Menu
News
EkBis
New Economy
Kabar Finansial
Sport & Lifestyle
Kabar Sawit
Video
    Indeks
      About Us
        Social Media

        Kecam Tindak Kekerasan Fisik dan Psikis ART di Simprug, Menteri PPPA: Korban Alami Trauma Mendalam!

        Kecam Tindak Kekerasan Fisik dan Psikis ART di Simprug, Menteri PPPA: Korban Alami Trauma Mendalam! Kredit Foto: Kemen-PPPA
        Warta Ekonomi, Jakarta -

        Menteri Pemberdayaan Perempuan dan Perlindungan Anak, Bintang Puspayoga mengecam keras kasus kekerasan fisik dan psikis yang dilakukan kepada Asisten Rumah Tangga (ART) di apartemen Simprug. Dia menilai, kekerasan tersebut memberikan luka fisik dan trauma psikis yang mendalam bagi korban.

        Hal tersebut dia ungkap saat mengunjungi ART yang menjadi korban kasus kekerasan fisik dan psikis. Hingga saat ini, korban masih menjalani rawat inap di RS Bhayangkara Polri, Jakarta.

        Diketahui, kasus kekerasan terhadap korban dilakukan oleh beberapa pelaku yaitu majikan, anak majikan, dan beberapa ART lainnya di apartemen simprug Jakarta. Baca Juga: Keterwakilan Perempuan Masih Rendah, Menteri PPPA Dorong Penguatan Kualitas Hadapi Pemilu 2024

        “Kekerasan yang dialami korban telah memberikan luka fisik dan trauma psikis yang mendalam bagi korban. KemenPPPA sebagai kementerian yang diberikan mandat dalam penyediaan pelayanan terpadu bagi korban dan perempuan dan anak yang mengalami kekerasan di tingkat nasional, akan memastikan pemenuhan hak bagi korban dan terselenggaranya sinergi antar kementerian/lembaga untuk mengawal kasus ini hingga tuntas,” tegas Bintang dalam keterangan tertulisnya dikutip Minggu, (18/12/22).

        Bintang menuturkan, koordinasi dan kolaborasi perlu dilaksanakan dalam mengupayakan pemulihan fisik dan pendampingan psikologis bagi korban.

        Hal tersebut dapat diupayakan melalui sinergi antara penyedia layanan kesehatan, dalam hal ini Rumah Sakit Bhayangkara Kramat Jati dan Unit Pelayanan Terpadu Pusat Pelayanan Terpadu Pemberdayaan Perempuan dan Anak (UPT P2TP2A) Provinsi DKI Jakarta.

        “Koordinasi dan kolaborasi lintas sektor diharapkan dapat diwujudkan untuk memberikan keadilan dan pemulihan bagi korban. Selain itu, upaya pendampingan tidak hanya perlu diberikan untuk korban tapi juga pada keluarga korban yang turut berjuang bagi korban mulai dari awal kasus terungkap hingga nanti korban dapat diberdayakan dan kembali menjalani kehidupannya,” paparnya.

        Sementara untuk mengawal proses hukum yang berlangsung, Bintang mengaku pihaknya telah berkoordinasi dengan Unit Perlindungan Perempuan dan Anak Bareskrim Polri dan Polda Metro Jaya, serta Polres Pemalang Jawa Tengah lokasi awal pendamping korban melaporkan kasusnya ketika korban dipulangkan oleh majikannya ketika tidak mampu lagi bekerja.

        “Apresiasi kami sampaikan kepada Polres Pemalang yang telah melakukan kerja cepat dan berkoordinasi dengan jajaran Polda Metro Jaya dalam menindaklanjuti kasus ini, hingga kini sembilan pelaku yang terlibat telah ditahan. Apresiasi juga kami sampaikan kepada kepada jajaran RS Bhayangkara Kramat Djati yang telah memberikan pendampingan kesehatan sesuai dengan kebutuhan korban,” jelasnya.

        Bintang mendesak seluruh pihak yang terlibat, baik pemerintah pusat, aparat penegak hukum, dinas pengampu urusan terkait tetap memberikan perlindungan pada korban dan memenuhi haknya dalam mengakses pemulihan fisik, pendampingan psikologis, pendampingan hukum hingga mendapatkan restitusi.

        “Kami meminta Aparat Penegak Hukum (APH) dapat memberikan keadilan bagi korban dan menjerat pelaku sesuai dengan pasal yang disangkakan. Kami juga mendorong penyidik mampu mendalami alat bukti berupa foto penyiksaan pelaku terhadap korban sebagai bentuk kekerasan seksual berbasis elektronik, sesuai dengan yang tercantum pada Pasal 14 Undang-undang Nomor 12 tahun 2022 tentang Tindak Pidana Kekerasan Seksual (TPKS),” ungkapnya.

        Dalam memberikan pemulihan dan pemenuhan hak korban, Menteri PPPA mendorong restitusi atau pembayaran ganti kerugian oleh pelaku juga perlu dilaksanakan sesuai dengan yang dimandatkan dalam UU TPKS.

        Untuk permohonan restitusi, Kepala Biro Penelaahan Permohonan Lembaga Perlindungan Saksi dan Korban (LPSK), Muhammad Ramdan menyatakan telah berkoordinasi dengan Polda Metro Jaya terkait permohonan restitusi yang diajukan.

        “Saat ini kami sedang melakukan pendalaman dan menghitung terkait kerugian apa saja yang diderita korban baik itu secara materil dan juga fisik yang menyebabkan korban kehilangan kemampuannya dalam mencari nafkah. Kami juga memastikan kebutuhan korban yang timbul akibat dari kekerasan yang dialaminya, baik itu untuk proses pemulihan fisik, pendampingan psikis dan biaya lain yang dibutuhkan untuk hidup kedepannya,” jelas Ramdan.

        Kasus kekerasan terhadap ART di Simprug dimulai dari penyiksaan yang dilakukan oleh sembilan orang, yakni pasangan suami istri, anak dan ART lainnya terhadap korban SK (23) akibat korban ketahuan mencuri pakaian dalam majikannya. Baca Juga: Peringati Hari Ibu, Menteri PPPA Ungkap Perjuangan Perempuan di Bidang Ekonomi

        Tindak penyiksaan tersebut dilaporkan telah berlangsung sejak Juli 2022 dan semakin parah sejak tanggal 19 September 2022. Dari hasil visum, korban didiagnosa mengalami patah tulang, lebam, luka bakar, dan luka berat lain yang mengakibatkan kemungkinan bahaya maut bagi korban.

        Atas perbuatannya, saat ini tersangka terancam dikenakan Pasal 333 KUHP dan atau Pasal 170 KUHP dan atau Pasal 351 KUHP dan atau Pasal 44 dan atau Pasal 45 UU RI No. 23 tahun 2004 tentang PKDRT Jo Pasal 55 KUHP dan atau Pasal 56 KUHP.

        Mau Berita Terbaru Lainnya dari Warta Ekonomi? Yuk Follow Kami di Google News dengan Klik Simbol Bintang.

        Penulis: Andi Hidayat
        Editor: Fajar Sulaiman

        Bagikan Artikel: