DPR Lawan PPATK, Mahfud Disinyalir Miliki Kepentingan Politik dalam Masalah Transaksi Rp349 Triliun
Anggota Komisi III Dewan Perwakilan Rakyat (DPR) Fraksi Demokrat, Benny K Harman, menilai bahwa Menteri Koordinator Bidang Politik, Hukum, dan Keamanan (Menko Polhukam), Mahfud MD, dan Kepala Pusat Pelaporan dan Analisa Transaksi Keuangan (PPATK), Ivan Yustiavandana, memiliki motivasi politik dalam membocorkan temuan transaksi mencurigakan Rp349 triliun ke publik.
Adapun temuan tersebut menyasar pada para pejabat Kementerian Keuangan, yakni Direktorat Jenderal Pajak (DJP). Dia menyebut, pengungkapan data pada publik adalah langkah untuk memojokkan Kementerian Keuangan.
Hal tersebut bermula dari pertanyaan awal Benny kepada Ivan. Dalam hal ini, Benny menanyakan pasal yang membenarkan pengungkapan kasus kepada publik yang dilakukan Ivan dan Mahfud beberapa waktu lalu.
"Apa itu boleh (membocorkan data kepada publik)?" tanya Benny pada Ivan dalam rapat kerja Komisi III DPR bersama PPATK di Kompleks Parlemen, Senayan, Jakarta, Selasa (21/3/23).
"Menurut saya boleh," jawab Ivan.
Menanggapi jawaban Ivan, Benny meminta PPATK untuk menunjukkan pasal dalam undang-undang mana yang memperkenankan pengungkapan kasus ke publik. Jika tidak ada, kata Benny, maka apa yang dilakukan PPATK dan Menko Polhukam memuat kepentingan politik.
"Coba kamu tunjukkan (pasal yang membolehkan membocorkan data kasus). Sebab kalau tidak, bapak ibu yang saya hormati, saudara Menko Polhukam dan Anda (Ivan) juga sebetulnya punya niat politik yang tidak sehat," kata Benny.
"Mau memojokkan Kemenkeu atau sejumlah tokoh di Kemenkeu. Itu yang saudara lakukan. Coba tunjukan ke saya, pasal mana?" tambahnya.
Baca Juga: Boro-boro Kursi Jabatan, Restu Barisan Jokowi Saja Tak Akan Didapatkan Anies Baswedan
Ivan pun menjawab pertanyaan dari Benny ihwal pasal yang memperkenankan PPATK dan Menko Polhukam mengumumkan data dari kasus tersebut. Dia mengatakan, dirinya dan Menko Polhukam bergerak berdasarkan Peraturan Presiden Nomor 6 Tahun 2012.
Dia juga mengungkapkan, bahwa Perpres tersebut merupakan turunan dari Pasal 92 ayat (2). Pasal tersebut mengamanatkan pembentukan komite melalui Peraturan Presiden.
"Jadi Pasal 92 itu mengamanatkan pembentukan komite dengan Peraturan Presiden," kata Ivan.
Baca Juga: Dukung Program Carbon Credit Era Jokowi, Kinerja Pertamina Geothermal Energy Langsung Meroket Tinggi
Benny pun menjelaskan, bahwa Pasal 92 ayat 2 tidak mengatur ihwal permasalahan tersebut. Dia menegaskan, Komite Nasional Pencegahan dan Pemberantasan TPPU tidak memperkenankan membocorkan data pada kasus tertentu.
"Mohon maaf. Politisi ini bukan anak bawang. Bukan taman kanak-kanak. Pasal 92 ayat 2 yang anda sebutkan itu saya bacakan. Pembentukan komite koordinasi nasional pencegahan dan pemberantasan TPPU diatur dengan perpres," kata Benny.
"Saya baca dari awal sampai selesai, tidak ada satu pasal pun ataupun penjelasannya yang dengan tegas menyebutkan Kepala PPATK, kepala komite, apalagi Menko Polhukam boleh membuka data-data seperti itu kepada publik sesuka-sukanya, selain punya motivasi politik. Itu yang Anda (Ivan) lakukan. Maka betul tidak itu motivasi politik?" tambahnya.
Ivan pun membantah tuduhan tersebut. Dia bersumpah tidak memiliki niat politik untuk memojokkan Kementerian Keuangan dalam mengumumkan kasus transaksi mencurigakan Rp349 triliun dalam temuannya.
"Demi Allah sama sekali tidak ada. Saya menjalankan fungsi saya sebagai sekretaris komite nasional," tegasnya.
Lebih lanjut, Benny pun meminta agar Kepala Komite Nasional Pencegahan dan Pemberantasan TPPU sekaligus Menko Polhukam, Mahfud MD, juga dipanggil terkait dugaan transaksi mencurigakan Rp349 triliun di Kementerian Keuangan.
Baca Juga: Diskusi Bareng Megawati, Jokowi Ternyata Gak Merestui Langkahnya Anies Baswedan!
"Jadi saya minta Kepala Komite, Pak Menko Polhukam dihadirkan di tempat ini (Ruang Rapat Komisi III) dalam waktu yang sesingkat-singkatnya," tandasnya.
Mau Berita Terbaru Lainnya dari Warta Ekonomi? Yuk Follow Kami di Google News dengan Klik Simbol Bintang.
Penulis: Andi Hidayat
Editor: Aldi Ginastiar