Menu
News
EkBis
New Economy
Kabar Finansial
Sport & Lifestyle
Video
    Indeks
      About Us
        Social Media

        IPB Berinovasi, Limbah Kelapa Sawit Sukses Diubah Jadi Produk Ekonomi Kreatif!

        IPB Berinovasi, Limbah Kelapa Sawit Sukses Diubah Jadi Produk Ekonomi Kreatif! Kredit Foto: Dok. ANJ.
        Warta Ekonomi, Jakarta -

        Indonesia adalah produsen dan eksportir minyak sawit terbesar di dunia. Gabungan Pengusaha Kelapa Sawit Indonesia (GAPKI) menyatakan  bahwa produksi minyak sawit Indonesia pada tahun 2018 mencapai 47 juta ton. Tingginya produksi minyak sawit dibarengi dengan meningkatnya limbah pabrik kelapa sawit yang harus dikelola. Salah satunya adalah Tandan Kosong Kelapa Sawit (TKKS).
         
        Limbah TKKS merupakan salah satu limbah padat hasil samping dari proses produksi minyak kelapa sawit. Selama ini, limbah TKKS dikumpulkan di area sekitar pabrik, dibakar atau ditebarkan ke area perkebunan sebagai pupuk.

        Baca Juga: Isu Emisi Karbon Minyak Sawit Paling Tinggi Sangat Keliru, Ini Buktinya!
         
        Keberadaan biomassa tandan kelapa sawit sangat melimpah, hampir 23 persen dari produksi Crude Palm Oil (CPO). Hal ini yang mendorong Dr Siti Nikmatin, Dosen Departemen Fisika, Fakultas Matematika dan Ilmu Pengetahuan Alam (FPIMA) IPB University untuk melakukan riset pengolahan TKKS menjadi produk bernilai ekonomi.
         
        “Pemanfaatannya sudah dilakukan, namun diperlukan adanya diversifikasi produk untuk menaikkan nilai tambah. Produk limbah kelapa sawit ini selalu ada dan berkelanjutan, oleh sebab itu jika ini dimanfaatkan menjadi produk yang memiliki daya saing, maka itu tepat,” ujar Dr Siti Nikmatin.
         
        Di sisi lain, kebutuhan sandang kini menjadi hal yang utama. Fashion sendiri penggunaannya sangat luas. Saat ini bahan baku tekstil didapatkan dari selulosa terbaik yang ada pada kapas. Dan dominasi pemenuhan kapas di Indonesia adalah impor, maka diperlukan inovasi untuk menjadi alternatif sumber bahan lain yang dapat digunakan untuk fashion. Salah satunya dengan menggunakan limbah TKKS,
         
        “Selulosa alam yang Allah ciptakan melalui proses fotosintesis terbaik ada di kapas, namun tidak bisa mencukupi kebutuhan manusia. Oleh sebab itu pasar industri tekstil mencari alternatif. Misalnya dari eucalyptus, akasia, bambu dan limbah polimer sintetis. Inovasi yang telah dibuktikan adalah dengan menjadikan limbah TKKS menjadi rayon viskosa sebagai bahan baku benang dan kain untuk tekstil,” jelasnya.

        Baca Juga: Tak Mau Berlarut-larut Menagih Soal Utangnya Anies Baswedan, Sandiaga Uno: Lebih Baik...
         
        Pelaksanaan penelitian yang dilakukan oleh Dr Siti Nikmatin didanai oleh Badan Pengelola Dana Kelapa Sawit (BPDPKS). Agar pemanfaatan produksi limbah TKKS ini dapat maksimal, Dr Siti Nikmatin melakukan pemberdayaan kelompok tani di desa Wirajaya Kabupaten Bogor dan Balai Besar Pulp dan Kertas (BPPK) Bandung.

        “Keterlibatan masyarakat desa dan mitra Usaha Mikro, Kecil dan Menengah (UMKM) sehingga TKKS dapat diubah menjadi benang pilin, kain tenun yang menggunakan Alat Tenun Bukan Mesin (ATBM) dan produk fashion (tas, sepatu, topi dan lain-lain).  Sementara itu kerjasama dengan mitra riset dapat mengolah TKKS menjadi stapel rayon viskosa (kapas buatan) dengan metode wet spinning,” tambahnya.

        Baca Juga: Hilangnya MinyaKita di Pasaran Jadi Bukti Industri Sawit Dimonopoli
         
        Selain itu, Dr Siti Nikmatin menjelaskan bahwa potensi limbah TKKS ini dapat digunakan juga untuk kebutuhan lebih luas, yaitu filler biokomposit, co-firing, biobriket, aksesoris building.

        Baca Juga: Sandiaga Uno Tak Usah Relakan Rp50 Miliar, Utangnya Anies Baswedan Siap Dibayarkan: Saya, Perhari Ini...

        Menurutnya, hal ini menjadi salah satu tantangan dalam terus melakukan pengembangan riset dari hulu hingga industrialisasi produk, sehingga keilmuan ini memiliki kemanfaatan untuk masyarakat.

        Mau Berita Terbaru Lainnya dari Warta Ekonomi? Yuk Follow Kami di Google News dengan Klik Simbol Bintang.

        Editor: Aldi Ginastiar

        Bagikan Artikel: