Menu
News
EkBis
New Economy
Kabar Finansial
Sport & Lifestyle
Kabar Sawit
Video
    Indeks
      About Us
        Social Media

        Konsumen dan Masyarakat Menolak Rencana Larangan Penjualan Rokok

        Konsumen dan Masyarakat Menolak Rencana Larangan Penjualan Rokok Kredit Foto: Antara/Muhammad Bagus Khoirunas
        Warta Ekonomi, Jakarta -

        Lembaga Perlindungan dan Pemberdayaan Konsumen Indonesia (LPPKI) menolak rencana pemerintah yang akan melarang penjualan rokok batangan, sebagaimana tertuang dalam rencana revisi PP 109/2012. Alasannya, wacana ini akan makin menekan ekonomi masyarakat menengah ke bawah, termasuk memangkas pendapatan pedagang kecil.

        "Kami dari Lembaga Perlindungan dan Pemberdayaan Konsumen Indonesia (LPPKI) menjalankan tugas berdasarkan UU 8/1999 tentang perlindungan konsumen, yaitu melakukan upaya untuk memastikan kepastian hukum demi memberikan perlindungan kepada konsumen," ungkap Ketua LPPKI DKI Jakarta, Megy Aidillova, di Jakarta, dikutip Minggu (12/2/2023).

        Baca Juga: Perokok Anak Turun Drastis, Masih Perlukah Revisi PP 109/2012?

        Megy menjelaskan, jika alasan kebijakan ini diterbitkan untuk menekan prevalensi perokok anak dan remaja, kebijakan yang diajukan harus fokus dalam menjawab masalah tersebut, bukan dengan membuat kebijakan pukul rata yang bisa merugikan kelompok masyarakat lainnya, seperti pedagang-pedagang kecil.

        'Jadi, kami harap Presiden bukan melarang rokok dijual secara batangan yang dapat membebani masyarakat menengah ke bawah dan mematikan usaha para pedagang," sambungnya.

        Megy melanjutkan, wacana pelarangan penjualan rokok batangan bakal menekan ekonomi masyarakat ke bawah sebab tidak semua perokok dewasa memiliki kemampuan untuk membeli rokok secara bungkusan. Terlebih, banyak pedagang kecil yang memang mengandalkan penjualan rokok secara batangan untuk mempertahankan usahanya.

        Sebelumnya, Ketua Umum Komite Ekonomi Rakyat Indonesia (KERIS), dr. Ali Mahsun, menjelaskan, pedagang kecil, misalnya pedagang asongan, menjual rokok secara batangan lantaran keterbatasan modal. Oleh karena itu, mereka hanya bisa membeli beberapa bungkus rokok untuk kemudian dijual kembali secara batangan.

        "Rencana pelarangan penjualan rokok batangan ini memiliki dampak sosial di masyarakat, utamanya rakyat kecil, yang mengakibatkan kesenjangan sosial. Misalnya, pedagang asongan menjual rokok Rp23.500 per bungkus, keuntungan mereka hanya Rp1.500. Namun, kalau dijual batangan bisa sampai Rp6.500. Belum lagi modal mereka ini kecil. Jadi, bukan sekadar omzet dan keuntungan, tapi kita juga harus memikirkan agar pedagang asongan ini tidak kehilangan pekerjaan," terang Ali Mahsun.

        KERIS dan sejumlah elemen masyarakat belum lama ini telah mendeklarasikan "Gerakan Nasional Pedagang dan Rakyat Kecil: Rokok Bukan Untuk Anak" sebagai komitmen mereka dalam menekan prevalensi perokok anak berusia di bawah 18 tahun dalam upaya menyelamatkan generasi penerus bangsa.

        Oleh karenanya, ia meminta agar pemerintah membatalkan rencana revisi atas PP 109/2012 tentang Pengamanan Bahan Yang Mengandung Zat Adiktif Berupa Produk Tembakau Bagi Kesehatan.

        Baca Juga: Wacana Larangan Soal Rokok Ketengan Sulit Direalisasikan, Jokowi Disorot Tajam: Jangan Cuma Kelihatan Sibuk

        Ali menambahkan, penolakan terhadap rencana revisi PP 109/2012 ini juga akan disampaikan melalui pengiriman surat kepada Presiden Joko Widodo. Tujuannya, Presiden dapat membatalkan revisi PP 109/2012 yang dinilai meresahkan para pedagang dan rakyat kecil.

        "Kami mendesak Presiden Republik Indonesia, Bapak Joko Widodo, untuk membatalkan rencana revisi PP 109/2012, yang di dalamnya terdapat rencana larangan penjualan rokok batangan. Karena, kami tak ingin jutaan rakyat kehilangan mata pencaharian yang layak," tegas Ali.

        Mau Berita Terbaru Lainnya dari Warta Ekonomi? Yuk Follow Kami di Google News dengan Klik Simbol Bintang.

        Editor: Puri Mei Setyaningrum

        Tag Terkait:

        Bagikan Artikel: