51,7 poin pada Agustus 2022 (Juli, 51,3 poin) dan menjadi level tertinggi selama empat bulan terakhir.
Menurut Kepala Badan Kebijakan Fiskal, Kementerian Keuangan, Febrio Kacaribu, pertumbuhan ini didorong baik oleh peningkatan permintaan baru maupun peningkatan output. Selain itu, jelas Febrio, tekanan inflasi yang terkendali juga memiliki andil dalam ekspansi sektor manufaktur.
Baca Juga: Tekanan Inflasi Tinggi Bisa Ganggu Kinerja Manufaktur Indonesia
"Pemerintah akan terus berupaya menjaga momentum ini tetap stabil agar sektor manufaktur tetap mampu menopang pemulihan ekonomi yang terus berlanjut di tengah ketidakpastian global saat ini," jelas Febrio Kacaribu dalam keterangan resminya, Jumat (2/9/2022).
Tren penguatan PMI juga dialami beberapa negara ASEAN, seperti Thailand 53,7 poin (Juli, 52,4 poin) dan Filipina 51,2 poin (Juli, 50,8 poin). Sementara, Malaysia dan Jepang sedikit melambat masing-masing pada 50,3 poin (Juli, 50,6 poin) dan 51,5 poin (Juli, 52,1 poin), serta Korea Selatan masih terkontraksi pada 47,6 poin (Juli, 49,8 poin).
Peningkatan output manufaktur dan permintaan baru sangat baik dengan laju pertumbuhan tercepat dalam enam bulan. "Laju pertumbuhan ini terjadi karena permintaan yang kuat dan pemulihan pasar secara keseluruhan. Ini menandakan bahwa pemulihan dari sisi konsumsi terus melanjutkan tren penguatan," imbuhnya.
Indikasi penguatan permintaan lainnya adalah peningkatan stok persediaan pascaproduksi serta aktivitas pembelian oleh produsen yang tercatat masih meningkat selama tujuh bulan berturut-turut. Pencapaian baik lainnya di antaranya terjadi pada tingkat penyerapan tenaga kerja yang melanjutkan pertumbuhan serta harga input dan biaya output yang menurun.
Secara keseluruhan, sentimen bisnis di sektor manufaktur Indonesia tetap bertahan positif di tengah harapan akan berlanjutnya pemulihan permintaan domestik.
Dari sisi inflasi, pada Agustus 2022 inflasi tercatat 4,69 persen (yoy), turun dibandingkan Juli 4,94 persen (yoy). Secara bulanan (mtm), bulan Agustus mencatatkan deflasi sebesar 0,21 persen yang merupakan deflsi terbesar sejak September 2019. Sementara itu, inflasi inti (core inflation) pada Agustus 2022 sebesar 3,04 persen (yoy) meningkat (Juli 2,86 persen).
Kenaikan inflasi inti terjadi pada hampir seluruh kelompok barang dan jasa, seperti sandang, layanan perumahan, pendidikan, rekreasi, dan penyediaan makanan dan minuman/restoran. Kenaikan inflasi pendidikan terjadi seiring dengan masuknya tahun ajaran baru. "Meningkatnya inflasi inti ini menunjukan pemulihan daya beli masyarakat yang makin kuat," lanjut Febrio.
Inflasi pangan bergejolak (volatile food) mengalami penurunan ke level 8,93 persen (yoy) (Juli 11,47 persen). Hal ini didorong oleh membaiknya pasokan produk holtikultura seiring membaiknya panen di daerah-daerah sentra produsen pangan. Harga minyak goreng juga mencatatkan penurunan seiring harga CPO yang melambat.
"Untuk memitigasi risiko inflasi yang berasal dari bahan pangan, Pemerintah akan mendorong percepatan dan efektivitas pemanfaataan anggaran ketahanan pangan," lanjut Febrio.
Baca Juga: Kemenkeu Dukung RUU Pemekaran Provinsi Papua Barat Daya
Inflasi harga diatur pemerintah (administered price) pada Agustus 2022 sedikit meningkat ke 6,84 persen (yoy) (Juli, 6,51 persen). Sementara itu, tarif angkutan udara mengalami penurunan seiring dengan penurunan harga avtur dan pembebasan tarif Penerimaan Negara Bukan Pajak (PNBP) untuk pendaratan dan penyimpanan pesawat di bandara.
"Anggaran subsidi dan kompensasi energi yang terus meningkat sejak 2020 telah melindungi daya beli masyarakat dan menjaga momentum pemulihan ekonomi," ujarnya.
Ke depan, koordinasi dan sinergi dengan Pemerintah Daerah diperlukan untuk mengatasi risiko inflasi ke depan. Beberapa kebijakan yang akan dilakukan adalah kerja sama perdagangan untuk menjaga keseimbangan suplai dan demand antardaerah serta percepatan penyaluran APBD.
"Dari sisi suplai, Pemerintah akan terus memastikan faktor kelancaran pasokan dan distribusi terutama untuk energi dan pangan. Berbagai anggaran yang dapat berkontribusi untuk pengendalian inflasi di daerah adalah Dana Transfer ke Dareah dan Dana Desa (TKDD) untuk ketahanan pangan serta pembangunan jalan, jembatan, dan lainnya yang diharapkan memperlancar pasokan dan distribusi barang. Dari sisi permintaan, Pemerintah juga akan kolaborasi dengan otoritas terkait," pungkas Febrio.
Mau Berita Terbaru Lainnya dari Warta Ekonomi? Yuk Follow Kami di Google News dengan Klik Simbol Bintang.
Penulis: Martyasari Rizky
Editor: Puri Mei Setyaningrum
Tag Terkait: