Menu
News
EkBis
New Economy
Kabar Finansial
Sport & Lifestyle
Video
    Indeks
      About Us
        Social Media

        Perppu Cipta Kerja di Tengah Resesi Ekonomi Picu Badai PHK

        Perppu Cipta Kerja di Tengah Resesi Ekonomi Picu Badai PHK Kredit Foto: Antara/Fauzan
        Warta Ekonomi, Jakarta -

        Pakar kebijakan publik Narasi Institute Achmad Nur Hidayat berpendapat penerbitan Perppu Cipta Kerja di tengah ancaman resesi ekonomi makin memicu badai PHK di dalam negeri.

        Pasalnya, Perppu Cipta Kerja membuat buruh berada dalam kerentanan yang lebih buruk dari sebelumnya. Kebijakan dalam Perppu Cipta Kerja berpotensi menimbulkan ancaman upah rendah, pesangon yang lebih kecil dari sebelumnya, ancaman outsourcing yang tak dibatasi, hingga makin derasnya pekerja-pekerja yang masuk ke ekosistem ketenagakerjaan Tanah Air.

        Sejumlah kondisi tersebut makin memperkeruh kondisi buruh yang telah berada dalam posisi rentan akibat ancaman resesi ekonomi. Ancaman PHK juga makin nyata terlihat pasca penerbitan Perppu Cipta Kerja. Contohnya, PHK masal yang terjadi di 14 kabupaten/kota di Jawa Barat. Ketua Umum Perkumpulan Pengusaha Produk Tekstil Provinsi Jawa Barat (PPTPJB) Yan Mei mengungkap terdapat 64 ribu pekerja dari 124 perusahaan yang terkena PHK.

        Baca Juga: PHK Besar-besaran Nyaris 1.000 Pekerja di Coinbase, Brian Armstrong Salahkan Sam Bankman-Fried!

        Di sisi lain, Sekjen Asosiasi Serat dan Benang Filament Indonesia (APSyFI) Redma Gita Wirawasta melaporkan pemangkasan pekerja di pabrik tekstil dan produk tekstil bisa mencapai 500 ribu orang.

        Produsen sepatu asal Serang PT Nikomas Gemilang juga menawarkan pengunduran diri atau resign sukarela kepada 1.600 karyawannya. Artinya, perusahaan tidak mempunyai anggaran untuk bayar pesangon sehingga meminta karyawan untuk mengundurkan diri.

        "Melihat kondisi ini harus ada langkah antisipatif yang konkret dari pemerintah," kata Achmad melalui keterangannya, Jumat (13/1/2023).

        Sebelumnya, pemerintah telah menyiapkan skema BSU senilai Rp600 ribu yang diberikan selama tiga bulan kepada pegawai dengan gaji di bawah Rp3,5 juta. Namun, menurut Achmad, inisiatif tersebut belum cukup untuk mengatasi persoalan kerentanan para pekerja.

        Bila pemerintah gagal mengatasi kerentanan pekerja, maka lonjakan angka kemiskinan akan menjadi suatu keniscayaan yang terjadi di dalam negeri.

        "Menyikapi ini, maka pemerintah jangan sampai salah menentukan prioritas. Jangan menunggu atau mengandalkan investasi, karena masa sulit ini tiap orang akan meng-hold uangnya," ujar dia.

        Achmad juga menduga akan adanya penurunan permintaan ekspor dari luar negeri. Wind fall ekspor batu bara dan crude palm oil (CPO) yang menyelamatkan negara beberapa tahun belakangan tak lagi bisa menjadi andalan negara pada era resesi kali ini.

        "Seperti halnya harga batu bara dunia sudah mulai jatuh, tentunya pendapatan eksportir batubara dan CPO akan ikut jatuh," jelas Achmad.

        Untuk itu, Achmad mendorong pemerintah untuk mengevaluasi kembali skala prioritas pemerintah dalam menghadapi ancaman resesi tahun ini.

        "Pertanyaan besarnya, siapkah pemerintah mempostpone proyek-proyek mercusuar dan beralih fokus kepada pemulihan ekonomi terutama penciptaan lapangan kerja untuk menghadapi gelombang PHK?" tutup dia.

        Mau Berita Terbaru Lainnya dari Warta Ekonomi? Yuk Follow Kami di Google News dengan Klik Simbol Bintang.

        Penulis: Imamatul Silfia
        Editor: Rosmayanti

        Bagikan Artikel: