Dukung Ganjar dan Prabowo secara Bersamaan, Jokowi Diduga Ingin Amankan Pengaruh Usai Pilpres?
Pengumuman pencapresan Ganjar Pranowo oleh Ketua Umum PDIP Megawati Soekarnoputri membuat publik menerka ke mana arah dukungan Presiden Jokowi kepada calon presiden yang akan menggantikannya.
Lantaran, Ganjar Pranowo merupakan capres dari partai pengusung yang sama dengan Jokowi, yaitu PDIP. Sementara itu, pertemuan dengan Prabowo Subianto pada Februari lalu diduga kuat sebagai upaya Jokowi dalam mendukung Prabowo Subianto dalam maju sebagai calon presiden.
Menanggapi hal tersebut, pengamat politik Rocky Gerung mengatakan bahwa Presiden Jokowi memang tidak secara gamblang menyatakan dukungannya pada calon presiden. Hal ini menurutnya merupakan upaya Jokowi dalam mendukung Ganjar Pranowo dan Prabowo Subianto secara bersamaan untuk mengamankan pengaruhnya usai masa jabatan presiden selesai pada 2024.
Baca Juga: Prabowo Subianto Beri Sinyal Kuat untuk Nyapres, Konsolidasi Gerindra Semakin Solid?
“Dan kasak-kusuk Jokowi tetap (memberi) sinyal bahwa dia ingin peran di dalam perubahan nanti. Peran itu yang orang hitung berapa persen ke Prabowo dan berapa persen ke Ganjar. Tetap buat Jokowi, dia sudah pasti lengser. Dan dua hari setelah lengser, dia harus dapat sinyal dari presiden baru, apa yang dikerjakan presiden baru terhadap proyek-proyek yang dia rancang kemarin, terutama apa yang diucapkan oleh presiden baru terhadap beliau,” kata Rocky Gerung, dikutip dalam kanal Youtube-nya pada Jumat (28/4/2023).
Ia menduga bahwa bahwa Presiden Jokowi saat ini sedang cemas bagaimana presiden baru nantinya memandang dirinya sebagai mantan presiden.
“Kalau beliau (Jokowi) enggak cemas mestinya dia enteng saja mengatakan bahwa dia sudah selesai (menjadi presiden). Kasak-kusuk dia menunjukkan kecemasannya yang belum berakhir,” ungkapnya.
Sementara itu, Rocky Gerung menyatakan bahwa apabila Prabowo Subianto jadi untuk maju sebagai calon presiden dengan dukungan petinggi TNI, ia menduga bahwa akan ada sentimen isu kebangkitan Partai Komunis Indonesia (PKI) serta Tragedi 1965/66. Hal ini sangat mungkin terjadi apabila Jokowi terus berambisi dalam mengamankan pengaruh usai masa jabatannya selesai.
“Jadi kalau kita bikin evaluasi, ini keadaan politik kita terus diganggu oleh ketidakstabilan karena koalisi-koalisi ini berebut suara. Sekali lagi kita ingatkan pada bangsa ini bahwa keadaan yang seharusnya sudah selesai justru diperparah oleh Jokowi. Karena pertama, dia masih mau punya kontrol terhadap partai politik. Kedua, ketidakmampuan dia dalam membaca politik global. Dalam kata lain, Jokowi terus berpusat pada dirinya, bukan pada bangsa. Akibatnya jadi seperti ini,” jelasnya.
Ia juga menyatakan bahwa seorang presiden harus berfokus pada kinerjanya di akhir masa jabatan, bukan berfokus dalam pengamanan kepentingan dan pengaruh setelah masa jabatannya selesai.
“Mental seorang negarawan seharusnya tidak boleh lagi menunjukkan ambisi di akhir masa jabatannya,” tuturnya.
Mau Berita Terbaru Lainnya dari Warta Ekonomi? Yuk Follow Kami di Google News dengan Klik Simbol Bintang.
Penulis: Novri Ramadhan Rambe
Editor: Rosmayanti