Menu
News
EkBis
New Economy
Kabar Finansial
Sport & Lifestyle
Kabar Sawit
Video
    Indeks
      About Us
        Social Media

        Kasus Formula E Bikin Mantan Pimpinan KPK Nantang Pimpinan KPK: Pak Anies Mau Dikenakan Pasal Berapa? Kerugian Negara Enggak Ada!

        Kasus Formula E Bikin Mantan Pimpinan KPK Nantang Pimpinan KPK: Pak Anies Mau Dikenakan Pasal Berapa? Kerugian Negara Enggak Ada! Kredit Foto: Sufri Yuliardi
        Warta Ekonomi, Jakarta -

        Upaya pimpinan KPK yang pantang mundur menyelidiki kasus Formula E dapat kritikan dari pimpinan KPK lama. Saut Situmorang, mantan pimpinan KPK nantang pimpinan KPK sekarang soal unsur pidana korupsi dalam kasus Formula E. Pak Firli Bahuri, ada yang nantang tuh...

        Pernyataan itu disampaikan Saut saat menjadi pembicara dalam diskusi yang digelar Universitas Al Azhar Jakarta secara daring, kemarin. Dalam diskusi tersebut, Saut merasa heran dengan lembaga yang saat ini dipimpin Firli Bahuri yang menurutnya terlalu memaksakan mengusut kasus Formula E, ajang balap yang digelar Gubernur DKI Jakarta, Anies Baswedan beberapa bulan lalu.

        Menurutnya, tidak ada pasal dalam Undang-undang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi (UU Tipikor) yang bisa dipakai untuk menyatakan Formula E masuk kategori korupsi. Apalagi untuk menjerat Anies sebagai tersangka dalam kasus tersebut.

        “Sekarang saya tanya deh. Untuk kasus ini, pak Anies mau dikenakan Pasal berapa kira-kira? Mari bangsa Indonesia sekarang tanya terbuka. Pak Anies ini mau dikenakan pasal berapa? Kerugian negara enggak ada. Kickback (suap) enggak ada,” ulas Saut, dalam diskusi tersebut.

        Baca Juga: Masyarakat Adat Papua dan KPK akan Satu Suara Proses Hukum Lukas Enembe

        Pria asal Medan ini juga mempertanyakan soal kerugian negara dalam penyelenggaraan Formula E yang belakangan ramai dibicarakan. Menurutnya, Anies tidak memenuhi unsur-unsur sebagamana ketentuan Pasal 2 ayat 1 atau Pasal 3 UU Tipikor yang mengatur kerugian negara.

        “Saya sudah membayangkan, kalau saya hadir di rapat (ekspose) itu pun saya bingung. Katakan ada negara rugi, kasus ini enggak ada, BPK sudah lapor, kickback enggak ada, terus kita mau hukum siapa, dan dikenakan Pasal berapa?” tutur Saut.

        “Sekarang saya tanya deh. Untuk kasus ini, pak Anies mau dikenakan Pasal berapa kira-kira? Mari bangsa Indonesia sekarang tanya terbuka. Pak Anies ini mau dikenakan pasal berapa? Kerugian negara enggak ada. Kickback (suap) enggak ada,” ulas Saut, dalam diskusi tersebut.

        Pria asal Medan ini juga mempertanyakan soal kerugian negara dalam penyelenggaraan Formula E yang belakangan ramai dibicarakan. Menurutnya, Anies tidak memenuhi unsur-unsur sebagamana ketentuan Pasal 2 ayat 1 atau Pasal 3 UU Tipikor yang mengatur kerugian negara.

        “Saya sudah membayangkan, kalau saya hadir di rapat (ekspose) itu pun saya bingung. Katakan ada negara rugi, kasus ini enggak ada, BPK sudah lapor, kickback enggak ada, terus kita mau hukum siapa, dan dikenakan Pasal berapa?” tutur Saut.

        Mantan pimpinan KPK lainnya, Bambang Widjojanto bicara soal informasi yang didapatnya terkait proses penyelidikan dugaan korupsi Formula E. Ia berharap info yang didengarnya tak benar.

        “Sudah, nanti pakai saja Pasal 40 UU KPK. Kalau memang tidak ada, naikin saja dulu. Kalau tidak ada, bikin saja SP3’. Ini kan permufakatan jahat, kalau betul informasi itu,” cetus pria yang akrab disapa BW, kemarin.

        Pasal 40 yang dimaksud BW ialah Pasal 40 UU Nomor 19/2019 tentang KPK. Pasal 40 UU KPK itu mengatur wewenang KPK untuk menghentikan penyidikan suatu perkara.

        BW mengatakan, KPK seharusnya tidak membuka hasil penyelidikan kasus ini. Namun, KPK bisa membuka hasil ekspose terkait Formula E tersebut. “Apa dasarnya kalau dibuka? Ada di Pasal 20 ayat 2 huruf c, buka itu. Hari ini, di antara penegak hukum, trust publik kepada KPK itu rendah,” kata BW.

        Pasal 20 ayat 2 huruf c UU KPK itu mengatur soal bentuk pertanggungjawaban publik KPK lewat membuka akses informasi. Ia berharap KPK membuka akses informasi tersebut.

        “Jadi, kalau Pak Alex Marwata, itu ingin membukanya keren tuh, tapi apa bisa Deputi (KPK) itu menegasikan pernyataan komisioner, yang mana yang benar,” sindirnya.

        “Dan saya memberikan dasar justifikasinya Pasal 20 ayat 2 huruf c Undang-undang KPK memberikan dasar legitimasi untuk membuka itu, come on, mari buka,” tambahnya.

        Sementara itu, Guru Besar Fakultas Hukum Universitas Al Azhar Indonesia, Prof Suparji Ahmad meminta KPK menghentikan proses hukum Formula E. Menurutnya, dalam menentukan ada peristiwa pidana atau tidak saja dalam waktu yang relatif lama, itu menunjukkan ketidakjelasan tentang peristiwa pidana dalam konteks kasus tersebut.

        Jika mencermati konstruksi kasus Formula E, kalau konstruksikan sebagai tindak pidana korupsi sejauh ini unsur-unsurnya tidak terpenuhi. Baik apakah itu pasal 2, pasal 3, pasal gratifikasi atau pasal suap yang lainnya. Dalam konteks pasal 2 atau pasal 3 misalnya, kata dia, hal yang harus dicermati dalam pasal itu adalah sesuai dengan semangat pemberantasan korupsi.

        “Sejauh pengetahuan saya unsur-unsur itu tidak terpenuhi dalam arti tidak ada indikasi-indikasi. Tidak ada alat-alat bukti atau barang bukti yang menunjukkan bahwa unsur memperkaya itu ada,” ulas Suparji.

        Sebelumnya, KPK menegaskan bahwa penyelidikan ada tidaknya dugaan tindak pidana korupsi dalam kasus Formula E masih terus jalan. Meskipun banyak kritik dan dianggap politis, lembaga antirasuah itu tetap melanjutkan penyelidikan di kasus tersebut.

        Bahkan, baru-baru ini, KPK yg telah mendatangi BPK untuk tanya-tanya soal kerugian negara dalam gelaran ajang balap mobil listrik itu. Meskipun menuai banyak kritikan, KPK maju tak gentar.

        Soal pertemuan dengan BPK itu dibenarkan oleh Wakil Ketua KPK Alexander Marwata. Komisioner berlatar hakim ini mengaku, pertemuan itu digelar akhir September lalu. Kata Alex, pertemuan dengan BPK hanya bicara tentang hukum dalam menangani suatu laporan/perkara.

        Kata dia, BPK dalam menghitung kerugian negara tidak mempertimbangkan mens rea atau niat jahat. Auditor, lanjut dia, tidak menyimpulkan siapa pelaku yang harus dimintai pertanggungjawaban, melainkan hanya sebatas mengungkap fakta.

        “Sekali lagi saya sampaikan, KPK tidak pernah menargetkan orang. Bahkan, saya sampaikan beberapa kali bahwa KPK belum pernah menyebutkan seseorang sebagai tersangka, karena masih penyelidikan,” tegas Alex.

        Mau Berita Terbaru Lainnya dari Warta Ekonomi? Yuk Follow Kami di Google News dengan Klik Simbol Bintang.

        Editor: Fajria Anindya Utami

        Bagikan Artikel: