Transaksi Janggal Senilai Rp300 T di Kemenkeu akan Persulit Upaya Mengembalikan Kepercayaan Masyarakat
Kekayaan Rafael Alun Trisambodo yang dibongkar oleh publik berujung pada terkuaknya kekayaan melimpah para pejabat yang bekerja di bawah naungan Kementerian Keuangan (Kemenkeu). Hal ini berimbas pada semakin terkikisnya kepercayaan publik terhadap instansi tersebut.
Setelah pemecatan Rafael Alun Trisambodo pascakasus kekerasan putranya terhadap David Ozora, ada kasus transaksi janggal bernilai fantastis, yakni Rp300 triliun. Selain itu, Kepala Kantor Bea Cukai Makassar, Andhi Pramono, juga disorot publik karena memiliki harta kekayaan yang dinilai tidak wajar.
Pengamat Ekonomi Universitas Muhammadiyah (Unismuh) Makassar, Sutardjo Tui, mengatakan bahwa saat ini, masyarakat wajar tidak mau bayar pajak karena menganggap sia-sia bayar pajak kalau dikorupsi oleh sekelompok orang tertentu.
Sebenarnya, problem-nya tergantung pada internal control. Internal control itu harus memantau bahwa setiap pegawai, siapa pun itu, kalau gaya hidupnya terlalu mewah, patut dicurigai dan dilakukan pemeriksaan internal.
"Jadi dia punya gaji cuma Rp25 juta. Tapi, kan, dia beli Alphard. Agak aneh, gitu, kan. Nah, itu kontrol internal panggil orangnya, jangan segan-segan karena dia internal control," urai Sutarjo belum lama ini.
Problem-nya adalah internal control itu bawahannya bos. Dia bertanggung jawab kepada Menteri Keuangan.
"Bukan ke kepala kanwilnya segala macam tidak semua laporannya ke menteri keuangan, jangan ke bosnya," katanya.
"Tapi sebenarnya, mungkin dibikin begitu supaya terjadi namanya korupsi berjemaah. Mungkin sengaja dibikin begitu supaya bos mengawasi yang di bawah saling berbagi-berbagi uang korupsi berjemaah. Misalnya begini kanwil bea cukai jangan kontrolnya di bawah dia, dia mesti di menteri keuangan," tambahnya.
Sebenarnya, kembali lagi ke bagaimana setiap instansi itu memberikan pemahaman tentang nilai religius. Kalau misalnya mau kembalikan kepercayaan masyarakat, pajak mesti dikelola baik.
"Jadi kalau mau kembalikan kepercayaan masyarakat kurangi pajak-pajak, supaya mereka percaya. Karena, kan, teorinya semakin miskin negara, pajaknya semakin tinggi. Atau pun sebaliknya, negara yang miskin itu kalau pajaknya gede. Jadi kurangi pajak dulu supaya masyarakat percaya," ungkapnya.
Menurut Sutardjo, sistemnya perlu diganti. Sistemnya harus diperbaiki dengan kontrol internal itu yang paling perlu diperketat dan tidak boleh di bawahnya pimpinan agar kepercayaan masyarakat kembali.
"Nah, untuk mendapatkan kepercayaan hapus dulu pajak-pajak yang sudah tidak sesuai ketentuan itu. Kasihan rakyat apa-apa semuanya dipajakin," ucapnya.
Senada dengannya, Pengamat Ekonomi Institut Bisnis dan Keuangan (IBK) Nitro Makassar, Rosnaini Daga, menuturkan, yang harus dilakukan untuk mengembalikan kepercayaan masyarakat adalah para pejabat tidak lagi memamerkan hidup hedonis.
"Apalagi dengan kondisi keuangan negara itu tidak sehat. Kemudian memberikan contoh karena bisa saja, misalnya, mungkin dari bisnis," katanya.
Dengan kekayaan yang dipamerkan itu, semua orang bisa menduga-duga. Namun, masyarakat juga tidak punya hak untuk menyalahkan orang untuk berprasangka karena memang ada orang yang kerja di pajak dengan hidup mewah.
"Yang ada dipikiran kita, 'wah bisa hidup mewah dari uang pajak'. Jadi kalau saya pegawai, harus memberikan contoh kepada masyarakat bahwa kita hidup yang standar saja dulu walaupun dia punya penghasilan lebih. Nah, ini yang harus dilakukan Kemenkeu," tambahnya.
Mau Berita Terbaru Lainnya dari Warta Ekonomi? Yuk Follow Kami di Google News dengan Klik Simbol Bintang.
Editor: Yohanna Valerie Immanuella