Menu
News
EkBis
New Economy
Kabar Finansial
Sport & Lifestyle
Kabar Sawit
Video
    Indeks
      About Us
        Social Media

        Jadi Destinasi Utama Penambangan Bitcoin, Uni Emirat Arab Bisa Saingi Negara-Negara Barat

        Jadi Destinasi Utama Penambangan Bitcoin, Uni Emirat Arab Bisa Saingi Negara-Negara Barat Kredit Foto: Unsplash/Kanchanara
        Warta Ekonomi, Jakarta -

        Uni Emirat Arab (UAE) secara bertahap menetapkan statusnya sebagai destinasi utama penambangan Bitcoin di Timur Tengah. Negara ini telah menetapkan dirinya sebagai destinasi yang mendukung Web3 bagi perusahaan-perusahaan yang berfokus pada kripto dengan lebih dari 30 zona perdagangan bebas dan terus bertambah terhadap hash rate penambangan Bitcoin.

        Dilansir dari Cointelegraph, Jumat (7/7/2023), perjalanan penambangan UAE dimulai ketika penambang Bitcoin Marathon Digital bekerja sama dengan Zero Two—divisi aset digital dari kekayaan berdaulat Abu Dhabi—pada Mei. Joint venture ini mendirikan dua situs penambangan dengan total kapasitas 250 megawatt (MW) di Abu Dhabi.

        Abu Dhabi telah menjadi pusat berbagai aktivitas penambangan kripto di UAE karena efisiensi energinya dan statusnya sebagai pusat perdagangan di negara tersebut. 

        Baca Juga: Namibia Loloskan RUU Baru terkait Regulasi Kripto dan Aset Digital

        Menurut data dari Hashrate Index, total kapasitas penambangan di UAE diperkirakan ada sekitar 400 MW—atau 4% dari hash rate Bitcoin di dunia. Meskipun Amerika Serikat, Tiongkok, Rusia, dan Kazakhstan merupakan empat negara dengan pangsa terbesar dalam hash rate Bitcoin, UAE dapat naik peringkat secara bertahap karena persediaan sumber dayanya.

        Sebagai pemain global di pasar energi, UAE telah beralih fokus dari cadangan minyak dan gas menjadi ke energi surya dan nuklir. Secara historis, listrik negara ini dihasilkan dari gas alam, tapi baru-baru ini pangsa energi nuklir dan surya mengalami pertumbuhan pesat.

        Permintaan listrik UAE di bulan-bulan terpanas dan terdingin sangat fluktuatif dan menyebabkan adanya kerugian besar pada listrik yang dihasilkan. Sebagai contoh, di tahun 2021, pembangkit listrik dan pabrik desalinasi gabungan UAE telah menyia-nyiakan 20 terawatt jam, atau sekitar US$600 juta (Rp9,08 triliun). Kesenjangan dan pemborosan ini diisi oleh penambang Bitcoin.

        Dengan penambangan Bitcoin yang difokuskan pada penggunaan sumber energi yang bersih, dalam 10 tahun mendatang, UAE dapat melihat adanya energi signifikan yang berasal dari nuklir dan energi terbarukan.

        Oleh karena itu, adanya surplus dari sumber tersebut dapat dimanfaatkan oleh para penambang Bitcoin di negara tersebut. Manfaat lainnya bagi para penambang adalah kebijakan nol pajak di negara tersebut.

        Hal ini berarti para penambang Bitcoin dapat mendaftar di salah satu dari lebih dari 30 zona perdagangan bebas di negara tersebut dan menghindari pajak, pajak pertambahan nilai, dan bea impor—sebuah keuntungan yang signifikan dibandingkan dengan beroperasi di negara-negara Barat.

        Mau Berita Terbaru Lainnya dari Warta Ekonomi? Yuk Follow Kami di Google News dengan Klik Simbol Bintang.

        Penulis: Ni Ketut Cahya Deta Saraswati
        Editor: Rosmayanti

        Tag Terkait:

        Bagikan Artikel: