Menu
News
EkBis
New Economy
Kabar Finansial
Sport & Lifestyle
Kabar Sawit
Video
    Indeks
      About Us
        Social Media

        Tak Hormati Putusan Praperadilan, Jadi Preseden Buruk Polri

        Tak Hormati Putusan Praperadilan, Jadi Preseden Buruk Polri Kredit Foto: Unsplash/Tingey Injury Law Firm
        Warta Ekonomi, Jakarta -

        Direktorat Tindak Pidana Umum (Dittipidum) Bareskrim Polri dituding telah mengangkangi putusan praperadilan dalam kasus tindak pidana penipuan dan pemalsuan surat.

        Polri pun masih melanjutkan kasus meski terlapor memenangkan gugatan praperadilan di Pengadilan Negeri Jakarta Selatan (PN Jaksel). Hal ini mendapat respon yang sangat keras dari pihak terlapor.

        Terlapor yang diwakili Amsal selaku kuasa hukum menilai adanya ketidakprofesionalan oleh oknum aparat penegak hukum dalam proses penyidikan kliennya dalam statusnya sebagai terlapor.

        “Status tersangka klien kami telah dinyatakan tidak sah dan tidak berdasarkan hukum oleh putusan praperadilan, namun ternyata penyidik masih saja melanjutkan penyidikannya,” Amsal di Jakarta, kemarin.

        Amsal menuturkan, pada 12 Juli 2021 kliennya dilaporkan oleh pelapor SS terkait tindak pidana penipuan dan pemalsuan surat dan ditetapkan sebagai tersangka oleh BareskrimPolri pada 24 Maret 2022.

        Terlapor mengajukan gugatan praperadilan di Kepaniteraan PN Jaksel pada 18 April 2022, dan telah keluar putusan praperadilan dengan nomor: 27/Pid.Prap/2022/PN.Jkt.Sel pada 31 Mei 2022 .

        “Dengan amar putusan bahwa status tersangka klien kami dinyatakan tidak sah dan tidak berdasarkan hukum,” tutur Amsal. Meski putusan praperadilan telah keluar, kata Amsal, aparat penegak hukum tersebut masih tetap mengirimkan surat panggilan kepada saksi untuk perkara yang sama pada 9 November 2022.

        Menurutnya tindakan penyidik janggal dan berbahaya bagi masa depan penegakan hukum di Indonesia. Kasus ini bermula saat SS melaporkan kasus dugaan penipuan dan pemalsuan surat pada 12 Juli 2021.

        Surat yang dimaksud adalah surat kesepakatan bersama atau perdamaian antara pelapor dan terlapor, yakni Direktur PT Triforma, Komisaris Utama PT Triforma, dan Direktur Utama PT Aditya Guna Persada yang dibuat pada 6 Desember 2018.

        Dalam surat kesepakatan perdamaian tersebut disepakati bahwa utang terlapor kepada pelapor sebesar Rp415 miliar yang akan dibayarkan oleh PT Triforma. Uang itu dari dana salah transfer yang dilakukan oleh terlapor selaku Direktur Utama PT IMRI yang telah ditransfer sebelumnya ke PT Triforma sebesar Rp431 miliar. 

        Mau Berita Terbaru Lainnya dari Warta Ekonomi? Yuk Follow Kami di Google News dengan Klik Simbol Bintang.

        Penulis: Boyke P. Siregar
        Editor: Boyke P. Siregar

        Bagikan Artikel: