Menu
News
EkBis
New Economy
Kabar Finansial
Sport & Lifestyle
Kabar Sawit
Video
    Indeks
      About Us
        Social Media

        10 Tahun ke Depan, Gas Bumi Indonesia Diprediksi Akan Surplus

        10 Tahun ke Depan, Gas Bumi Indonesia Diprediksi Akan Surplus Kredit Foto: Antara/Muhammad Adimaja
        Warta Ekonomi, Jakarta -

        Koordinator Penyiapan Program Migas Kementerian Energi dan Sumber Daya Mineral (ESDM) Rizal Fajar Muttaqien mengatakan, dalam satu dekade ke depan, Indonesia diproyeksikan akan mengalami surplus pasokan gas bumi.

        Berdasarkan Neraca Gas Indonesia (NGI) 2023-2032, secara nasional kebutuhan gas Indonesia hingga tahun 2032 dapat dipenuhi dari proyek-proyek gas dan pasokan potensial.

        "Dalam 10 tahun ke depan, Indonesia akan mengalami surplus gas di beberapa wilayah di Indonesia. Negara kita masih memiliki peluang untuk memproduksi LNG (Liquefied Natural Gas) secara signifikan hingga tahun 2035," ujar Rizal dalam keterangan tertulis yang diterima, Jumat (16/6/2023).

        Baca Juga: Kementerian ESDM Genjot Investasi Migas dengan Perbaiki T&C Lelang WK

        Rizal mengatakan, dalam beberapa tahun ke depan akan ada pasokan LNG dari Bontang, Tangguh, dan Masela yang dapat dimanfaatkan untuk kebutuhan dalam negeri dalam mendukung transisi energi.

        Lanjutnya, sumber daya gas nasional Indonesia cukup untuk beberapa dekade mendatang. Mengingat gas bumi akan terus tumbuh, pemerintah mengupayakan produksi dari lapangan-lapangan yang ada.

        Salah satunya dengan mengembangkan lapangan konvensional dan nonkonvensional, serta peningkatan produksi melalui workover dan Enhanced Gas Recovery (EGR). Saat ini 68% gas dikonsumsi oleh pasar domestik, sedangkan total gas yang disalurkan sebesar 5.474 BBTUD.

        "Pemerintah Indonesia berkomitmen untuk meningkatkan penggunaan gas untuk keperluan domestik. Pada tahun 2022, gas bumi paling banyak digunakan untuk memenuhi kebutuhan industri, yaitu mencapai sekitar 29,25 persen," ujarnya.

        Pada tahun 2022 gas juga dialokasikan untuk ekspor LNG 21,76 persen, pupuk 12,58 persen, ekspor 10,97 persen, dan listrik 11,33 persen.

        "Pemerintah juga memanfaatkan gas untuk kebutuhan domestik LNG dan LPG masing-masing sebesar 8,94 persen dan 1,45 persen. Sebagian kecil dari sisa konsumsi adalah untuk gas kota dan gas untuk bahan bakar transportasi," ungkapnya.

        Rizal menyebut, untuk meningkatkan pemanfaatan gas, pemerintah telah mengembangkan infrastruktur gas di seluruh negeri. Sebagai negara kepulauan, membangun infrastruktur menjadi tantangan tersendiri, terutama di bagian Timur Indonesia dengan pulau-pulau kecil dan terpencil.

        Di bagian Barat, Indonesia memiliki pipa eksisting, regasifikasi mini LNG, kilang LNG, dan FSRU. Saat ini pemerintah tengah membangun jaringan pipa transmisi gas bumi untuk menghubungkan Pulau Jawa dan nantinya diharapkan dapat dilanjutkan hingga Sumatera. 

        "Di bagian Timur, pemerintah berencana membangun FSRU dan mini regasifikasi LNG," ucapnya. 

        Pemerintah juga mendorong program gasifikasi pembangkit listrik dengan mengganti pembangkit eksisting yang saat ini menggunakan BBM menjadi gas. Sebagai tindak lanjut, pemerintah menerbitkan Keputusan ESDM Nomor 249.K/MG.01/MEM.M/2022 tentang Penugasan Penyediaan LNG dan Pembangunan Infrastruktur serta Konversi BBM ke LNG untuk Penyediaan Tenaga Listrik.

        Berdasarkan Kepmen tersebut, terdapat 47 lokasi dan total volume kebutuhan LNG mencapai 282,93 BBTUD. Dari 47 lokasi ini, sebanyak 24 pembangkit berstatus operasi, tiga pembangkit berstatus pengadaan/konstruksi, dan 20 pembangkit berstatus perencanaan.

        Mau Berita Terbaru Lainnya dari Warta Ekonomi? Yuk Follow Kami di Google News dengan Klik Simbol Bintang.

        Penulis: Djati Waluyo
        Editor: Rosmayanti

        Bagikan Artikel: