Polemik Utang Rp775 M, Anak Buah Sri Mulyani: Bukan Soal Jusuf Hamka, tapi Tutut Soeharto
Juru Bicara Kementerian Keuangan (Kemenkeu) Yustinus Prastowo mengatakan bahwa polemik utang Rp775 miliar terkait dana Bantuan Likuiditas Bank Indonesia (BLBI) itu ditujukan kepada putri dari Presiden ke-2 RI, Siti Hardijanti Rukmana (SHR) atau Tutut Soeharto, bukan bos PT Citra Marga Nusaphala Persada (CMNP), Jusuf Hamka.
"Kami maklum banyak yang masih bingung dengan fakta, kepemilikan perusahaan bisa berganti. Hubungan individu dengan perusahaan juga bisa berubah. Nama Jusuf Hamka menjadi sentral, padahal seharusnya Tutut," katanya, dikutip Minggu (18/6/2023).
Baca Juga: Jusuf Hamka Ngaku Dipanggil Gembel: Saya Gak Pernah Lihat Duit Miliaran Kayak Apa
Padahal, Prastowo menyampaikan, pihaknya sejak awal menghindari penyebutan nama Jusuf Hamka. Pasalnya, saat kejadian penempatan deposito dan pemberian kredit, yang berkontrak adalah korporasi dan pemilik/pengurus saat itu yang bertanggung jawab.
"Dokumen-dokumen yang dimiliki Badan Penyehatan Perbankan Nasional (BPPN) dan Kemenkeu juga membuktikan hal ini," jelasnya.
Prastowo lalu menjelaskan, pada saat itu, Komisaris Utama PT CMNP adalah Tutut, yang juga memiliki saham CMNP melalui PT Citra Lamtoro Gung. "Selain itu, Tutut adalah pemegang saham pengendali Bank Yama. Ada 3 entitas milik beliau yang mempunyai utang ke sindikasi bank," tuturnya.
Kata Prastowo, Bank sindikasi ini mendapat kucuran BLBI dan masuk BPPN. Lalu, Bank Yama juga menerima BLBI, menjadi pasien BPPN dan menjadi bank beku kegiatan usaha (BBKU).
"Tutut sebagai penanggung jawab Bank Yama menyelesaikan kewajiban dan dinyatakan selesai setelah memperoleh Surat Keterangan Lunas tahun 2003," katanya.
Berdasarkan data resmi di Ditjen Administrasi Hukum Umum (AHU), Prastowo menjelaskan, Tutut adalah komisaris utama atau direktur utama PT CMNP, dalam kurun 1987-1999 atau persis saat pemerintah mengucurkan BLBI.
"Tutut juga komisaris utama dan pengendali Bank Yama, sesuai penyelesaian kewajiban di BPPN," imbuhnya.
Kian berlanjut, keluarga Tutut turut terlibat dengan anak Tutut, yakni Danty Indriastuty yang menggantikan posisi sebagai komisaris di CMNP, sejak tahun 2001.
"Pada waktu itu diketahui terdapat tiga entitas milik Tutut (bukan CMNP, Red) memiliki utang pada bank-bank yang disehatkan BPPN. Ini yang ditagih hingga kini," tegasnya.
Baca Juga: Lantik Pejabat Kemenkeu, Sri Mulyani Ingatkan Tantangan Keuangan Negara Tidak Akan Semakin Mudah
Di sinilah sengketa dimulai. Prastowo membeberkan kronologinya, yakni BPPN tidak mau membayar deposito CMNP karena berpendapat ada afiliasi atau keterkaitan, yaitu Tutut sebagai Direktur Utama PT CMNP sekaligus Komisaris Utama Bank Yama yang juga dimiliki 26% sehingga tidak sesuai dengan KMK 179/2000 tentang penjaminan.
"Atas hal tersebut, PT CMNP mengajukan gugatan yang dimenangkan oleh pengadilan, hingga Putusan PK MA tahun 2010. Hal yang menjadi pertimbangan hakim, meski bukti-bukti sesuai hukum/aturan, keputusan BPPN dianggap merugikan pemegang saham mayoritas (selain Tutut)," paparnya.
Direktur Jenderal Kekayaan Negara Kementerian Keuangan (Kemenkeu) Rionald Silaban pada Selasa (13/6/2023) juga menyampaikan, utang yang ditagih pemerintah terkait BLBI itu tidak terkait dengan PT CMNP, melainkan terkait dengan Grup Citra, yaitu PT Citra Mataram Satriamarga, PT Marga Nurindo Bhakti, dan PT Citra Bhakti Margatama Persada. Tutut tercatat mendapatkan dana BLBI melalui tiga perusahaan tersebut.
"Terhadap hak tagih negara ke 3 entitas yang berafiliasi dengan Tutut, pemerintah terus melakukan upaya penagihan. Akselerasi terjadi sejak dibentuk Satgas BLBI, yang dikomandoi Pak Mahfud MD. Semoga dapat dituntaskan di era Presiden Jokowi ini," tutupnya.
Mau Berita Terbaru Lainnya dari Warta Ekonomi? Yuk Follow Kami di Google News dengan Klik Simbol Bintang.
Penulis: Alfida Rizky Febrianna
Editor: Puri Mei Setyaningrum
Tag Terkait: