UMKM telah menjadi tulang punggung negara di mana saat pandemi sektor UMKM telah berkontribusi dalam mendobrak ekonomi digital bangsa melalui digitalisasi UMKM untuk masuk ke ranah digital seperti e-commerce. Namun demikian, UMKM masih menghadapi banyak kendala yang salah satu kendala utamanya adalah biaya logistik tinggi yang tentu menjadi tantangan tersendiri bagi pelaku UMKM.
"[Biaya logistik yang tinggi] ini tidak bisa disangkal karena memang cukup membuat kinerja sektor logistik kita kurang optimal, karena memang kondisinya yang membuat kita agak menjadi tantangan besar khususnya buat operator transportasi dan juga logistik," tutur Rizal Edwin Manansang selaku Asisten Deputi Ekonomi Digital Kemenko Perekonomian RI dalam acara webinar yang diselenggarakan oleh AJI Indonesia bersama Tokopedia yang mengangkat tema Kupas Tuntas Tantangan dan Pluang Logistik Bagi UMKM di Indonesia pada Kamis (8/12/2022).
Edwin menyampaikan bahwa berdasarkan data dari Kementerian Keuangan pada tahun 2019, menunjukkan bahwa performa logisitik Indonesia masih harus diperbaiki, terutama pada permasalahan yang terletak pada biaya yang tinggi.
Baca Juga: Dukungan BUMN Genjot Pembukaan Lapangan Kerja Sektor UMKM
Dari data logistik, biaya logistik Indonesia cukup tinggi yaitu mencapai 23,5% dari PDB jika dibandingkan dengan negara lain seperti Singapura dan Amerika Serikat yang hanya 8% dari PDB, Uni Eropa, Jepang, dan Korea Selatan 9% dari PDB, India dan Malaysia 13% dari PDB, dan China 15% dari PDB.
Tidak hanya itu, Indonesia juga memiliki Logistic Performance Index (LPI) yang cukup rendah. Berdasarkan data dari Worldbank, Indonesia menempati peringkat ke-46 dari seluruh negara di dunia. Indonesia pun juga menempati posisi belakang di ASEAN. Di mana peringkat LPI 2018 nomor 1 di ASEAN ditempati oleh Singapura dengan skor LPI 4,00 dan menempati peringkat 7 di dunia, posisi kedua ditempati Thailand dengan skor LPI 3,41 dan menduduki peringkat 32 di dunia, posisi ketiga ditempati Vietnam dengan skor LPI 3,27 dan menduduki peringkat 39 di dunia, posisi keempat ditempati oleh Malaysia dengan skor LPI 3,22 dan menempati peringkat 41 di dunia, barulah disusu; Indonesia dengan skor LPI 3,15.
Indikator utama dari LPI Global ini antara lain mencakup bea cukai, infrastruktur, tracking dan tracing, ketepatan waktu, kualitas layanan logistik, kemudahan pengiriman, dan standar internasional. Tentu ini sangat disayangkan, di mana Edwin menyampaikan bahwa studi dari Worldbank menunjukkan bahwa dengan penurunan biaya logistik 1% itu dapat meningkatkan 2,1% pangsa pembeli e-commerce dan dapat meningkatkan 8% pembelian oleh konsumen.
"Di samping faktor biaya, ada juga faktor lain yang memengaruhi performance sektor logistik di Indonesia, yaitu masalah ketepatan dan kepastian sampainya barang konsumen di tangan konsumen akhir. Data dari Worldbank menyebutkan bahwa masalah rendahnya prediktabilitas ini masih menjadi kendala yang dihadapi oleh produsen di Indonesia, khususnya para UMKM kita, [di mana] 40% dari produsen kita menyatakan bahwa persoalan utama yang dihadapi adalah barang tidak diterima tepat waktu dan juga barang rusak ketika dalam perjalanan," tambah Edwin.
Sementara itu bagi pedagang kecil lain di sektor UMKM, masalah juga terjadi pada pengiriman barang ke daerah-daerah pedesaan di luar kota besar atau di luar Jawa di mana hal ini masih memiliki kendala besar di bagian logistik dan pergudangan. Selain itu permasalahan yang lain adalah dapat dikatakan pengusaha logistik di Indonesia ini masih sangat terfragmentasi sehingga tidak efektif dan efisien dalam mengoperasikan bisnisnya. Di samping itu 70% dari pelaku usaha logistik di Indonesia ini adalah pemain kecil dengan proses gudang yang masih manual.
Kemudian juga masih kurang optimalnya pemanfaatan transportasi pengiriman. Masih banyak UMKM yang melakukan penyewaan truk-truk pemgiriman untuk mengirimkan antar-kota ini dengan sistem pembayaran satu kali pembayaran sehingga akan memakan biaya double. Kemudian juga informasi-informasi terkait logistik, masalah pengiriman, kemudian informasi terkait waktu pengiriman juga masih belum standar dan juga masih minim detailnya. Belum juga terintegrasi yang mengakibatkan pengalokasian dana dan biaya untuk operasi kegiatan logisitik ini masih belum efisien.
Hal ini pun selaras dengan yang disampaikan oleh Samuel Simanjuntak selaku AVP of Fulfillment Business Development Tokopedia, di mana dalam 13 tahun perjalanan Tokopedia dalam membantu rekan UMKM telah mencapai jangkauan 99% kecamatan di seluruh Indonesia, namun dalam hal ini masih ada 1% kecamatan yang belum terjangkau, dengan permasalahan yang serupa adalah terkait dengan permasalahan logistik.
"Yang tidak kita jangkau ini adalah daerah-daerah yang memang kita tidak bisa jangkau bahkan melalui dari 13 mitra logistik yang kita punya. Jadi mungkin menggemakan kita sebagai negara kepulauan memang secara jangkauan ke beberapa kecamatan-kecamatan atau daerah-daerah terpencil itu tidak mudah dan bahkan mungkin dari pengalaman kita adalah kalaupun ada mitra logisitik yang bilang bisa [mengantarkan barang] ke daerah tersebut, itu antara harganya mahal banget atau kedua karena kepastian [sampainya barang] itu kurang bisa dipegang," ujar Samuel.
Mau Berita Terbaru Lainnya dari Warta Ekonomi? Yuk Follow Kami di Google News dengan Klik Simbol Bintang.
Penulis: Tri Nurdianti
Editor: Rosmayanti
Tag Terkait: