Menu
News
EkBis
New Economy
Kabar Finansial
Sport & Lifestyle
Video
    Indeks
      About Us
        Social Media

        Pasal Kontroversial KUHP Bikin Amerika dan Australia Gerah, Uni Eropa Kasih Respons Santai

        Pasal Kontroversial KUHP Bikin Amerika dan Australia Gerah, Uni Eropa Kasih Respons Santai Kredit Foto: Flickr/European Parliament
        Warta Ekonomi, Jakarta -

        Uni Eropa lebih bijaksana dalam merespons Kitab Undang-Undang Hukum Pidana (KUHP) baru di Indonesia, berbeda dengan Australia dan Amerika Serikat

        Benua Biru tahu regulasi itu tidak langsung berlaku. Namun begitu, mereka mengajak Indonesia untuk mengkaji kembali “pasal panas” yang memicu keprihatinan banyak negara.

        Baca Juga: Jokowi Sindir Negara Arogan di Depan Uni Eropa: Hapuslah My Standard Is Better Than Yours

        Duta Besar Uni Eropa (Dubes UE) Vincent Piket mengungkapkan, ada dua area yang jadi perhatiannya. Yakni, area soal ruang kewarganegaraan, demokrasi, kebebasan berekspresi dan persamaan di depan hukum.

        “Itu satu blok,” terang Piket di sela-sela media gathering di Jakarta, Senin (12/12) malam.

        Untuk diketahui, KUHP dinilai memuat beberapa pasal karet. Seperti penghinaan terhadap Pemerintah, pidana bagi unjuk rasa tanpa pemberitahuan, hingga pidana bagi penyebaran berita bohong.

        Banyak analis menekankan pasal semacam ini dapat mengekang kebebasan berekspresi. Hal tersebut menjadi perhatian Piket.

        Pasal lainnya yang juga menuai sorotan, menurut Piket, blok kedua yakni aturan mengenai zina dan kohabitasi (pasangan yang tinggal bersama tanpa ikatan perkawinan).

        Aturan itu disebut akan membuat turis asing berpikir dua kali sebelum berlibur ke Indonesia. Padahal, Indonesia kerap menjadi negara tujuan liburan. Terutama Bali.

        Piket mengatakan, pasal yang mengatur ranah privat ini menghiasi pemberitaan utama di berbagai negara, tidak hanya di Eropa. Alhasil, pasal tersebut akan mengusik benak para pelancong sebelum memutuskan untuk berkunjung ke Indonesia.

        “Oleh sebab itu, UE harus memastikan tidak ada kerugian yang tidak semestinya kepada warga negaranya yang menetap atau berpergian ke Indonesia,” ucap Piket.

        Menurut Pasal 411, orang yang melakukan zina dapat dipidana penjara selama satu tahun. Sedangkan menurut Pasal 412, orang yang tinggal bersama sebagai suami istri di luar perkawinan dapat dipenjara selama enam bulan.

        Pemidanaan seks di luar nikah diatur dalam Pasal 413 ayat 1 yang berbunyi: “Setiap orang yang melakukan persetubuhan dengan orang yang bukan suami atau istrinya dipidana karena perzinaan dengan pidana penjara paling lama 1 (satu) tahun atau pidana denda paling banyak kategori II”.

        Selain itu, KUHP juga berpotensi memidana kohabitasi, yakni praktik tinggal seatap bersama lawan jenis di luar ikatan nikah. Aturan ini pun tertuang dalam Pasal 414 ayat 1 yang berbunyi: “Setiap orang yang melakukan hidup bersama sebagai suami istri di luar perkawinan dipidana dengan pidana penjara paling lama 6 (enam) bulan atau pidana denda paling banyak kategori II.”

        Kendati demikian, keduanya masuk dalam delik aduan. Artinya, perbuatan zina dan kohabitasi hanya dapat dilaporkan oleh istri/suami sah, atau anak serta orangtua terhadap pasangannya yang berzina atau kohabitasi.

        Menurut Piket, blok kedua lebih berkaitan dengan hal-hal moralitas. Dia bilang, pihaknya masih mempelajari KUHP untuk menentukan apakah memenuhi hukum internasional sehubungan dengan Hak Asasi Manusia (HAM). “Yang sebelumnya juga telah diadopsi Indonesia,” terangnya.

        KUHP yang baru akan berlaku tiga tahun setelah tanggal diundangkan. Yakni pada 2025. Menurut Piket, Pemerintah masih punya waktu untuk menanggapi kritik yang telah dilontarkan berbagai pihak.

        “Masih cukup waktu bagi Pemerintah untuk mengambil dan mendengarkan keprihatinan yang telah disampaikan,” tutur Piket.

        Menurut dia, dalam tiga tahun ke depan, tidak ada yang berubah. Secara de facto, tidak ada yang perlu dikhawatirkan. Selama masa tersebut, Piket menawarkan kesediaan untuk bekerja sama dengan Pemerintah Indonesia. Sebab, UE merupakan pemangku kepentingan dan mitra yang erat bagi Indonesia.

        “Kita memiliki hubungan yang didasarkan pada nilai-nilai bersama pada konvensi hak asasi manusia internasional yang telah ditandatangani dan dilaksanakan kita semua,” tandasnya.

        Sebelumnya, Departemen Luar Negeri dan Perdagangan (DFAT) Australia mengeluarkan peringatan untuk warganya menyusul pengesahan KUHP baru di Indonesia yang turut melarang seks di luar nikah.

        Dilansir dari news.com.au, DFAT merilis imbauan terbaru bagi warga Australia yang berada di atau berencana mengunjungi Indonesia tentang criminal code baru.

        “Parlemen Indonesia telah mengesahkan revisi KUHP, yang mencakup hukuman untuk kohabitasi dan seks di luar nikah,” sebut situs web Smart Traveler milik Pemerintah Australia, Kamis (8/12).

        Unggahan itu juga memuat informasi bahwa revisi yang disahkan itu belum akan berlaku dalam tiga tahun ke depan.

        “Kami perlu memastikan semua orang mengetahui tentang undang-undang baru ini, karena hal terakhir yang kami lihat adalah orang-orang yang tertangkap basah melakukan sesuatu yang, menurut undang-undang Indonesia, tidak boleh dilakukan, bahkan ketika hal tersebut legal (di Australia),” sambung pernyataan itu.

        Aturan mengenai kohabitasi dan seks di luar nikah memang menjadi salah satu poin yang paling disorot dari KUHP Indonesia yang baru.

        News.com.au juga menambahkan bahwa selain KUHP baru ini, warga Australia juga harus memahami risiko lain, termasuk terorisme dan bencana alam, ketika memutuskan berkunjung ke Indonesia.

        Amerika Serikat (AS) juga memberi peringatan ke Indonesia soal kemungkinan ‘kaburnya’ investor dari RI. Keterangan resmi bahkan diberikan Juru Bicara Departemen Luar Negeri Ned Price. Ia menyebut bahwa Washington khawatir tentang bagaimana perubahan ini dapat berdampak pada pelaksanaan hak asasi manusia (HAM) dan kebebasan mendasar di Indonesia. 

        Ini, menurutnya, tentu akan memiliki dampak yang negatif bagi warga AS di Indonesia. “Kami juga prihatin tentang bagaimana undang-undang tersebut dapat berdampak pada warga AS yang berkunjung dan tinggal di Indonesia, serta iklim investasi bagi perusahaan AS,” katanya dalam sebuah pernyataan pers dikutip AFP.

        Mau Berita Terbaru Lainnya dari Warta Ekonomi? Yuk Follow Kami di Google News dengan Klik Simbol Bintang.

        Editor: Muhammad Syahrianto

        Bagikan Artikel: