Menu
News
EkBis
New Economy
Kabar Finansial
Sport & Lifestyle
Video
    Indeks
      About Us
        Social Media

        Babak Baru Penyelesaian Pelanggaran HAM Berat Masa Lalu: Pemerintah Santuni Para Korban

        Babak Baru Penyelesaian Pelanggaran HAM Berat Masa Lalu: Pemerintah Santuni Para Korban Kredit Foto: Kominfo
        Warta Ekonomi, Jakarta -

        Kementerian Koordinasi Bidang Politik, Hukum, dan Keamanan (Kemenko Polhukam) akan menggelar Kick Off Penyelesaian Pelanggaran HAM (PPHAM) di Rumoh Geudong, Aceh, Selasa (27/6/2023) mendatang. Acara tersebut juga akan dibuka langsung oleh Presiden Joko Widodo (Jokowi).

        Menkopolhukam Mahfud MD menyebut bahwa kick off PPHAM dilakukan sesuai dengan rekomendasi yang diberikan Komnas HAM pada 11 Januari 2023 lalu. Dia pun menyebut, pemerintah mengakui adanya peristiwa pelanggaran HAM berat masa lalu.

        Baca Juga: Pemerintah Tambah Cuti Bersama Iduladha 2 Hari, Menko PMK: Penanda Transisi Pandemi ke Endemi

        "Mengakui dan menyesalkan terjadinya pelanggaran HAM berat di 12 peristiwa yang telah ditetapkan oleh Komnas HAM. Pengakuan ini menjadi niscaya, artinya harus diakui oleh negara karena telah ditetapkan oleh Komnas HAM sesuai dengan kewenangan konstitusional yang diberikan oleh negara," kata Mahfud dalam konferensi persnya di Kantor Kemenko Polhukam, Jakarta, Jumat (23/6/2023).

        Mahfud juga mengatakan, pemerintah telah berkomitmen untuk mencegah terjadinya pelanggaran HAM berat di kemudian hari. Di samping itu, dia juga menegaskan bahwa pemerintah telah berjanji untuk memulihkan hak-hak para korban pelanggaran HAM.

        Mahfud menuturkan, Kick Off PPHAM ini dilakukan dengan skema santunan bagi para korban yang telah terverifikasi oleh Komnas HAM. Pasalnya, kata dia, penyesalan melalui jalur hukum kerap kali menemukan jalan buntu bagi pemenuhan hak korban pelanggaran HAM.

        Adapun dalam penyelesaian di persidangan, kata Mahfud, gagal disebabkan oleh persoalan teknis yuridis dalam hal pembuktian kasus-kasus yang ada. Di samping itu, rencana pembentukan Komisi Kebenaran dan Rekonsiliasi (KKR) juga kerapkali terhambat oleh urusan politik.

        "Yang penyelesaian yudisial sebenarnya sudah ada empat kasus dengan 35 tersangka, 4 kasus yang ditetapkan oleh Komnas HAM dengan 35 tersangka semuanya bebas oleh pengadilan, dinyatakan bebas karena tidak bukti terjadi pelanggaran HAM berat," papar Mahfud.

        "Karena memamg pembuktiannya secara hukum acara itu sangat sulit dipenuhi sehingga selalu dibebaskan oleh pengadilan oleh Mahkamah," tambahnya.

        Oleh karena itu, lanjut Mahfud, pemerintah berinisiatif untuk menyantuni para korban. Dia juga menyebut, penyelesaian tersebut dilakukan secara non-yudisial.

        Baca Juga: Mahfud MD Harap Program Gerbangdutas 2023 Terimplementasi Dengan Baik

        "Karena karakteristik semua kasus yang dimuat Komnas HAM itu sama di dalam hukum acaranya, maka agar tidak tertunda-tunda, pemerintah akan menyantuni para korban, bukan menangani para pelaku. Yaitu menyantuni para korban melalui penyelesaian-penyelesaian non-yudisial," katanya.

        Kendati demikian, Mahfud menegaskan bahwa santunan yang diberikan pada para korban tidak bermaksud untuk mengesampingkan proses penyelesaian yudisial. Dia menyebut, penyelesaian hukum pada tersangka pelanggaran HAM berat masa lalu terus diupayakan melalui Undang-undang Nomor 26 tahun 2000.

        "Dibahas oleh Komnas HAM dan Kejagung serta sesuai dengan ketentuan pasal 43, dimintakan nanti keputusan kepada DPR, sehingga nanti bisa diperdebatkan di DPR tentang kelayakannya," jelas Mahfud.

        "Jadi pengadilan HAM itu ada dua, satu pengadilan HAM ad-hoc, yaitu pelanggaran HAM berat yang terjadi sebelum tahun 2000, sebelum keluarnya UU Nomor 26 tahun 2000, kalau yang terjadi sesudah itu adalah pengadilan HAM biasa. Dengan catatan pengadilan pelanggaran HAM berat masa lalu yang terjadi sebelum tahun 2000 harus melalui pembicaraan dan persetujuan DPR terlebih dulu," tambahnya.

        Mahfud mengatakan, santunan tersebut juga melibatkan 19 kementerian dan lembaga terkait. Kementerian Kesehatan misalnya, lanjut Mahfud, akan mengeluarkan Kartu Indonesia Sehat (KIS) Prioritas bagi para korban pelanggaran HAM berat masa lalu.

        Selain itu, Kementerian Pendidikan, Kebudayaan, Riset, dan Teknologi, juga akan memberikan beasiswa bagi para keturunan korban. Kementerian Pertanian, lanjut Mahfud, akan memberikan bantuan berupa hewan ternak dan traktor.

        "Kemenlu dan Kemenkumham akan memberikan golden visa dan second home visa, atau kitab dan lain-lain. Kemen-PUPR membangun living part tentang HAM di lokasi Rumoh Geudong yang di dalamnya ada masjid seperti yang diminta oleh para korban," tandasnya.

        Mau Berita Terbaru Lainnya dari Warta Ekonomi? Yuk Follow Kami di Google News dengan Klik Simbol Bintang.

        Penulis: Andi Hidayat
        Editor: Puri Mei Setyaningrum

        Bagikan Artikel: