Menu
News
EkBis
New Economy
Kabar Finansial
Sport & Lifestyle
Video
    Indeks
      About Us
        Social Media

        Biodiesel B35, Harapan Jaga Stabilitas Harga TBS Petani Sawit

        Biodiesel B35, Harapan Jaga Stabilitas Harga TBS Petani Sawit Kredit Foto: Antara/Makna Zaezar
        Warta Ekonomi, Jakarta -

        Implementasi B35 yang diberlakukan pada Februari 2023 ini disambut baik oleh semua pihak, termasuk petani sawit.

        Ketua Umum DPP Asosiasi Petani Kelapa Sawit Indonesia (APKASINDO), Gulat Manurung mengatakan pihaknya sangat terbantu dengan adanya program mandatori biodiesel yang diinisasi pemerintah. Pasalnya, dengan program mandatori biodiesel (campuran sawit), harga tandan buah sawit (TBS) petani sawit terkerek naik.

        Baca Juga: Dari Aspek Ekonomi, Apa Saja Sih Manfaat Implementasi Mandatori B35?

        "Sejak Januari 2020 implementasi B30, harga TBS yang sebelumnya di harga kisaran Rp800 sampai Rp900-an/kg, naik menjadi Rp2.600/kg. Itu harus diakui, karena prinsipnya implementasi Biodiesel menstabilkan harga Crude Palm Oil (CPO), yang berdampak pada kenaikan harga TBS, karena harga TBS petani sawit terbantuk karena harga CPO," ujarnya, dilansir dari laman Majalah Sawit Indonesia. 

        Pihaknya juga menaruh harapan, dengan implementasi B35 pada Februari 2023 ini, akan mampu mendongkrak harga TBS petani sawit. Lantaran, harga TBS masih anjlok di kisaran harga Rp1.600-Rp2.400/kg.

        Baca Juga: Dukungan Pembiayaan Pemerintah Masih Diperlukan untuk Optimalkan Program B35

        "Tentu ini akan berdampak pada serapan CPO untuk pasar domestik (dalam negeri), sebesar 13,5 juta kiloliter atau setara 28% dari produksi CPO nasional. Dengan asumsi yang ada serapan CPO domestik meningkat, yang sebelumnnya hanya 9 juta kiloliter menjadi 13,5 juta kiloliter, sehingga ketersediaan CPO untuk ekspor akan berkurang," kata Gulat. 

        Lebih lanjut, dikatakan Gulat, mengacu pada teori ekonomi supply and demand, dengan implementasi B35, bisa dikatakan supply CPO untuk ekspor akan berkurang, sementara demand diasumsikan tetap. Kondisi ini tentu ini akan mengatrol harga CPO, yang turut mengerek harga TBS sawit petani. Lantaran, harga TBS terbentuk dari harga CPO.

        "Tetapi kalau sampai tidak terjadi berarti ada yang keliru. Tetapi harapan kami, harga TBS petani sawit bisa naik, di atas HPP (Harga Pokok Produksi). HPP saat ini Rp2.250/kg, sementara harga TBS Rp1.800/kg, jadi tekor," imbuhnya.

        Dikatakan Gulat, implementasi kebijakan B35 diharapkan dapat menghemat devisa sebesar US$10,75 miliar dan dapat meningkatkan nilai tambah industri hilir sebesar Rp16,76 triliun.

        Baca Juga: Tak Khawatir, Kapasitas Produksi Biodiesel Cukup Guna Mendukung Program B35

        Kebijakan B35 juga diproyeksikan akan mengurangi emisi gas rumah kaca (GRK) sebesar 34,9 juta ton CO2e.

        Kemudian, secara nasional, kata Gulat, implementasi B35 akan menekan inflasi karena daya beli petani akan meningkat sehingga multiplier effect akan nampak.

        Baca Juga: B35 Mulai Disalurkan, Menko Airlangga Pede Indonesia Bisa Jadi Penentu Harga CPO

        "Sebenarnya, tujuan dari menaikkan campuran bahan bakar nabati (minyak sawit) yang akan diimplementasikan menjadi 35% atau B35, pertama; menjadi harga stabilitas TBS, kedua; antisipasi adanya tekanan pengguna CPO global (terutama Uni Eropa) karena adanya larangan menggunakan CPO tentu permintaan akan berkurang sehingga meningkatkan serapan dalam negeri, ketiga; menghemat devisa negara, ini akan membantu nilai kurs Rupiah terhadap Dolar," pungkasnya.

        Mau Berita Terbaru Lainnya dari Warta Ekonomi? Yuk Follow Kami di Google News dengan Klik Simbol Bintang.

        Penulis: Ellisa Agri Elfadina
        Editor: Ayu Almas

        Tag Terkait:

        Bagikan Artikel: