Pemerintah mengajak pemangku kepentingan untuk mendukung pencapaian target Net Zero Emissions (NZE) pada 2060 atau lebih cepat. Dirjen Energi Baru Terbarukan dan Konservasi Energi (EBTKE) Kementerian ESDM Dadan Kusdiana mengatakan bahwa kelapa sawit termasuk sektor industri komoditas agro yang mendukung penyerapan emisi karbon dan program NZE.
“Dalam berbagai literatur, tanaman ini menyerap karbon lebih besar dibandingkan tanaman lain,” ujar Dadan di Jakarta, kemarin. Dia memaparkan bahwa pohon kelapa sawit mampu menyerap 25 ton CO2 per tahun sedangkan pohon lainnya hanya sebesar 6 ton CO2 per tahun. Karena itulah, tanaman kelapa sawit merupakan penyerap CO2 sama dengan tanaman lain seperti tanaman kayu hutan.
Lalu Kontribusi sawit menekan emisi karbon sudah diwujudkan melalui implementasi program mandatori biodiesel. Adapun Indonesia saat ini menjadi negara terbesar dalam penggunaan biodiesel dibandingkan dengan negara-negara lain seperti Malaysia.
"Kita akan terus tingkatkan pemanfaatan bahan bakar nabati ini baik dalam bentuk biodiesel maupun dalam bentuk bio yang lain,” tegasnya. Dia menjelaskan penggantian Bahan Bakar mesin diesel dari minyak solar ke biodiesel dapat mengurangi emisi gas rumah kaca sekitar 50% – 60%.
“Jadi ke depan terkait dengan pemanfaatan bioenergi khususnya yang akan dimanfaatkan secara maksimal baik itu dalam bentuk bahan bakar nabati yang sifatnya cair maupun dalam bentuk biogas. Dapat pula dimanfaatkan juga yang bentuknya padat atau biomassa misalkan pohon, tandan dan fiber yang jumlahnya cukup besar," ujar Dadan.
Sementara itu Direktur Tunas Sawa Erma Group, Luwy Leunufna mengatakan pihaknya berkomitmen untuk mengikuti semua aturan dan ketentuan pemerintah untuk mengurangi emisi gas rumah kaca.
Atas komitmennya tersebut, TSE Group menggunakan Science Based Targets initiative (SBTi) sebagai standar untuk menetapkan target net zero emissions. SBTi adalah inisiatif untuk mengembangkan dan mempromosikan metodologi ilmiah dalam rangka menetapkan target emisi sesuai dengan Perjanjian Paris.
“Kami akan menyusun near-term dan long-term target emisi kami dalam waktu dua tahun ke depan,” jelasnya. Di sisi lain Subkoordinator Direktorat Perlindungan Perkebunan Kementerian Pertanian (Kementan), Dwimas Suryanata Nugraha mengatakan, perkebunan sawit tidak bisa dikatakan sepenuhnya penyebab dari kenaikan gas rumah kaca.
"Banyak isu yang timbul di masyarakat ini terkait dengan sawit ini salah satu penyebab sawit deforestasi lahan dan penyebab kenaikan emisi gas rumah kaca. Perkebunan kelapa sawit ini tidak bisa juga dikatakan penyebab dari kenaikan gas rumah kaca," pungkasnya.
Mau Berita Terbaru Lainnya dari Warta Ekonomi? Yuk Follow Kami di Google News dengan Klik Simbol Bintang.
Penulis: Boyke P. Siregar
Editor: Boyke P. Siregar