Menu
News
EkBis
New Economy
Kabar Finansial
Sport & Lifestyle
Kabar Sawit
Video
    Indeks
      About Us
        Social Media

        CENTRIS Minta Indonesia Inisiasi Seret Otak Tragedi Urumqi

        CENTRIS Minta Indonesia Inisiasi Seret Otak Tragedi Urumqi Kredit Foto: ABC Australia
        Warta Ekonomi, Jakarta -

        Center for Indonesian Domestic and Foreign Policy Studies (CENTRIS) meminta Indonesia untuk menginisiasi upaya bersama menyeret pelaku beserta otak dan aktor intelektual pembantaian ratusan mahasiswa dan muslim Uighur dalam Tragedi Berdarah Urumqi 5 Juli 2009 ke Mahkamah Internasional.

        CENTRIS menilai upaya bersama yang di inisiasi oleh Indonesia dan sepatutnya di ikuti oleh negara-negara dunia ini harus dilakukan, agar korban dan keluarga korban Tragedi Berdarah Urumqi, segera mendapatkan keadilan atas peritiwa pilu yang melukai hingga menewaskan keluarganya kala itu.

        Tragedi Berdarah Urumqi berawal dari tewasnya 2 pria muslim Uighur dengan sangat mengenaskan akibat dikeroyok massa, yang termakan isu jika keduanya telah memperkosa seorang wanita suku Han (asli Tiongkok) di Shaoguan China.

        Video detik-detik serangan, penyiksaan hingga tewasnya 2 pria Uighur tersebut, sengaja disebar antek Komunis China ke media sosial.

        Peneliti senior CENTRIS, AB Solissa menyebut langkah antek Komunis China tersebut membuat ketegangan menjadi memuncak, sehingga korban tewas dan terluka semakin bertambah.

        "Dari laporan Wartawan Guardian di tempat kejadian, diketahui jumlah korban tewas lebih dari 30 orang Uighur, sementara data dari The China Project menyebut 36 orang tewas dan 126 lainnya terluka,” kata AB Solissa kepada wartawan, Kamis, (6/7/2023).

        Angka ini, lanjut AB Solissa, sangat berbeda dengan keterangan otoritas China setempat yang mengklaim hanya dua orang muslim Uighur yang tewas dalam kejadian yang terjadi pada 25 Juni 2009 tersebut.

        Pembunuhan keji terhadap pekerja Uighur yang videonya menyebar luas di media sosial, memantik rasa keprihatinan para mahasiswa dan warga muslim Uighur di Urumqi, sehingga mereka melakukan aksi unjuk rasa damai, menuntut pemerintah menyeret pelaku pembunuhan serta membuka tabir peristiwa tersebut.

        Aksi damai mahasiswa dan warga muslim Uighur 5 Juli 2009 tersebut, dijawab Beijing dengan memerintahkan polisi dan tentara untuk melepaskan tembakan ke arah massa, sehingga memicu kerusuhan.

        Anehnya, pihak berwenang China melaporkan 197 orang (kebanyakan dari warga suku Han) tewas dan 700 orang lainnya terluka dalam kerusuhan tersebut.

        "Dari informasi sejumlah media, Sekretaris Partai Komunis China di Xinjiang, Wang Lequan, muncul di televisi nasional menegur muslim Uighur, dan mendesak Suku Han China untuk membalas dendam,” terang AB Solissa.

        "Tersulut provokasi Wang Lequan, orang-orang Suku Han yang berbekal senjata tajam, mengamuk di Urumqi untuk membalas dendam, membunuh seluruh orang Uighur yang mereka temui,” tutur AB Solissa.

        CENTRIS memiliki pandangan bahwasanya kejahatan kemanusiaan yang terjadi dalam Tragedi Berdarah Urumqi, dapat segera di bawa ke PBB, dengan sejumlah bukti kuat lainnya.

        Diantaranya, pengakuan saksi hidup, yakni orang-orang Uighur yang berhasil lolos dari peristiwa pembantaian tersebut.

        "Diberbagai media, mereka mengaku melihat langsung pembantaian yang dilakukan polisi dan tentara China, serta pembunuhan secara membabi-buta oleh orang-orang Suku Han terhadap muslim Uighur di Urumqi. Ini bisa jadi novum baru,” jelas AB Solissa.

        Dari ketetangan para saksi, diperoleh informasi jika polisi dan tentara Beijing dengan cepat membersihkan sisa-sisa pembantaian, sehingga ke-esokan harinya lokasi tewasnya ratusan muslim Uighur telah bersih dari sisa-sisa tubuh maupun darah korban yang tewas atau terluka.

        CENTRIS menduga Tragedi Urumqi adalah titik awal upaya China untuk mereduksi atau melakukan program genosida muslim Uighur, mengingat populasi muslim Uighur dan kertertarikan masyarakat China akan Islam semakin tinggi.

        "Pengganti Wang Lequan yakni Chen Quanguo yang, pada awal-awal tahun 2016 meluncurkan kebijakan pengawasan 24/7 di seluruh Xinjiang, memaksa sterilisasi wanita Uighur, dan memulai penghapusan budaya dan bahasa Uighur secara sistematis,” ungkap AB Solissa.

        “Dan hingga detik ini, upaya genosida muslim Uighur terus dilakukan oleh Beijing, terutama di kamp-kamp konsentrasi di Xianjiang.” Pungkas AB Solissa.

        Mau Berita Terbaru Lainnya dari Warta Ekonomi? Yuk Follow Kami di Google News dengan Klik Simbol Bintang.

        Editor: Ferry Hidayat

        Tag Terkait:

        Bagikan Artikel: