Penelitian Vaksin Nusantara yang Digagas Terawan Agus Putranto Kembali Terbit di Jurnal Ilmiah
Penelitian Vaksin Nusantara yang digagas mantan Menteri Kesehatan, Terawan Agus Putranto, kembali terbit di jurnal ilmiah.
Kali ini, penelitian vaksin berbasis sel dentritik itu dipublikasikan di website National Library of Medicine dengan judul "A personal COVID-19 dendritic cell vaccine made at point-of-care: Feasibility, safety, and antigen-specific cellular immune responses".
Baca Juga: Satgas Covid Laporkan 64,80 Juta Jiwa Telah Mendapat Vaksin Dosis Ketiga
"Dengan masuknya kembali Vaksin Nusantara di jurnal medis internasional membuktikan bahwa vaksin hasil karya anak bangsa diakui dunia internasional," kata Ketua Umum Dewan Pimpinan Nasional (DPN) Vox Point Indonesia, Handoyo Budi Sedjati, Jumat (28/10/2022).
Untuk itu, Handoyo berharap agar pemerintah Indonesia dapat segera mengeluarkan regulasi agar vaksin covid-19 pertama di dunia yang menggunakan sel dendritik dapat diakses oleh masarakat Indonesia. Apalagi tingkat keberhasilan Vaksin Nusantara telah terbukti dapat melindungi diri dari paparan virus corona yang telah bermutasi dalam berbagai varian.
"Sejumlah anggota masyarakat yang terkena inflamasi paska covid-19 terbukti dapat disembuhkan usai mendapatkan Vaksin Nusantara," kata Ketua Umum DPN Vox Point Indonesia.
Seperti dikutip dari website National Library of Medicine, https://pubmed.ncbi.nlm.nih.gov/36018753/, tingkat efikasi dan efektivitas vaksin berbasis sel dendritik mencapai sebesar 96,8% persen.
Baca Juga: Pemerintah Utamakan Penggunaan Vaksin Covid-19 Produksi Dalam Negeri
"Penelitian ini bertujuan untuk menetapkan kelayakan vaksin sel dendritik pribadi terhadap protein lonjakan SARS-CoV-2, menetapkan keamanan injeksi vaksin subkutan tunggal, dan menentukan respons imun spesifik antigen setelah vaksinasi," tulis jurnal itu.
Dalam jurnal itu dijelaskan, pada penelitian fase I sebanyak 31 subjek ditugaskan ke salah satu dari sembilan formulasi sel dendritik dan limfosit (DCL) autologus yang diinkubasi dengan 0,10, 0,33, atau 1,0 g protein lonjakan SARS-CoV-2 rekombinan.
Lalu, dicampur dengan saline atau 250 atau 500 g faktor perangsang koloni granulosit-makrofag (GM-CSF) sebelum injeksi. Kemudian dinilai untuk keamanan dan respons humoral.
"Pada Fase 2, 145 subjek diacak ke salah satu dari tiga formulasi yang ditentukan oleh inkubasi dengan tiga jumlah protein lonjakan yang sama tanpa GM-CSF, kemudian dinilai untuk keamanan dan respons seluler. Vaksin berhasil diproduksi untuk setiap subjek di titik perawatan," jelasnya.
Baca Juga: Capaian Vaksinasi Booster di Tangerang Selatan Capai 66%
"Sekitar 46,4% subjek memiliki efek samping (AE) grade 1; 6,5% memiliki grade 2 AE. Di antara 169 subjek yang dapat dievaluasi, tidak ada alergi akut, grade 3 atau 4, atau AE serius," lanjutnya.
Pada fase 1, antibodi domain pengikat anti-reseptor meningkat pada 70% subjek pada hari ke-28.
"Pada Fase 2, pada 127 subjek yang tidak memiliki sel penghasil interferon gamma tingkat tinggi pada awal, 94,4% telah meningkat pada hari ke-14 dan 96,8% pada hari ke-28," kata dia.
Baca Juga: Pengelola PLTU Jawa 9 & 10 Berikan Vaksin Booster ke Warga dan Karyawan
Di akhir penjelasannya, disebutkan pembuatan vaksin pribadi di tempat perawatan dapat dilakukan.
"Pengembangan lebih lanjut dari vaksin khusus subjek tersebut diperlukan," tandasnya.
Mau Berita Terbaru Lainnya dari Warta Ekonomi? Yuk Follow Kami di Google News dengan Klik Simbol Bintang.
Editor: Ayu Almas
Tag Terkait: