APBN Dibayangi Utang Kereta Cepat Lagi, China Sukses Hipnotis Jokowi: Efek Program Grasa-grusu!
Anggota Komisi V DPR, Irwan Fecho memberikan kritikan tajam terkait dengan usaha negosiasi bunga utang dari Kereta Cepat Jakarta-Bandung (KCJB).
Dirinya mengatakan hal ini tidak akan terjadi jika adanya kehati-hatian akan pengambilan keputusan dari Pemerintahan Joko Widodo alias Jokowi.
Baca Juga: Kereta Cepat Kebanggaan Jokowi Juga Bikin Negara Cepat Jantungan! Refly Harun: Sejak Awal...
Menurutnya, pemerintah terlalu buru-buru dalam memutuskan sesuatu, salah satunya pembangunan infrastruktur.
"Bukti program infrastruktur dan transportasi pemerintah grasa-grusu," kata politikus Partai Demokrat itu di Jakarta, Sabtu (15/4/2023).
Ia menambahkan, biaya proyek kereta cepat Jakarta-Bandung yang kini semakin bengkak menunjukkan kegagalan era Jokowi. Tidak hanya merugikan negara di masa kini, namun juga membebani negra dan rakyat di masa depan.
Terlebih lagi, ujar dia, utang ini diadakan melalui proses perennial yang salah di awal atau feasibility study (FS) pemerintah.
"Di mana dulu pemerintah terhipnotis dengan bunga rendah (dari Cina) yakni 2%," tutur Irwan.
Awalnya, proyek kereta cepat memang menggiurkan karena utang yang ditawarkan China punya bunga murah. Kini, Pemerintah Indonesia menurutnya kena batunya gara-gara terlalu buru-buru dalam mengadakan mega proyek terkait. "Sehingga kreditur seenaknya sendiri memberikan opsi skema pembayaran," ujarnya.
Baca Juga: Makin 'Lengket', Pengamat Sebut Prabowo Subianto Potensial Jadi Penerus Jokowi
Pembengkakan biaya atau cost overrun, ujar dia, akan sangat membebani APBN. Hal ini nantinya akan berdampak panjang pada defisit APBN.
"Harus ditolak skema jaminan APBN ini. Sudah beberapa kali APBN mencuci kesalahan perencanaan Kereta Cepat," kata Irwan.
Padahal, dulu, Perpres Nomor 107 Tahun 2015 tentang Pembiayaan Kereta Cepat Jakarta-Bandung sempat melarang menggunakan APBN. Namun kini, Jokowi seolah menarik perkatannya sendiri usai memberikan izin penerbitan obligasi maupun pinjaman konsorsium BUMN untuk mendanai proyek senilai US$7,5 miliar atau sekitar Rp 110,9 triliun tersebut.
Mau Berita Terbaru Lainnya dari Warta Ekonomi? Yuk Follow Kami di Google News dengan Klik Simbol Bintang.
Editor: Aldi Ginastiar
Tag Terkait: