Ekonom: Penyelesaian Transaksi Ganjil Rp300 Triliun di Kemenkeu Sangat Politis
Guru Besar Ekonomi Politik IPB Didin S Damanhuri menilai penyelesaian informasi terkait transaksi ganjil sebesar Rp300 triliun di Kementrian Keuangan (Kemenkeu) diselesaikan secara politis.
Pasalnya, pada awalnya Menkopolhukam Mahfud MD menyatakan tidak seluruhnya dari Rp300 triliun itu terindikasi korupsi, ada sebagian yang terindikasi korupsi.
Kemudian setelah beberapa hari Kepala PPATK Ivan Yustiavandana bertemu dengan Menteri Keuangan Sri Mulyani, Ivan menyatakan bahwa Rp300 triliun tidak terkait dengan tindak pidana korupsi.
“Jadi saya kira ini yang saya sebut penyelesaian politis karena semua tokoh yang bersangkutan tidak ada lagi langkah-langkah diumumkan terutama oleh Pak Mahfud yang publik sangat mengharapkan agar terus mengawal kondisi pemberitaan yang sudah sangat meluas dan ini adalah gunung es. Apalagi sudah disebut Rp300 T menurut Pak Mahfud itu datanya terkait dengan tindakan 467 personal yang ada di Kementerian Keuangan," ujar Didin dalam keterangan tertulis yang diterima, Senin (20/3/2023).
Baca Juga: Gaduh Dugaan Skandal Rp300 Triliun Kemenkeu, Mahfud MD Tegas: Saya Tidak Bercanda!
Didin mengatakan, berdasarkan penemuan IMF bahwa kebocoran perpajakan di Indonesia itu sebenarnya jauh lebih besar hingga 40 persen.
Jika melihat data tersebut, maka untuk tahun 2022 saja jika pendapatan pajak sebesar Rp1.700 triliun, tentunya sudah melampaui Rp300 triliun. Jadi, nilai Rp300 triliun yang terakumulasi selama beberapa tahun tersebut masih dianggap terlalu kecil.
“Kebocoran pajak itu bisa karena memang mafia pajak seperti Gayus dan Rafael Alun. Dan Rafael Alun ini pejabat eselon III kalau menurut Pak Yunus, mantan Ketua PPATK, sebenarnya yang mencuat keluar itu mungkin hanya 10%. Itu yang disebut dengan gunung es. Dan itu dinyatakan di sebuah perdebatan di TV One. Jadi Rp300 T itu hanya 20% dari Rp1.500 T," ujarnya.
Dengan kondisi tersebut ia melihat bahwa kasus mafia pajak ini diikuti oleh tindak pidana pencucian uang. Namun, ia mempertanyakan ucapan dari Kepala PPATK yang menyebut bahwa itu bukan tindak pidana korupsi, padahal pencucian uang adalah tindak pidana.
Menurutnya, mafia pajak seperti Rafael ini punya konsultan hukum dan berbagai langkah-langkah untuk melakukan pencucian uang.
“Sekarang sudah digitalized mafia yang eselon III ini begitu powerfull yang ternyata di dalam rekeningnya ada Rp500 miliar transaksi dan itu baru ditemukan. Bisa saja menurut dugaan itu nilainya triliunan. Dan itu berarti ada mafia-mafia pajak yang lain yang jumlahnya entah berapa yang ini adalah kewajiban dari para penegak hukum. Yang saya heran KPK diam saja dan DPR diam saja, nilai kolosal Rp300 T yang jelas sudah dinyatakan sebagai mencurigakan, ada unsur tindak pidana pencucian uang," jelasnya.
Lanjutnya, berdasarkan temuan IMF jika dikonversi maka seharusnya Indonesia bisa mempunyai pendapatan pajak sebesar Rp3.200 triliun, seharusnya ada sense of crisis dari Menteri Keuangan.
Melihat peristiwa dunia di mana ada tiga bank besar yang bangkrut, salah satunya Silicon Valley Bank, dan hari ini bank nomor terbesar di Swiss bangkrut, juga seperti Elon Musk mengatakan bahwa ini adalah awal dari great depression.
Dari hal tersebut, pemerintah harus hati-hati menyelesaikan Rp300 triliun ini tidak secara politis. Dengan begitu, ia meminta Presiden untuk memerintahkan Ketua KPK untuk melakukan penyelidikan terhadap Rp300 triliun itu.
"Jika ditemukan alat bukti, maka lanjutkan dengan melakukan penyidikan. Jika terbukti, maka harus dibongkar kemudian lakukan re-engineering atau reformasi manajemen keuangan negara. Kekuasaan Menteri Keuangan ini sangat besar dan terbesar di dunia. Dia mengurus semuanya dari mulai penerimaan negara, perjanjian utang luar negeri, pabean, cukai bahkan juga jadi Ketua KSSK (Ketua Stabilitas Sistem Keuangan)," tutupnya.
Mau Berita Terbaru Lainnya dari Warta Ekonomi? Yuk Follow Kami di Google News dengan Klik Simbol Bintang.
Penulis: Djati Waluyo
Editor: Rosmayanti