Adian Napitupulu Sebut Demokrat Perlu Belajar Matematika dan Sejarah Sebelum Demo BBM, Ini Balasannya
Aksi demo Partai Demokrat atas kenaikan Bahan Bakar Minyak (BBM) ditanggapi oleh Anggota DPR RI FPDI Perjuangan, Adian Napitupulu. Dilansir dari akun instagram @kameraperistiwa Andian menulis bahwa Demokrat harusnya belajar matematika dan sejarah dulu.
“Di era SBY total kenaikan harga BBM (Premium) Rp 4.690 sementara di era Jokowi total kenaikan BBM jenis Premium/Pertalite Rp 3.500. Jadi SBY menaikan BBM lebih mahal Rp 1.190 dari Jokowi,” tulis Adian.
Menanggapi tulisan Andian, Demokrat tidak tinggal diam melalui Hendri Teja,
selaku Sekretaris Bakomstra DPP Partai Demokrat mereka memberikan balasan.
Baca Juga: BBM Baru Saja Naik, Loyalis Megawati Tiba-tiba Kritik Habis Cara Main Jokowi
“Adian mesti cross check data. Kenaikan BBM era SBY sangat tergantung harga minyak mentah dunia. Jika harga minyak mentah dunia naik, maka harga BBM naik, dan begitu sebaliknya,” tulis Hendri Teja melalui keterangan tertulisnya yang diterima Warta Ekonomi, Kamis (08/09/22).
Menurutnya ini adalah alasan, era SBY pernah menurunkan harga BBM premium hingga Rp 4.500 ketika harga minyak mentah dunia turun.
“Sementara pada Juli 2018, ketika harga minyak mentah dunia meroket sampai US$ 128,08 per barel, SBY mampu mempertahankan harga BBM Premium di angka Rp 6.000. Bandingkan dengan era Jokowi yang mematok harga BBM Pertalite pada kisaran Rp 7.450-Rp 8.400 pada 2015-2018, padahal saat itu harga minyak dunia sedang nyungsep-nyungsepnya,” tulisnya.
Misalnya, pada Januari 2016, harga minyak mentah dunia jatuh ke titik terendah yaitu US$ 27,02 per barel, tapi harga BBM Pertalite tetap dipatok Rp7.900.
“Bisa anda bayangkan? Harga minyak mentah dunia lebih murah US$ 100 dollar dari era SBY, tapi harga BBM era Jokowi justru lebih mahal Rp 1.900,” tambahnya.
Hendri Teja mengatakan Demokrat menggap era Presiden Jokowi sesungguhnya merupakan era tergerusnya keberpihakan pemerintah kepada rakyat kecil.
“Tragis memang. Pasalnya, Jokowi dicitrakan sebagai petugas partai dari PDIP yang selama ini mengklaim sebagai partai wong cilik. Bahkan PDIP sempat mengorganisasi unjuk rasa, menangis bombay, serta menolak BLT dan BSLM ketika harga BBM dinaikan tipis-tipis pada era SBY,” tulisnya.
Hendri juga menyarankan Adian bisa lebih telisik membaca data, dan catatan sejarah sehingga tidak terjebak menjadi pendukung pemerintah yang membabi buta.
Mau Berita Terbaru Lainnya dari Warta Ekonomi? Yuk Follow Kami di Google News dengan Klik Simbol Bintang.
Penulis: Sabrina Mulia Rhamadanty
Editor: Sabrina Mulia Rhamadanty