Menu
News
EkBis
New Economy
Kabar Finansial
Sport & Lifestyle
Government
Video
Indeks
About Us
Social Media

Undang-Undang Keuangan Negara Bikin Kementerian Keuangan Superpower

Undang-Undang Keuangan Negara Bikin Kementerian Keuangan Superpower Kredit Foto: Twitter/Said Didu
Warta Ekonomi, Jakarta -

Mantan Sekretaris Menteri BUMN, Said Didu mengatakan Undang-Undang Nomor 17 tahun 2023 tentang Keuangan Negara yang membuat Menteri Keuangan menjadi menteri yang superpower

"Pembahas UU itu ada dua orang dari pemerintah. Bersamaan dengan pembahasan UU BUMN UU nomor 19 tahun 2003 dan UU Keuangan Negara nomor 17 tahun 2003," ujar Said dalam keterangan tertulis yang diterima, Senin (20/3/2023).

Said mengatakan, pada saat UU Nomor 17 tahun 2003 keluar, Kementerian Keuangan langsung menghapus Bappenas.

Baca Juga: Said Didu Nilai Kementerian Keuangan Sangat Superpower

"Tidak ada peran Bappenas sama sekali dalam penentuan anggaran sehingga kewenangan ada di tiga hal di Kementerian Keuangan, yaitu perencanaan keuangan, penyetoran penerimaan keuangan, evaluasi anggaran dan bagi-bagi anggaran," ujarnya. 

Ia menegaskan bahwa harus dipisahkan tiga fungsi di dalam lembaga negara. Bagian pendapatan negara ditangani Dirjen Pajak, Dirjen Bea Cukai, dan Dirjen Utang. 

Menurutnya, sudah seharusnya fungsi Bappenas dikembalikan menjadi perencana anggaran, Kementerian Keuangan sebagai bendahara negara tugasnya membagi-bagi dan membelanjakan anggaran yang diperoleh dari lembaga-lembaga penerima anggaran sehingga mereka tidak sangat berkuasa.

"Menjadi hal yang lucu bahwa Penyidik TPPU adalah Kementerian Keuangan padahal yang mencuci uang adalah anak buahnya sendiri, ini tidak logis," ucapnya.

Said menyebut, UU nomor 17 tahun 2023 dirancang semua pelaksanaanya oleh Sri Mulyani, sehingga personifikasinya sangat jelas dan kuat terhadap pelaksaan UU tersebut. 

"Saatnya Sri Mulyani membuka diri bahwa rancangannya tidak sempurna. Sri Mulyani harus menurunkan egonya sedikit karena rancangannya mekanisme keuangan negara dan pengawasannya masih harus diperbaiki," ujar Said. 

Lanjutnya, yang menjadi permasalahan setiap melakukan reformasi keuangan Sri Mulyani selalu meminta bantuan luar negeri untuk konsultan. Padahal ahli-ahli dalam negeri pun punya kapabilitas untuk diajak merancang sistem keuangan. 

Jadi angka Rp300 triliun itu sangat kuat diduga adalah hasil kesepakatan antara petugas pajak dengan wajib pajak melalui konsultan pajak yang jumlahnya jauh lebih kecil dari nilai pajak yang tidak terserap oleh pemerintah akibat terjadinya kesepakatan. 

"Kongkalikong ini terjadi karena sistem keuangan yang ada di Kemenkeu menjadi sangat superpower karena menyatunya antara perencana, pelaksana, dan pengawas di semua lini termasuk perpajakan," tutupnya.

Mau Berita Terbaru Lainnya dari Warta Ekonomi? Yuk Follow Kami di Google News dengan Klik Simbol Bintang.

Penulis: Djati Waluyo
Editor: Rosmayanti

Advertisement

Bagikan Artikel: