Permintaan China Development Bank (CDB) atas pinjaman Pemerintah Indonesia untuk membiayai proyek Kereta Cepat Jakarta-Bandung (KCJB) dibayarkan melalui Anggaran Pendapatan dan Belanja Negara (APBN) harus ditolak.
Ekonom dan Pakar Kebijakan Publik Narasi Institute, Achmad Nur Hidayat mengatakan, pinjaman sebesar Rp8,3 triliun dengan tingkat suku bunga sebesar 3,4 persen akan berbahaya jika dibayarkan melalui APBN.
"Jika permintaan ini disanggupi, maka ini berbahaya bagi negara. Jika CDB meminta hal tersebut pemerintah tidak boleh seenaknya menyanggupi karena rakyat yang akan menanggung bebannya, untuk itu MPR harus mengadakan sidang MPR sebagai bentuk izin kepada rakyat," ujar Achmad dalam keterangan tertulis yang diterima, Selasa (18/4/2023).
Achmad mengatakan, jika APBN dijadikan jaminan tambalan pembiayaan bagi proyek yang kontroversial ini, maka akan banyak program yang semestinya diprioritaskan menjadi tidak terbiayai.
"Dengan beban fiskal yang besar dan menjadi beban dalam waktu yang panjang, maka akan membuat kondisi ekonomi Indonesia semakin terpuruk," ujarnya.
Menurutya, miris jika negara ini dikelola oleh SDM yang tidak mumpuni sehingga membuat bangsa ini tampak konyol dalam proyek kontroversial ini.
Pasalnya, proyek KCJB yang mulanya diperkirakan akan menelan biaya Rp86,67 triliun ternyata terjadi pembengkakan atau kelebihan biaya (cost overrun) menjadi Rp114,24 triliun pada tahun 2021.
Kemudian naik lagi menjadi Rp131 triliun dan sekarang ada tambahan lagi sebesar US$1,2 miliar atau sekitar Rp18,24 triliun (asumsi kurs Rp15.200 per dolar AS).
Dengan perhitungan bunga 3,4 persen dan jumlah utang yang sudah menggunung tersebut membuat Indonesia akan terbebani utang hingga 80 tahun.
"Artinya generasi mendatang akan mewarisi utang-utang ini yang hasilnya belum tentu dapat mereka rasakan dikemudian hari," ucapnya.
Lanjutnya, ia menyebut bahwa proyek KCJB merupakan jebakan utang China, sehingga siapa pun yang terlibat dalam memutuskan pembangunan KCJB ini harus diseret ke meja hijau.
Sebab jika APBN dijadikan jaminan, maka Indonesia harus bersiap menghadapi turbulensi yang masif di kemudian hari.
"Sangat miris negeri ini jika pembangunan yang dilakukan hanya untuk gagah-gagahan tanpa melalui kajian yang layak. Jebakan utang China ini membuat citra Indonesia tampak bodoh di mata internasional," ungkapnya.
Dengan begitu, Achmad meminta agar pemerintah harus secara transparan menjelaskan kepada publik mengenai kemana sajakah dana KCJB ini dialokasikan.
"Perencanaan dan pelaksanaan proyek KCJB ini harus dievaluasi walaupun proyek ini dinyatakan rampung," tutupnya.
Mau Berita Terbaru Lainnya dari Warta Ekonomi? Yuk Follow Kami di Google News dengan Klik Simbol Bintang.
Penulis: Djati Waluyo
Editor: Rosmayanti
Tag Terkait: