Sudah 11 Bulan Berlalu, Analis: Ukraina-Rusia Tidak Tertarik Pembicaraan Damai
Invasi Rusia ke Ukraina sudah memasuki bulan ke-11. Berbagai upaya dilakukan untuk mengakhiri konflik ini, masih saja gagal mewujudkan perdamaian.
Salah satunya dengan mengajak kedua pihak bertikai untuk duduk dan berunding. Duta Besar (Dubes) Ukraina untuk Indonesia Vasyl Hamianin menegaskan, langkah 'Ayo duduk dan bicara. Sudahi konflik' sudah tidak lagi berguna.
Baca Juga: Panser Jerman Benar-benar On The Way ke Ukraina, Oh Didesak Amerika?
"Mari persingkat cara itu. Karena tidak perlu. Rusia tidak akan pernah mendengar dan tidak mau berdamai," ujar Dubes Hamianin dalam konferensi pers rutin online, Kamis (12/1).
Menurut Hamianin, sejak awal invasi 24 Februari 2022, banyak pihak yang berusaha menjadi mediator untuk mendamaikan Kiev dan Moskow. Namun, usaha itu tak kunjung membuahkan hasil.
Malah menurutnya, dorongan untuk melakukan dialog terlihat seperti meminta Ukraina selaku korban, merelakan wilayahnya dicaplok Rusia dengan dalih menyelamatkan kehidupan masyarakat.
"Harusnya, coba bujuk si penyerbu stop invasi, menarik pasukan, atau semacamnya. Jika tidak, tak ada yang bisa dilakukan sama sekali," cetus Hamianin.
"Sangat naif jika masih ada yang percaya bahwa Rusia mampu bernegosiasi. Mereka (Rusia) tidak mampu melakukan negosiasi dan tidak menginginkan formula damai," tegasnya.
Hamianin pun menekankan bahwa Ukraina tak akan mundur sebelum merebut kembali semua wilayah yang diduduki Rusia, termasuk Crimea.
Ukraina belakangan memang tengah memperkuat perlawanannya hingga pasukan Rusia diduga kewalahan, terbukti dari kekalahan Moskow di beberapa titik. Meski nampak kuat, Ukraina tetap menderita akibat serangan Rusia yang sempat menargetkan infrastruktur energi.
Kiev berulang kali meminta negara-negara global memberikan bantuan bagi warganya yang kini terpaksa bertahan menghadapi musim dingin tanpa listrik dan pemanas. Sementara itu, pakar memprediksi bahwa peluang penyelesaian damai masih jauh.
"Saya pikir taruhan teraman adalah mengatakan bahwa itu akan berlanjut sampai satu pihak dipaksa keluar dari konflik dengan satu atau lain cara," analisa Michael Kimmage, profesor sejarah di Universitas Katolik Amerika kepada Newsweek tentang akhir perang Rusia vs Ukraina.
Baca Juga: Panser Jerman Benar-benar On The Way ke Ukraina, Oh Didesak Amerika?
Dalam sebuah wawancara, Presiden Rusia Vladimir Putin mengklaim, siap untuk menegosiasikan beberapa hasil yang dapat diterima dengan semua peserta dari proses ini.
Namun, beberapa hari kemudian, juru bicara Kremlin Dmitry Peskov mengatakan tidak mungkin ada pembicaraan damai yang berhasil kecuali Ukraina menerima aneksasi yang diklaim Rusia atas wilayah Ukraina di Donetsk, Luhansk, Kherson dan Zaporizhzhia.
Presiden Ukraina Volodymyr Zelensky tegas menolak melepaskan wilayah yang dianeksasi Rusia. Dengan demikian, hambatan terbesar untuk pembicaraan damai adalah bahwa tidak ada pihak yang tampaknya mau mengalah di wilayah tersebut.
"Dalam pandangan saya, baik Putin maupun Zelensky tidak benar-benar tertarik pada pembicaraan damai karena mereka masing-masing berpikir bahwa mereka dapat mengalahkan yang lain," kata Mark N Katz, profesor di Sekolah Kebijakan dan Pemerintahan Schar Universitas George Mason.
Mau Berita Terbaru Lainnya dari Warta Ekonomi? Yuk Follow Kami di Google News dengan Klik Simbol Bintang.
Editor: Muhammad Syahrianto
Tag Terkait: