Kritik Jokowi karena ‘Pelihara’ Relawan, Didik Rachbini: Mereka Hama untuk Demokrasi!
Presiden Joko Widodo (Jokowi) dalam sisa masa jabatannya disebut sedang gencar melakukan cawe-cawe ke calon presiden (Capres) yang akan berkontestasi pada Pilpres 2024. Cawe-cawe ini dinilai oleh banyak pengamat sebagai upaya Jokowi untuk mengamankan kepentingan dan pengaruh usai masa jabatannya selesai pada tahun 2024.
Menanggapi hal tersebut, profesor ekonomi dan politik Didik Rachbini mengkritik Jokowi yang beralasan bahwa cawe-cawe tersebut merupakan demi kepentingan bangsa dan negara. Ia kemudian menyebut hal tersebut sebagai fallacy of composition atau kesalahan berpikir.
“Pak Jokowi itu awalnya itu tidak terus terang cawe-cawe, tapi setelah terdesak karena memang media itu persepsinya negatif. Kita juga melakukan riset big data, ada 16.000 percakapan di media sosial yang lebih dari 2/3 itu (persepsinya) negatif, presiden diminta sebagai kepala negara untuk netral. Jadi, persepsi cawe-cawe ini sudah kata negatif, tapi kemudian presiden mengatakan demi untuk bangsa dan negara, itu fallacy of composition (kesalahan berpikir),” kata Didik, dikutip dari kanal Youtube METRO TV pada Selasa (6/6/2023).
Ia juga mengkritik upaya Jokowi yang seolah-olah meminta kelompok relawannya untuk membenarkan tindakan cawe-cawe tersebut. Menurutnya, seorang presiden yang ‘memelihara’ relawan saja sudah merupakan keganjilan dalam struktur demokrasi.
“Jadi complicated ini apa yang ditunjukkan presiden dalam politik, sudah berulang-ulang. Dan ini diminta oleh pengikut-pengikutnya untuk ditafsirkan benar. Sebagai contoh yang masih hangat sekarang adalah presiden itu memelihara relawan, ini satu keganjilan di dalam politik. Relawan itu dalam struktur demokrasi tidak ada di mana-mana,” ujarnya.
Lebih lanjut, ia menyebut adanya kelompok relawan tersebut sebagai hama bagi demokrasi Indonesia.
“Saya menyebutnya relawan yang dipelihara Jokowi itu adalah alap-alap, dia hama demokrasi yang ada di bawah karpet yang dipelihara dan dijustifikasikan benar, termasuk cawe-cawe ini. Jadi presiden mempromosikan modus baru di dalam berdemokrasi. Beliau ingin memberikan contoh baik padahal itu fallacy of composition,” jelas Didik.
Memang, Didik mengakui bahwa tidak ada larangan untuk cawe-cawe atau memelihara relawan secara hukum. Namun, ia menegaskan bahwa hal tersebut salah secara etik. Oleh karena itu, tidak heran ia mengklaim bahwa demokrasi Indonesia saat sudah mengalami kemunduran.
“Jadi sekarang memang alasan-alasan dari teman-teman istana itu (yang bilang) tidak ada salahnya secara hukum, padahal itu secara etik salah. Beliau itu mempunyai sumber daya yang luar biasa yang kalau digunakan itu sangat berbahaya, yaitu birokrasi, intelijen, dan seterusnya. Kenapa mesti memelihara relawan? Kenapa mesti cawe-cawe?” tanyanya.
“Presiden Jokowi itu ya mengatakan seperti itu seolah benar tapi membunuh demokrasi. Memang seluruh analis politik dalam maupun luar negeri, demokrasi ini mengalami kemunduran, dikerangkeng. Itu presiden harus diingatkan,” tandasnya.
Mau Berita Terbaru Lainnya dari Warta Ekonomi? Yuk Follow Kami di Google News dengan Klik Simbol Bintang.
Penulis: Novri Ramadhan Rambe
Editor: Rosmayanti
Tag Terkait: