Menu
News
EkBis
New Economy
Kabar Finansial
Sport & Lifestyle
Kabar Sawit
Video
    Indeks
      About Us
        Social Media

        Waduh! Tiga Aspek Ini Disebut Terancam Bisa Bikin Web3 Jadi Inovasi Sampah

        Waduh! Tiga Aspek Ini Disebut Terancam Bisa Bikin Web3 Jadi Inovasi Sampah Kredit Foto: Unsplash/Ekonomi Digital
        Warta Ekonomi, Jakarta -

        Web3 digadang-gadang dapat menjadi masa depan internet dengan jangkauan yang lebih luas dan tak terbatas. Pada dasarnya, Web3 adalah generasi ketiga dari evolusi web yang berbasis blockchain dengan sistem yang terdesentralisasi. Dalam Web3, sebuah situs web akan mampu memproses segala bentuk informasi dengan lebih cerdas dengan memanfaatkan teknologi, seperti machine learning, big data, DLT, dan lain sebagainya.

        Namun, Rufus Loveridge (29), mahasiswa MBA di London Business School, mengatakan bahwa Web3 bisa jadi merupakan inovasi sampah, terutama dalam aspek teknologi, psikologi pengguna, dan intensif. Dia menerangkan, jika Web1 adalah halaman dial-up dan statis, lalu Web2 adalah jejaring sosial dan konten buatan pengguna, dalam hal ini, Web3 adalah kripto, dunia virtual, pembelajaran mesin, blockchain.

        Baca Juga: Meningkatkan Produktivitas dengan Memaksimalkan Digital Skill

        "Sekarang itu gagasan tentang internet yang terbuka, terdesentralisasi, tanpa izin. Kedengarannya seperti tujuan mulia, tapi sayangnya itu juga sampah. Jadi saya akan mencoba menjelaskan kepada Anda dengan melihat tiga alasan utama: teknologi, psikologi, dan insentif," kata Rufus, dikutip dari kanal Youtube TEDx Talks pada Minggu (18/06/2023).

        Ia menjelaskan, dengan gagasan bahwa Web3 akan terintegrasi dengan sistem blockchain, hal ini akan membuat volume transaksi akan menjadi lebih sedikit dan lebih mahal dibandingkan dengan sistem perbankan pada umumnya.

        "Kita mulai dengan teknologi, ini adalah masalah terbesar dan paling substansial di sini. Sekarang, di abad ke-21, daya komputasi sangat efisien. Salah satu janji besar yang diberikan oleh Web3 adalah gagasan tentang internet terbuka yang di-hosting oleh blockchain, dan itu semua akan didasarkan pada hal-hal seperti Ethereum," katanya.

        Misalnya, dia mencontohkan, Visa, perusahaan berusia 60 tahun, dapat melakukan 65.000 transaksi per detik. Sementara itu, Ethereum hanya dapat mengelola 15 transaksi per detik, itu juga biaya transaksinya sangat mahal untuk digunakan. "Benar-benar sampah," katanya.

        Sementara itu, alasan kedua terletak pada aspek psikologis pengguna itu sendiri. Dengan gagasan internet yang terdesentralisasi, hal ini akan menimbulkan kecemasan pada pengguna, terutama dalam masalah keamanan data dan transaksi.

        "Sekarang, alasan kedua mengapa Web3 adalah sampah berkaitan dengan psikologi kehidupan kita sehari-hari. Para pendukung Web3 mengeklaim bahwa ini akan membantu kita berkolaborasi dengan lebih mudah, berbagi data dengan mudah, dan membuka wawasan data yang lebih besar. Namun, ada peringatan di sini," ujarnya.

        "Sekali lagi, mari kita berhenti sejenak dan berpikir tentang apa maksud dari desentralisasi dan internet tanpa izin. Siapa yang akan menjalankan sistem? Siapa pemilik file yang Anda unggah ke blockchain yang tidak dapat diubah? Apa yang terjadi jika Anda ingin menghapusnya dari tampilan publik? Di server siapa mereka disimpan? Siapa yang akan membantu Anda ketika dana Anda tidak ditransfer?" sambungnya.

        Baca Juga: Mengenal Generasi Internet Masa Depan Web 3.0: Perkembangan, Peluang, dan Ancaman

        Lebih lanjut, berbeda dengan Web1 dan Web2 yang berfokus untuk menghubungkan orang-orang di seluruh dunia, ia mengeklaim bahwa Web3 hanya bertujuan untuk menghasilkan keuntungan yang besar bagi perusahaan penyedia. Hal ini yang kemudian membuatnya mengatakan bahwa Web3 bisa jadi inovasi sampah.

        "Ada alasan ketiga mengapa Web3 itu sampah adalah insentif yang menyesatkan. Mereka membuat Web3 sebagai sistem baru untuk menghasilkan keuntungan besar. Ini sangat berbeda dalam beberapa hal dari Web1 di mana para teknolog pada masa itu sebagian besar lebih tertarik untuk menghubungkan umat manusia dan kurang tertarik pada kompensasi yang sangat besar," katanya.

        Mau Berita Terbaru Lainnya dari Warta Ekonomi? Yuk Follow Kami di Google News dengan Klik Simbol Bintang.

        Penulis: Novri Ramadhan Rambe
        Editor: Puri Mei Setyaningrum

        Tag Terkait:

        Bagikan Artikel: