Menu
News
EkBis
New Economy
Kabar Finansial
Sport & Lifestyle
Video
    Indeks
      About Us
        Social Media

        Ogah Berhadapan dengan Israel, Indonesia Pilih Bikin Acara Sendiri Gegara Dikucilkan

        Ogah Berhadapan dengan Israel, Indonesia Pilih Bikin Acara Sendiri Gegara Dikucilkan Kredit Foto: Instagram/State of Israel
        Warta Ekonomi, Jakarta -

        FIFA resmi mencabut status tuan rumah Piala Dunia U-20 2023 yang dipegang Indonesia pada Rabu (29/3/2023) malam. Polemik penolakan masyarakat terhadap timnas Israel menjadi salah satu penyebab keputusan ini dirilis.

        Alasan ditolaknya Israel masuk Indonesia menurut sebagian orang antara lain menganggap Negara Zionis itu adalah penjajah Palestina. Ini bertentangan dengan Indonesia yang mendukung kemerdekaan Palestina.

        Baca Juga: Timnasnya Ditolak, Mantan Dubes Indonesia untuk Amerika Kuak Bukti Kehadiran Israel Sebelumnya

        Jika melihat sejarah, praktik politisasi olahraga ini bukan yang pertama dilakukan. Indonesia pernah melakukannya 59 tahun lalu yakni pada 1964.

        Seperti dilansir CNBC Indonesia, cerita bermula ketika dua tahun sebelumnya, pada 1962, Indonesia ditunjuk menjadi tuan rumah Asian Games. Dalam perhelatan olahraga se-Asia itu seluruh negara di Asia hadir tetapi Presiden Sukarno menolak Israel dan Taiwan datang ke Indonesia.

        Alasannya, Israel adalah penjajah tanah Palestina. Sementara Taiwan ditolak dengan alasan eksistensinya tidak diakui karena Indonesia berpedoman pada "One China Policy".

        Sayangnya, International Olympic Commitee (IOC) menganggap dengans serius langkah Indonesia itu. IOC menganggap Indonesia telah memasukkan politik dalam olahraga karena seharusnya tuan rumah bersifat netral.

        Alhasil, Asian Games 1962 di Jakarta berlangsung tanpa kehadiran Israel dan Taiwan. Meski acara sukses, setelahnya datang masalah bertubi-tubi seperti Indonesia dianggap memiliki preseden buruk sebagai tuan rumah acara olahraga sehingga IOC menilai Indonesia kurang ajar.

        CNBC Indonesia mengutip Muhidin M. Dahlan dalam Ganefo: Olimpiade Kiri Indonesia (2019), dijelaskan pada 7 Februari 1963 IOC memberi keputusan keras: Indonesia dilarang tampil di ajang Olimpiade karena telah mempolitisasi olahraga. Meski begitu, IOC memberi satu syarat Indonesia bisa tampil: berjanji tidak mengulanginya.

        Sukarno yang tidak mau didikte bangsa Barat jelas marah. Indonesia akhirnya tidak ikut Olimpiade 1963 di Tokyo.

        Tak perlu waktu lama, presiden pertama itu akhirnya memutuskan Indonesia resmi keluar dari IOC. Setelahnya Sukarno mendirikan perhelatan tandingan bernama Games of The New Emerging Force (Ganefo).

        George Modelski dalam The New Emerging Forces (1963) mencatat lima hari setelah Indonesia ditolak IOC, Sukarno mendeklarasikan Ganefo yang diselenggarakan pada November 1963.

        Baca Juga: Kisruh Penolakan Israel di Piala Dunia U-20 Bisa Bikin Semua Organisasi Internasional Kapok ke Indonesia, Ujung-ujungnya...

        Tercatat ada 12 negara yang berpartisipasi, antara lain Indonesia, Irak, Pakistan, Mali, Vietnam Utara, Mesir dan Suriah (Republik Arab Bersatu), Uni Soviet, Kamboja, Sri Lanka, dan Yugoslavia.

        Mengutip Ganefo Sebagai Wahana dalam Mewujudkan Konsepsi Politik Luar Negeri Soekarno 1963-1967 (2013), alasan Sukarno membuat Ganefo sebetulnya didasari oleh rasa ketidakadilan. Bagi Sukarno, IOC sendiri tidak adil karena kerap mengucilkan China dan beberapa negara Arab.

        Jadi, menurut Sukarno, rasanya aneh kalau IOC menganggap Indonesia memasukkan unsur politik dalam olahraga. Toh dia sendiri pun bersikap demikian.

        Saat pelaksanaan Ganefo pada 10-22 November 1963 berjalan sukses. Mata dunia tersorot pada Indonesia dan Sukarno. Akibat keberhasilan ini membuat animo negara tertindas di Asia dan Afrika lain meningkat. Mereka segera mendaftar jadi bagian Ganefo.

        Bahkan, tercatat Ganefo dilaksanakan dua kali, yakni di Kamboja pada 1966. Kesuksesan Ganefo yang dirintis Indonesia sebetulnya lebih dari sekedar balas dendam. Acara itu bertujuan untuk menunjukkan solidaritas dan kekuatan negara-negara tertindas. Bahwa mereka tidak bisa diatur oleh negara Barat.

        Mau Berita Terbaru Lainnya dari Warta Ekonomi? Yuk Follow Kami di Google News dengan Klik Simbol Bintang.

        Editor: Muhammad Syahrianto

        Tag Terkait:

        Bagikan Artikel: