Ketidakpastian pasar dan perlambatan ekonomi mengaburkan prospek permintaan minyak sawit global. Harga diperkirakan akan turun tahun depan setelah mencapai rekor tertinggi setelah invasi Rusia ke Ukraina.
Beberapa pelaku industri dan analis yang berkumpul di Konferensi Minyak Sawit Indonesia pekan lalu memperkirakan bahwa minyak sawit berjangka Malaysia untuk pengiriman dalam tiga bulan berkisar antara 3.500 ringgit ($ 738) dan 5.000 ringgit per ton hingga kuartal pertama 2023.
Harga berdiri di sekitar 4.400 ringgit per ton dalam seminggu terakhir setelah mencapai 7.000 ringgit antara Maret dan Mei. Rekor harga terjadi karena pertempuran Rusia-Ukraina mengganggu pengiriman minyak bunga matahari, di mana Ukraina adalah produsen utama, membuat harga minyak nabati global melonjak.
Hal ini juga mendorong Indonesia, produsen minyak sawit terbesar di dunia, untuk memberlakukan larangan ekspor komoditas selama tiga minggu antara April dan Mei di tengah krisis minyak goreng domestik.
"Secara historis, harga saat ini masih tinggi dan akan tetap stabil hingga akhir tahun," kata Fadhil Hasan, Ketua Bidang Luar Negeri Gabungan Pengusaha Kelapa Sawit Indonesia (Gapki).
Baca Juga: Naik Lagi, Harga Tandan Buah Segar Petani Sawit Menjadi Rp2.819 per Kilogram
Fadhil mengungkapkan permintaan dari Tiongkok sebagai importir terbesar minyak sawit Indonesia, diperkirakan akan tetap berada di bawah tekanan selama tahun depan selama Beijing mempertahankan kebijakan lockdwon.
Data dari Gapki menunjukkan impor Tiongkok untuk minyak sawit Indonesia turun 30% tahun ini pada akhir Agustus menjadi sekitar 3 juta ton dibandingkan periode yang sama pada 2022.
“Penurunan China sebagian diimbangi oleh permintaan dari India dan Pakistan - importir minyak sawit Indonesia terbesar kedua dan ketiga - yang diperkirakan akan tetap kuat selama beberapa tahun ke depan,”pungkasnya.
Mau Berita Terbaru Lainnya dari Warta Ekonomi? Yuk Follow Kami di Google News dengan Klik Simbol Bintang.
Penulis: Boyke P. Siregar
Editor: Boyke P. Siregar
Tag Terkait: