Lihat Gimana Pasar Baja Ringan Indonesia Terus-terusan Digempur Impor, DPR: Seperti Kacang Goreng!
Anggota DPR RI Komisi VI, Herman Khaeron menyebut meningkatnya konsumsi baja ringan menjadi penyumbang tertinggi impor baja di Indonesia. Menurutnya, ini disebabkan masih banyak pabrik di Indonesia yang tidak memproduksi baja ringan.
"Sekarang yang impor seperti kacang goreng itu baja ringan. Itu baja ringan impornya banyak sekali. Dengan alasan kapasitas produksi baja dalam negeri tidak spesifik memenuhi terhadap seluruh kebutuhan di baja ringan," kata Herman Khaeron dalam FGD Kaleidoskop Ketahanan Industri Baja Nasional Dalam Mendukung Pembangunan Infrastruktur dan Industri Manufaktur, Kamis (8/12/2022).
Baca Juga: Satu Suara Sama DPR, Menkeu Sri Mulyani: RUU PPSK Adalah Tonggak Penting Reformasi Keuangan!
Untuk itu, Herman menyebut peran UMKM penting. "Mata rantainya jangan terlalu panjang, kalau mata rantai terlalu panjang juga ini akan menyebabkan produk tidak kompetitif.Kalau produknya tidak kompetitif, maka produk asing akan mendominasi, mereka bisa melakukan dumping. Bahkan Cina dengan kemampuan untuk melakukan efisiensi dalam berbagai aspek ini bisa melakukan penetrasi harga, sehingga harga mereka akan jauh lebih murah dibandingkan dengan harga dalam negeri," ungkap Herman.
Selain itu, Herman mendorong pemerintah mengawasi masuknya baja impor melalui Batam. "Melakukan pengawasan terhadap masuknya baja impor ke kawasan bebas Batam, agar tidak keluar dan dijual di wilayah Indonesia. Ini juga bahaya, karena begitu masuk Batam dan dioper ke pasar dalam negeri. Sehingga produk impor seolah2 menjadi produk dalam negeri dengan kemudian menekan tingkat harga yang kompetitif di dalam negeri. Sehingga pada akhirnya, arus derasnya masuk dari kawasan bebas, kemudian pada sisi lain Industri baja yang memenuhi kriteria dan persyaratan termasuk SNI, pada akhirnya tidak mampu untuk berkompetisi," jelas Herman.
Berdasarkan data Badan Pusat Statistik (BPS), jumlah baja yang diimpor Indonesia sepanjang Januari hingga Mei 2022 mencapai 5,37 juta ton. Berdasarkan asalnya, impor besi dan baja paling banyak dari China sepanjang 2021, yakni US$2,74 miliar.
Sedangkan, Direktur Keberlanjutan Konstruksi, Direktorat Jenderal Bina Konstruksi, Kementerian Pekerjaan Umum Dan Perumahan Rakyat (PUPR) Kimron Manik mengatakan Kondisi pasokan material baja tahun 2021 memiliki kapasitas produksi sebesar 20,97 juta ton dengan tingkat utilitasi kapasitas produksi rata-rata sebesar 55,26 persen. pasokan supply baja nasional Tahun 2021 sebesar 11,59 juta ton. Sedangkan, konsumsi baja nasional sebesar 15,46 juta ton, dari jumlah tersebut 78% diantaranya untuk sektor konstruksi.
Baca Juga: Sejatinya Bisa Penuhi, Impor Baja Indonesia Nyatanya Masih Tinggi, Ternyata Ini Penyebabnya!
"Dengan melihat data tersebut, rata-rata utilisasi produksi industri baja nasional saat ini berada di level 50%. Dimana angka itu masih jauh dari growth utilitation sebesar 80%," tuturnya.
Kimron menyebut tingginya impor baja ringan disebabkan belum semua produk baja konstruksi memiliki SNI. Padahal telah banyak digunakan di pekerjaan konstruksi maupun infrastruktur.
Baca Juga: Harapkan Asnel Jadi Program Nasional, Nelayan Jakarta Siap Dukung Ganjar Pranowo Jadi Next Jokowi
Pemerintah lantas mendorong, pelaku usaha termasuk UMKM segera mengajukan SNI produk baja yang diproduksi. Kimron menyatakan SNI Wajib untuk seluruh material konstruksi dalam rangka menjamin mutu/kualitas produk dan mewujudkan persaingan usaha yang sehat.
Baca Juga: Dituduh Curi Start Kampanye Hingga Dilaporkan Bawaslu, Nasdem Siap Pasang Badan Buat Anies Baswedan
Herman setuju, langkah Kementerian PUPR membuat standarisasi untuk industri baja di Indonesia. "Nanti SNI untuk bisa memberikan penetapan terhadap industri2 baja yang berbasiskan impor tetapi memberikan space kelonggaran berdasarkan SNI untuk produk baja dalam negeri," harapnya.
Mau Berita Terbaru Lainnya dari Warta Ekonomi? Yuk Follow Kami di Google News dengan Klik Simbol Bintang.
Penulis: Rena Laila Wuri
Editor: Aldi Ginastiar
Tag Terkait: