John Riady: Bubble Digital & Resesi Tak Halangi Indonesia Jadi Episentrum Pertumbuhan
Rontoknya investasi perusahaan teknologi digital dan kemelut resesi global yang diprediksi terjadi pada tahun depan seharusnya tidak membuat Indonesia dan kawasan Asean kehilangan momentum pertumbuhan. Pasalnya, kondisi tremor tersebut merupakan konsekuensi wajar dari situasi global hari ini, tetapi katalis pertumbuhan masih cukup banyak untuk Indonesia dan Asean.
Hal itu diungkapkan Direktur Eksekutif Lippo Group, John Riady, beberapa waktu lalu dalam kegiatan Cathay Forum ke 9 di Singapura. Dia menyebut saat ini bubble startup sebagai fenomena wajar agar aliran investasi seiring sejalan dengan pengembangan pasar secara riil.
Baca Juga: Cara Memahami Product Development di Dunia Startup Bersama VP Product Tokopedia
Singkatnya, tegas John, fenomena ini akan menguji sekian banyak perusahaan teknologi digital yang relevan bagi pasar, serta memvalidasi valuasi. Menurutnya, hal tersebut akan memberikan imbas positif bagi berbagai inovasi dan solusi bagi masyarakat menyongsong era digital lebih lanjut ke depan.
Sementara, terkait dengan potensi resesi yang menjelang, John menilai kondisi Indonesia dan kawasan Asean masih memiliki kekuatan guna meredam dampak terburuknya. Sewaktu perdagangan internasioal lesu akibat kontraksi perekonomian yang terjadi di negara-negara besar, Indonesia dan negara kawasan Asean masih bisa mengandalkan pasar domestik maupun regional.
"Persoalan utama memang masih menghantui, seperti terganggunya rantai pasok global, berimbas kepada aliran bahan baku maupun sektor energi. Namun, dari perkiraan berbagai lembaga global, Indonesia dan kawasan Asean masih jauh lebih baik," ungkapnya dalam keterangan tertulis yang diterima di Jakarta, Selasa (8/11/2022).
Di sisi lain, dia meyakini Asean ke depan akan jauh lebih berkembang. Saat ini saja, jelas John, Asean merupakan kawasan ekonomi terpadat ketiga di dunia dengan tingkat pertumbuhan nomor tiga setelah China dan India.
Sejalan dengan itu, berdasarkan riset IMF bersama Standard Chartered pada 2030, Indonesia akan menjadi negara peringkat empat PDB terbesar di dunia yang mencapai US$10,1 triliun. Indonesia membuntuti posisi China, India, dan Amerika Serikat.
Proyeksi tersebut, ungkap John, sangat mungkin terealisasi mengingat jumlah populasi produktif yang cukup besar. Pada 2030 saja, populasi usia kerja di Asean bakal meningkat 40 juta orang dari saat ini, di saat negara lainnya mengalami penyusutan. "Dan Asean, Indonesia mengambil porsi sekitar setengahnya," kata John.
Faktor yang sama akan membuat penetrasi digital di Indonesia akan makin masif ke depan. Mengacu riset Google dan Bain, pertumbuhan ekonomi digital di Indonesia mengalami lonjakan tajam sejak dua tahun lalu, bahkan pada 2030 ekonomi digital di Indonesia diprediksi akan mencapai nilai sebesar US$330 miliar, meningkat lima kali lipat dari 2021 yang sebesar US$70 miliar.
John menilai prediksi itu tidak mengejutkan. Sebab, katanya, diukur dari sudut valuasi perusahaan teknologi digital saja terjadi peningkatan 1.000 kali lipat dalam 8 tahun terakhir. "Pada 2014, value dari seluruh perusahaan teknologi di Indonesia hanya berkisar Rp1 triliun. Saat ini dengan makin majunya perusahaan tersebut, nilainya bisa mencapai Rp1.000 triliun," ungkap John.
Baca Juga: Jadi yang Terbesar dan Terunik di Asia Tenggara, Bagaimana Situasi Ekonomi Digital Indonesia?
Karena itu, sejauh ini Lippo Group, sebut John, juga akan memainkan peran penting bagi laju tersebut. Menurutnya, Lippo Group akan mengawal episentrum pertumbuhan Asean dan dunia dengan mengoptimalkan lagi kinerja seluruh tentakel bisnis yang meliputi properti, kesehatan, ritel, dan investasi teknologi.
"Lippo Group memainkan proksi bagi kemajuan ekonomi Indonesia secara signifikan, dan kami akan terus memanfaatkan perubahan teknologi untuk berinovasi, serta memperkuat posisi kepemimpinan kami," tutup John.
Mau Berita Terbaru Lainnya dari Warta Ekonomi? Yuk Follow Kami di Google News dengan Klik Simbol Bintang.
Editor: Puri Mei Setyaningrum
Tag Terkait: