Menu
News
EkBis
New Economy
Kabar Finansial
Sport & Lifestyle
Video
    Indeks
      About Us
        Social Media

        Elektabilitas Anies Baswedan Alami Penurunan Signifikan, Ternyata 2 Hal Ini Jadi Penyebabnya

        Elektabilitas Anies Baswedan Alami Penurunan Signifikan, Ternyata 2 Hal Ini Jadi Penyebabnya Kredit Foto: Antara/Reno Esnir
        Warta Ekonomi, Jakarta -

        Memasuki 2023, dalam pelbagai survei opini publik dari banyak lembaga memperlihatkan penurunan elektabilitas bakal calon presiden (bacapres) Koalisi Perubahan untuk Persatuan, Anies Baswedan

        Penurunan suara ini disebabkan oleh posisi ideologis Anies yang berbeda dengan umumnya publik Indonesia. 

        Pelemahan suara Anies juga disebabkan oleh persepsi publik yang semakin baik pada kondisi ekonomi dan tingkat kepuasan pada kinerja Presiden Jokowi yang mengalami peningkatan.

        Baca Juga: KIB Minta PKS, Nasdem dan Demokrat Deklarasi Bersama-sama Anies Baswedan

        Hal ini disampaikan oleh ketua SMRC sekaligus ilmuwan politik Prof. Saiful Mujani yang dipresentasikan pada program ’Bedah Politik bersama Saiful Mujani’ episode “Mengapa Elektabilitas Anies Menurun?”.

        Saiful menjelaskan bahwa Anies adalah fenomena politik baru. Dia mampu memasuki arena politik paling atas untuk menjadi presiden padahal bukan elit partai, bahkan bukan anggota partai. 

        Walaupun dia bukan anggota partai, tapi dia bisa menarik partai politik untuk mencalonkannya. Artinya Anies memiliki nilai politik yang sangat besar, setidaknya pada partai-partai politik yang mendukungnya. Di mata publik juga demikian.

        Saiful mengaku pernah memiliki pandangan sekitar dua atau tiga tahun lalu bahwa Anies akan kompetitif dengan calon-calon seperti Prabowo Subianto dan Ganjar Pranowo. 

        Prabowo sudah tiga kali maju dalam pemilihan presiden-wakil presiden. Ganjar sudah meniti karir yang lama di partai politik, pernah menjadi anggota parlemen dan sekarang sebagai gubernur. Karena itu, adalah normal jika keduanya sekarang bersaing dalam pemilihan presiden. 

        Sementara Anies menarik karena dia memiliki perjalanan politik yang berbeda. Saiful melihat kemungkinan ada banyak orang yang memberi harapan pada Anies. Apalagi seperti dalam tagline politiknya, dia ingin melakukan perubahan atau perbaikan politik Indonesia. Karena itu masuk akal jika ada yang memberi harapan pada Anies. 

        Namun mengapa dukungan publik pada Anies tidak berkembang bahkan cenderung melemah? 

        Baca Juga: Upaya Jokowi Menjegal Anies Baswedan Mulai Terendus, Eks Orang Istana Buka-bukaan: Memang Ada Gerakan Sistematis...

        Saiful menunjukkan bahwa pada Desember 2022, suara dukungan pada Anies sempat 28,1 persen. Suaranya seimbang dengan Prabowo Subianto. Saat itu, suara Anies mengalami kemajuan dari 23,5 persen pada Mei 2021 menjadi 28,1 persen di Desember 2022. 

        Harapan bahwa Anies akan semakin kompetitif terlihat sebelum memasuki 2023. Tapi memasuki 2023 sampai survei terakhir di awal Mei 2023, Anies mengalami penurunan yang cukup signifikan dari 28,1 persen pada Desember 2022 menjadi 19,7 persen di awal Mei 2023. Penurunan pada Anies sekitar 8,4 persen. 

        Sejalan dengan elektabilitas yang menurun, tingkat kesukaan atau likeability publik pada Anies juga mengalami penurunan memasuki 2023. 

        Pada Desember 2022, likeability Anies mencapai 78 persen menjadi 70 persen pada survei 30 April-7 Mei 2023. 

        Baca Juga: dr Tifa: 'Mas Anies Baswedan, Jangan Kelamaan, Ayo Kasih...'

        Ada dua aspek yang diteliti dalam studi ini. Pertama, aspek ideologi. Aspek ini dinilai berlaku untuk jangka panjang. Dalam konteks Indonesia, ideologi yang dimaksud adalah kecenderungan pada politik Islam dan politik kebangsaan atau yang menekankan pada Pancasila. 

        Saiful menekankan bahwa tentu antara Islam dan Pancasila bisa berjalan beriringan. Namun Islam dan Pancasila bisa dilihat sebagai sebuah spektrum ideologi publik. Dalam studi ini, digunakan skala 0 sampai 10, di mana 0 sempurna mendekati politik kebangsaan atau Pancasila dan 10 sempurna mendekati politik Islam. 

        Yang pertama adalah penilaian diri sendiri, posisi warga dalam konteks Islam dan Pancasila. Kedua, publik diminta menilai posisi ideologis tiga tokoh bakal calon presiden: Anies, Ganjar, dan Prabowo. 

        Pendekatan kedua adalah tentang persepsi atas ekonomi. Pendekatan ini lebih jangka pendek karena bisa berubah dalam jangka waktu yang lebih pendek tergantung perubahan kondisi ekonomi. 

        Baca Juga: dr Tifa: 'Mas Anies Baswedan, Jangan Kelamaan, Ayo Kasih...'

        Kemudian tentang penilaian atas kinerja Presiden Jokowi. Kalau persepsi atas kondisi ekonomi positif, kemungkinan publik juga akan cenderung puas atas kinerja Presiden Jokowi. 

        Pada aspek ideologi, dalam skala 0-10, publik Indonesia rata-rata menempatkan dirinya di angka 4,75. Berdasarkan data ini, Saiful menilai publik lebih mengidentifikasi diri dekat dengan ideologi Pancasila. 

        “Sentimen ideologis pemilih Indonesia adalah lebih cenderung Pancasila, bukan politik Islam… Jadi kalau ditanya publik Indonesia itu ideologinya apa? Ideologinya adalah Pancasila yang moderat,” jelas pendiri SMRC tersebut.

        Mau Berita Terbaru Lainnya dari Warta Ekonomi? Yuk Follow Kami di Google News dengan Klik Simbol Bintang.

        Penulis: Sabrina Mulia Rhamadanty
        Editor: Sabrina Mulia Rhamadanty

        Bagikan Artikel: