Pakar Kebijakan Publik Narasi Institute, Achmad Nur Hidayat, menilai perlu adanya tata ulang kewenangan Kementerian Keuangan yang dinilai sudah terlalu luas atas kewajiban yang diembannya.
Menurutnya, respons dari Menteri Keuangan (Menkeu) Sri Mulyani dari mulai DJP, PPATK, Club Motor gede, itu terlalu luas kewenangan dari Kementerian Keuangan. Ini menunjukkan tatanan keuangan Indonesia harus dievaluasi secara menyeluruh.
"Terlihat sekali spend of control Kementerian Keuangan ini terlalu luas sehingga Menteri Keuangan ini tidak mampu mengontrol kesemuanya. Sehingga ketika terjadi masalah beliau tidak mampu mengatasi secara profesional," ujar Achmad dalam keterangan tertulis yang diterima, Senin (20/3/2023).
Baca Juga: Undang-Undang Keuangan Negara Bikin Kementerian Keuangan Superpower
Achmad menilai sudah waktunya untuk menata ulang sistem manajemen keuangan Indonesia yang bukanlah ide baru. Pasalnya ide tersebut sudah direncanakan secara matang sejak 1991, namun gagal dilaksanakan.
Pada waktu itu, terdapat wacana otoritas perencanaan pembangunan dijadikan satu di mana Menteri Keuangan, namun entah kenapa akhirnya berhenti, otoritas penganggaran dan perencanaan pembangunan akan dijadikan satu artinya Dirjen Anggaran dan Bappenas jadi satu.
"Tapi itu batal terjadi tahun 1991 atau sekitar 32 tahun yang lalu. Ironisnya ketika itu batal 12 tahun kemudian yaitu tahun 2003 bukan penataan yang komprehensif yang terjadi, yang terjadi justru kewenangan yang semakin terpusat Kementerian Keuangan," ujarnya.
Lanjutnya, dengan terbitnya UU Nomor 17 Tahun 2003, Bappenas tidak punya lagi kewenangan dalam hal perencanaan alokasi anggaran, jadi praktis kewenangan alokasi anggaran itu terwenang pusat di Kementerian Keuangan.
Dengan adanya kebijakan itu, Bappenas hanya bekerja dengan Kementerian Keuangan terkait perencanaan fiskal, makro, dan kemudian menyusun rencana kerja pemerintah, tetapi kewenangan anggaran itu ada di Kementerian Keuangan.
"Jadi sesuatu yang dulu itu pernah diwacanakan dipisahkan justru diperkuat lagi. Jadi sekarang kita tahu 20 tahun kemudian hasilnya seperti sekarang ini. Jadi perlu untuk ditinjau ulang kembali bagaimana otoritas perencana manajemen keuangan negara ini dibagi perannya," ucapnya.
Menurutnya, jika melihat pembelajaran dari negara lain yang baik dalam manajemen keuangannya otoritas keuangannya fokus pada fungsi treasury, atau dpisahkan dari fungsi pengelolaan pengumpulan pendapatan negara atau revenue services, badan atau lembaga yang mengelola penerimaan atau pendapatan negara ini terpisah, fungsi planning dan budgeting ini juga terpisah.
"Kemudian Kementerian Keuangan ini fokus pada fungsi treasury. Karena Menteri Keuangan adalah Bendahara Negara," ujar Achmad.
Achmad menyebut bahwa kisruh yang terjadi hari ini tidak saja melibatkan pajak, tetapi juga bea cukai di mana angka Rp300 triliunan disebut melibatkan orang-orang di Kementerian Keuangan.
Dengan begitu, ia menilai bahwa pemerintah harus melihat kembali dengan jernih tatanan manajemen keuangan negara ini.
Termasuk antara Kementerian Keuangan dan Bappenas dipecah menjadi tiga, yaitu satu otoritas perencanaan dan penganggaran supaya penganggaran ini didahului oleh perencanaan yang betul-betul kuat.
Kemudian Kementerian Keuangan fokus pada treasury, jadi jangan saku kiri dan saku kanan dipegang oleh orang yang sama, akan sulit mengontrolnya. Ada persoalan akuntabilitas secara mendasar.
"Harusnya bidang penerimaan bisa melaporkan secara transparan berapa penerimaan negara lalu bidang planning dan budgeting bisa melakukan perencanaan, kemudian bidang treasury bisa melaporkan segala macam pencatatan Manajemen Keuangan Negara," ungkapnya.
Dengan kondisi seperti saat ini, maka sudah saatnya untuk menata ulang sistem manajemen keuangan negara kita, sudah waktunya kita lihat secara mendasar, kita tata ulang lembaganya yang realistis.
"Kalau kita yakin negara ini semakin besar, maka portofolio kementerian juga semakin besar. Jadi kalau 30 tahun yang lalu sudah diwacanakan pemisahan, maka saat ini kebutuhan akan pemisahan fungsi managemen Keuangan Negara jauh lebih dibutuhkan dengan berbagai pertimbangan yang tadi sudah dipaparkan," tutupnya.
Mau Berita Terbaru Lainnya dari Warta Ekonomi? Yuk Follow Kami di Google News dengan Klik Simbol Bintang.
Penulis: Djati Waluyo
Editor: Rosmayanti