Otoritas Jasa Keuangan (OJK) mengaku lega dengan keputusan kongres Amerika Serikat (AS) yang menyetujui RUU (Fiscal Responsibility Act) 2023 menjadi undang-undang (UU) guna mencegah negara adidaya itu mengalami gagal bayar. Adapun melalui UU ini, AS menaikkan plafon/ ambang batas utangnya.
"Ini tentu membawa kelegaan dari sistem keuangan dunia yang dapat terpengaruh, karena selain para pihak yang memiliki surat utang di Amerika Serikat juga cukup besar dimiliki oleh Jepang, Tiongkok, Inggris dan beberapa negara besar lainnya yang dikhawatirkan dapat menimbulkan dampak terhadap stabilitas sistem keuangan global," ujar Ketua Dewan Komisioner OJK, Mahendra Siregar saat konferensi pers hasil Rapat Dewan Komisioner (RDK) OJK Mei 2023 di Jakarta, Selasa (6/6/2023).
Sebelum diputuskan, menurutnya ketidakpastian negosiasi debt-ceiling di AS telah meningkatkan volatilitas di pasar keuangan global khususnya di pasar surat utang setelah sempat mereda seiring tekanan terhadap perbankan global yang juga mereda. Baca Juga: Penuhi Aturan OJK, Sinarmas MSIG Life Gandeng Bank Sinarmas Hadirkan Produk Unit Link Baru
Namun, Ia memastikan hal tersebut tidak akan berdampak besar bagi Indonesia mengingat kepemilikan obligasi AS oleh industri keuangan di Indonesia terbilang minim.
"Jumlah kepemilikan obligasi AS oleh sektor keuangan Indonesia relatif sangat kecil. Dengan nilai sekitar Rp34 triliun yang kemudian untuk jatuh tempo sebesar Rp27 triliun diprakirakan tidak akan memiliki dampak berarti," pungkasnya.
Di sisi lain, tingkat inflasi yang persisten di level yang tinggi, kinerja perekonomian dan pasar tenaga kerja di AS yang masih solid diperkirakan akan dapat kembali memicu kenaikan suku bunga kebijakan di AS.
"Tren pelemahan perekonomian global juga masih berlanjut terutama tercermin dari penurunan aktivitas industri dan perdagangan internasional, pertumbuhan perekonomian Tiongkok yang lebih rendah daripada ekspektasi semula, penurunan harga komoditas, serta fragmentasi geopolitik," jelas Mahendra.
Sekalipun demikian, kinerja perekonomian nasional terpantau relatif stabil dengan inflasi mengalami penurunan menjadi 4 persen yoy (April 2023: 4,33 persen). Kinerja sektor manufaktur masih melanjutkan ekspansi dengan Purchasing Managers Index (PMI) di Mei 2023 menjadi 50,3, namun melambat dibandingkan bulan sebelumnya (April 2023: 52,7). Baca Juga: Sambangi Regulator Keuangan AS, Apa yang Dibicarakan OJK?
"Neraca perdagangan juga mencatatkan surplus di April 2023 meski kinerja ekspor mengalami kontraksi yang cukup dalam dipengaruhi turunnya harga dan volume komoditas ekspor utama Indonesia," tutupnya.
Mau Berita Terbaru Lainnya dari Warta Ekonomi? Yuk Follow Kami di Google News dengan Klik Simbol Bintang.
Penulis: Fajar Sulaiman
Editor: Fajar Sulaiman