Masalah IAEA dan Jepang Tingkatkan Kontroversi Pelepasan Limbah Nuklir Jepang
Akhir-akhir ini, isu tentang Pemerintah Jepang memberikan dana kepada Badan Energi Atom Internasional (IAEA) terkait rencana pelepasan air limbah dari pembangkit nuklir Fukushima telah menimbulkan kontroversi dengan Korea Selatan serta negara-negara tetangga lainnya.
Jepang telah berulang kali memberikan jaminan bahwa air limbah tersebut aman dengan mengatakan telah disaring untuk menghilangkan sebagian besar isotop meskipun mengandung jejak tritium, isotop hidrogen yang sulit dipisahkan dari air. Akan tetapi, rencana tersebut membuat nelayan serta pembeli di Jepang dan di seluruh wilayah tersebut merasa takut.
Baca Juga: Lewat Webinar, Tunas Hijau Tolak Rencana Jepang Perihal Limbah Nuklir
"Saya baru saja membeli 5 kilogram garam," kata Lee Young-min, ibu dua anak berusia 38 tahun, saat membuat sup rumput laut di dapurnya di Seongnam, tepat di selatan Ibu Kota Korea Selatan, Seoul seperti dikutip dari NDTV, Jumat (30/6/2023).
Dia berkata belum pernah membeli begitu banyak garam sebelumnya, tetapi merasa dia harus melakukan apa yang dia bisa untuk melindungi keluarganya. "Sebagai seorang ibu membesarkan dua anak, saya tidak bisa hanya duduk dan tidak melakukan apa-apa. Saya ingin memberi mereka makan dengan aman," ujarnya.
Tindakan terburu-buru untuk menimbun garam tersebut menimbulkan kenaikan hampir 27% harga garam di Korea Selatan pada Juni dari dua bulan lalu, meskipun para pejabat mengatakan cuaca dan produksi yang lebih rendah juga menjadi penyebabnya.
Sebagai tanggapan, pemerintah melepaskan sekitar 50 metrik ton garam sehari dari stok, dengan diskon 20% dari harga pasar, hingga 11 Juli, kata Wakil Menteri Perikanan Song Sang-keun pada hari Rabu.
Otoritas perikanan Korea Selatan mengatakan mereka akan terus mengawasi ladang garam untuk setiap peningkatan radioaktivitas. Korea Selatan telah melarang makanan laut dari perairan dekat Fukushima, di pantai timur Jepang.
Pemberitaan media Korea Selatan pada 21 Juni 2023 mengungkapkan bahwa Pemerintah Jepang telah memberikan dana lebih dari 1 juta euro kepada IAEA. Pemerintah Jepang telah menerima draf laporan penilaian akhir dari kelompok investigasi pembuangan air Fukushima IAEA. Jepang juga menyerahkan usulan amendemen substansial, dan mencoba memfasilitasi proses pembuangan air limbah nuklir dengan merevisi kesimpulan akhir dari laporan tersebut.
Jepang diperkirakan akan melanjutkan proses pembuangan air limbah pada musim panas ini, sambil menunggu konfirmasi bahwa tidak ada masalah serius yang muncul dalam laporan inspeksi akhir yang akan segera dirilis oleh IAEA.
Harian Jepang Asahi Shimbun melaporkan bahwa dokumen IAEA kemungkinan dirilis sekitar hari Selasa (04/07) pekan depan ketika Perdana Menteri Jepang Fumio Kishida dan Direktur Jenderal IAEA Rafael Grossi dijadwalkan bertemu di Tokyo.
Adanya laporan mengenai sumbangan politik Jepang kepada IAEA telah menimbulkan ketidakpercayaan masyarakat Korsel terhadap keputusan Jepang dan transparansi dari pemerintah Jepang dalam mengatasi isu ini. Masyarakat Korsel menganggap bahwa sumbangan tersebut dapat memengaruhi keputusan IAEA yang berhubungan dengan pelepasan air radioaktif.
Saat ini, regulator Jepang telah memulai inspeksi akhir pada sistem yang baru saja diselesaikan untuk aksi pelepasan kontroversial air radioaktif dari pembangkit listrik tenaga nuklir Fukushima ke Samudra Pasifik.
Baca Juga: Jepang Tiba-tiba Klaim Air Limbah Nuklir Berbahaya, Lha Kenapa Kemarin Bilang Aman?
Pada hari Rabu, 28 Juni 2023, inspeksi dimulai setelah operator Tokyo Electric Power Company Holdings (TEPCO) memasang peralatan terakhir yang diperlukan untuk pelepasan air radioaktif. Outlet terowongan bawah laut telah digali agar limbah dapat dibuang sejauh 1 kilometer dari lepas pantai.
TEPCO menjelaskan bahwa inspektur dari Otoritas Regulasi Nuklir akan memeriksa peralatan terkait transfer air radioaktif dan sistem keamanannya selama tiga hari sebagai bagian dari inspeksi tersebut.
Jepang mengatakan bahwa mereka telah memberikan penjelasan secara terperinci dan didukung dengan sains tentang rencana pembuangan limbah tersebut kepada negara tetangga.
Kepala Sekretaris Kabinet Jepang, Hirokazu Matsuno, mengatakan bahwa pekan lalu Jepang melihat peningkatan pemahaman tentang masalah ini meskipun tidak begitu terlihat di toko-toko di Seoul pada pekan ini.
"Saya datang untuk membeli garam, tapi tidak ada yang tersisa," kata Kim Myung-ok, 73 tahun, berdiri di rak supermarket yang kosong. "Terakhir kali aku datang juga tidak ada."
"Pelepasan air mengkhawatirkan. Kami sudah tua dan sudah cukup hidup, tetapi saya mengkhawatirkan anak-anak."
Mau Berita Terbaru Lainnya dari Warta Ekonomi? Yuk Follow Kami di Google News dengan Klik Simbol Bintang.
Editor: Puri Mei Setyaningrum
Tag Terkait: