Menu
News
EkBis
New Economy
Kabar Finansial
Sport & Lifestyle
Government
Video
Indeks
About Us
Social Media

Hilangnya MinyaKita di Pasaran Jadi Bukti Industri Sawit Dimonopoli

Hilangnya MinyaKita di Pasaran Jadi Bukti Industri Sawit Dimonopoli Kredit Foto: Sufri Yuliardi
Warta Ekonomi, Jakarta -

Menipis hingga hilangnya MinyaKita yang merupakan salah satu produk subsidi yang diluncurkan oleh pemerintah setelah adanya pengumuman berjalannya program B35 menunjukan bahwa industri kelapa sawit masih dimonopoli beberapa perusahaan besar.

"Lagi-lagi ketika kita lihat bagaimana situasi sekarang, Februari kemarin pemerintah baru mengumumkan bahwa B35 itu berjalan, dari sini kita lihat, dan tiba-tiba MinyaKita hilang di pasaran, dari aksesnya. Memang kelihatan betul ada masalah-masalah karena memang di industri ini monopoli terhadap industri ini sangat besar," ujar Ketua Tim Kampanye Hutan Greenpeace Indonesia, Ari Rompas dalam diskusi, Selasa (7/2/2023).

Sebagaimana diketahui bahwa alokasi subsidi biodiesel mayoritas dinikmati oleh korporasi raksasa. Terdapat 12 kelompok korporasi raksasa yang menikmati subsidi selisih harga minyak dan biodiesel tersebut, antara lain Wilmar, Best Industry, Darmex Agro, First Resources, Jhonlin, KPN Corp, Louis Dreyfus, Musim Mas, Permata Hijau, Royal Golden Eagle, Sinar Mas, dan Sungai Budi.

Baca Juga: Greenpeace Indonesia: Program B50 Tidak Sejalan dengan NZE

Wilmar menjadi korporasi paling besar menerima subsidi di antara kelompok korporasi lain. Selama periode Januari 2019 hingga September 2021, jumlah subsidi yang telah diterima oleh Wilmar mencapai Rp22,14 triliun. Jumlah tersebut dua kali lipat lebih besar dari jumlah subsidi yang diterima oleh Musim Mas, penerima subsidi terbesar kedua sebesar Rp11,15 triliun. Hampir empat kali lipat lebih besar dari penerima subsidi terbesar ketiga, yakni Royal Golden Eagle sebesar Rp6,29 triliun.

Melihat kondisi tersebut, Ari menilai bahwa itu bukanlah subsidi melainkan menambah keuntungan bagi kelompok-kelompok tersebut.

"Jadi kelompok 1 persen yang kemudian terkoneksi pada oligarki, cuman mendapatkan keuntungan dari subsidi yang seharusnya subsidi itu diberikan kepada pelayanan publik. Ini jelas sekali dalam laporan ini kelihatan bahwa berapa pajak ekspornya dan berapa yang kemudian dikumpulkan untuk subsidi," ujarnya.

Lanjutnya, hal tersebut harusnya dapat membuka mata semua orang di mana raksasa di industri sawit dengan populasi 1 persen telah menguasai dari hulu sampai hilir.

"Mereka juga mendapatkan dari subsidi ini, kami melihat bahwa problem ini memang harus diselesaikan," ucapnya.

Mau Berita Terbaru Lainnya dari Warta Ekonomi? Yuk Follow Kami di Google News dengan Klik Simbol Bintang.

Penulis: Djati Waluyo
Editor: Rosmayanti

Advertisement

Bagikan Artikel: