Menu
News
EkBis
New Economy
Kabar Finansial
Sport & Lifestyle
Video
    Indeks
      About Us
        Social Media

        Pakar Pertanyakan Cara Penyelesaian Transaksi Janggal Rp300 Triliun yang Hanya Berdasarkan Satu Pernyataan: Sangat Politis!

        Pakar Pertanyakan Cara Penyelesaian Transaksi Janggal Rp300 Triliun yang Hanya Berdasarkan Satu Pernyataan: Sangat Politis! Kredit Foto: Alfida Rizky Febrianna
        Warta Ekonomi, Jakarta -

        Isu transaksi janggal RP 300 triliun di Kementrian Keuangan (Kemenkeu) secara singkat diakhiri dengan statement Kepala PPATK Ivan Yustiavandana bahwa tidak ada muatan korupsi ataupun abuse of power yang dilakukan oleh oknum pegawai Kementerian Keuangan.

        Hal ini menimbulkan pertanyaan publik bahwa nilai akumulasi Rp300 triliun ini terlalu dini untuk dinyatakan tidak ada unsur pidana tanpa adanya penyelidikan mendalam.

        Menanggapi hal ini beberapa pakar memberikan kritik yang lumayan tajam dalam Zoominary Narasi Institute tanggal 17/03/2023 yang lalu.

        Baca Juga: Mahfud MD Akui Salah Sebut Transaksi Mencurigakan Kemenkeu Rp300 Triliun: Yang Benar Rp349 Triliun!

        Prof Didin S. Damanhuri mengatakan bahwa awalnya Menkopolhukam menyatakan tidak seluruhnya dari Rp 300T itu terindikasi korupsi, ada sebagian yang terindikasi korupsi. 

        Kemudian setelah beberapa hari Ketua PPATK bertemu dengan Menteri Keuangan setelah itu Ketua PPATK menyatakan bahwa Rp300T tidak terkait dengan tindak pidana korupsi. 

        “Jadi saya kira ini yang saya sebut penyelesaian politis karena semua tokoh yang bersangkutan tidak ada lagi langkah-langkah diumumkan terutama oleh pa Mahfud yang publik sangat mengharapkan agar terus mengawal kondisi pemberitaan yang sudah sangat meluas dan ini adalah Gunung Es. Apalagi sudah disebut 300T menurut pa Mahfud itu datanya terkait dengan tindakan 467 personal yang ada di Kementerian Keuangan.” Ungkap Didin S. Damanhuri.

        Menurut Didin bahwa berdasarkan penemuan IMF bahwa kebocoran perpajakan di Indonesia itu sebenarnya jauh lebih besar hingga 40%. Kalau 40% ini sebagai data dari dua lembaga yang bersahabat dengan Sri Mulyani. 

        Baca Juga: Tak Lagi Membantah, Sri Mulyani Akui Ada Pegawai Kemenkeu yang Terlibat dalam Transaksi Mencurigakan Senilai Rp300 Triliun

        Jika melihat data tersebut maka untuk tahun 2022 saja jika pendapatan pajak sebesar 1700T tentunya sudah melampaui 300T. Jadi nilai 300T yang terakumulasi selama beberapa tahun tersebut masih dianggap terlalu kecil.

        “Kebocoran pajak itu bisa karena memang mafia pajak seperti Gayus dan Rafael Alun. Dan Rafael Alun ini pejabat eselon III kalau menurut Pa Yunus mantan Ketua PPATK sebenarnya yang mencuat keluar itu mungkin hanya 10%. Itu yang disebut dengan gunung es.  Dan itu dinyatakan di sebuah perdebatan di TV One. Jadi 300T itu hanya 20% dari 1500T” pungkas Didin.

        Menurutnya juga bahwa mafia pajak ini diikuti oleh tindak pidana pencucian uang, tapi anehnya menurut Ivan ketua PATK bahwa itu bukan tindak pidana korupsi, padahal pencucian uang adalah tindak pidana.

        “Mafia pajak seperti Rafael ini punya konsultan hukum dan berbagai langkah-langkah untuk melakukan pencucian uang. Rafael Alun ini lebih sophisticated dari Gayus,” kata dia. 

        Menurut Didin bahwa di dalam rekening Rafael ada 500 milyar transaksi dan itu baru ditemukan. Bisa saja dugaan itu nilainya bisa mencapai Triliunan. 

        Dan itu berarti ada mafia-mafia pajak yang lain yang jumlahnya entah berapa yang ini adalah kewajiban dari para penegak hukum. 

        Baca Juga: Penyelesaian Skandal Rp300 Triliun Kemenkeu Tak Bisa Diselesaikan Secara Politis, Pakar Minta Jokowi Perintahkan KPK Turun Tangan

        Yang saya heran KPK diam saja dan DPR diam saja, nilai kolosal 300 T yang jelas sudah dinyatakan sebagai mencurigakan  ada unsur tindak pidana pencucian uang.” jelasnya.

        Mau Berita Terbaru Lainnya dari Warta Ekonomi? Yuk Follow Kami di Google News dengan Klik Simbol Bintang.

        Penulis: Sabrina Mulia Rhamadanty
        Editor: Sabrina Mulia Rhamadanty

        Bagikan Artikel: