Menu
News
EkBis
New Economy
Kabar Finansial
Sport & Lifestyle
Video
    Indeks
      About Us
        Social Media

        Indonesia Bisa Gak Bergantung Pabrikan Barat Kalau Pesawat Tempur KF-21 Boramae Sukses

        Indonesia Bisa Gak Bergantung Pabrikan Barat Kalau Pesawat Tempur KF-21 Boramae Sukses Kredit Foto: Reuters
        Warta Ekonomi, Jakarta -

        Pemerintah Indonesia dan Korea Selatan saat ini sedang menjalin kerja sama mengembangkan program pesawat tempur KFX/IFX. Program ini didanai oleh kedua negara dengan system cost sharing.

        Pesawat tempur KFX/IFX atau KF-21 Boramae ini dikembangkan berdasarkan Requirement dan Konsep Operasi TNI-AU dan ROKAF Produksi pesawat tempur ini berada di Medium-class 4.5 Generation Multi Role Fighter Aircraft dengan kemampuan F16++.

        Baca Juga: Lebih dari 60 Jet Tempur China Mondar-mandir di Sekitar Taiwan, Siap Menerkam?

        Pesawat ini memiliki karakter semi-stealth (low observable), smart avionics with sensor fusion, beyond & within visual range weapon system, highly maneuverable dan interoperability concept.

        Menurut Mantan Sekjen Kemenhan era 2010-2013 Marsekal Madya TNI (Purn) Eris Herryanto, program ini sangat penting bagi Indonesia.

        Hal ini disampaikan saat menjadi pembicara dari workshop journalist yang digelar FPCI bertajuk “11 Years and Counting: Assessing Indonesia-Korea Defense Cooperation” secara virtual.

        Apabila Indonesia bisa membuat pesawat tempur sendiri melalui program itu, maka akan membuka banyak peluang besar ke depan baik untuk perekonomian maupun pertahanan dalam negeri.

        Menurut pengamat militer dan pertahanan itu, bila pesawat tempur dibuat negara lain maka Indonesia hanya bisa bergantung pada operational requirement menyesuaikan dengan spesifikasi teknis pesawat yang dibeli.

        Selain itu terjadi pembatasan terhadap konfigurasi, performa dan persenjataan sehingga terjadi degradasi teknologi. 

        “Bila membuatnya sendiri maka desain pesawat bisa memenuhi operational Requirement TNI AU. Kita juga bisa bebas menentukan konfigurasi sehingga menjamin kemampuan pengembangan teknologi pesawat tempur yang berkelanjutan,” papar Eris. 

        Selain itu, sambung Eris, bila Indonesia selalu membeli pesawat tempur dari luar negeri akan menimbulkan ketergantungan terhadap negara pembuat. Indonesia juga dikhawatirkan tidak akan mempunyai kemampuan teknologi pesawat tempur karena tertinggal setelah dibanding negara lain dan tak memiliki kemampuan upgrade.

        “Kalau negara pembuat pesawat tempur itu mengembargo kita, Indonesia akan kesulitan mendapat suku cadang lagi. Selain itu, kalau kita hanya bisa membeli, mahal karena tergantung pada OEM sehingga biaya operasi dan perawatan yang tinggi,” tegas Eris.

        Dia mengatakan akan lebih baik Indonesia membuat sendiri melalui program bersama Korea Selatan ini sehingga bisa membuka peluang ekspor ke negara-negara lain yang membutuhkan. 

        “Kalau membuat sendiri tentu akan mengurangi ketergantungan pada luar negeri. Biaya operasional lebih murah dengan konsep perawatan yang sesuai serta biaya dapat ditekan.

        Kita juga bisa mempunyai kemampuan teknologi pesawat tempur untuk menjaga tetap up-to-date dan dapat dimanfaatkan untuk industri pertahanan lain dan nonpertahanan,” lanjutnya.

        Dalam workshop tersebut juga hadir Direktur Umum Senior Program KPX Group di Defense Aqcuisition Program Administration (DAPA) Korsel Brigjen (purn) Jung Kwang-sun.

        Menurut Jung Kwang-sun, ide awal kerja sama Indonesia dan Korea Selatan dalam bidang pertahanan itu telah terjalin sejak 2010 lalu. Menurutnya, banyak manfaat yang bisa didapat Indonesia melalui program tersebut.

        “Menurut saya ini dapat menjadi pelajaran penting bagi Indonesia. Melalui perpaduan teknologi dari kedua negara, Indonesia bisa mendapatkan sejumlah manfaat, terutama bisa memiliki jet tempur yang diinginkan TNI AU,” ujar Jung Kwang.

        Mau Berita Terbaru Lainnya dari Warta Ekonomi? Yuk Follow Kami di Google News dengan Klik Simbol Bintang.

        Editor: Muhammad Syahrianto

        Bagikan Artikel: